1.

50.4K 1.1K 47
                                    

"Muridku, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Tanya seorang kakek bersorban yang sedang duduk di kursi kayu.

"Bismillah, InshaAllah saya yakin, Kyai." Balas seorang pemuda yang duduk beralaskan tikar di hadapan kakek yang dipanggilnya Kyai itu.

"Eleh eleh, bapakmu itu. Aku penasaran seperti apa dia sekarang. Dulu waktu bapakmu si Adipramana itu, dia juga pergi karena 'katanya' mau mengejar cintanya ibumu itu. Hehehe..." ulas kyai.

"Hahaha, jadi begitu ya, Kyai. Semoga saya juga." Balas pemuda itu.

"Hahahah, kamu itu. Oh iya, Ahsan, kapan kamu berangkat ke Surabaya?" Tanya kyai itu dengan penasaran.

"InshaAllah nanti jam 3 sore, Kyai. Memangnya ada apa ya, Kyai?" Tanya Ahsan yang lebih ingin tahu sebab kyainya bertanya seperti itu.

"Jadi gini, nanti ada mantan murid Kyai yang sekarang sudah jadi Ustadz kondang di Indonesia. Kamu tau Ustadz Fatih kan? Yang sekarang tinggal di Mesir?" Tanya kyai kepada Ahsan.

"O, Ustadz Fatih? Iya tau, Kyai. Tapi, ada hubungan apa sama saya ya, Kyai?" Tanya balik Ahsan.

"Nanti dia datang berkunjung jam 10. Tolong jadikan ini acara terakhir di pesantrenmu ini sebelum kamu ke Surabaya. Ngomong-ngomong, katanya putrinya cantik juga lho, Ahsan. Siapa tau kamu beruntung." Ucap kyai.

"Baik, Kyai. Ah, kalau soal itu, saya masih belum berpikiran sampai sana, Kyai."

**********

"Hahahaha.... selamat datang muridku... Bagaimana kabarmu?" Kyai sedang menyambut kedatangan muridnya yang dinanti nanti itu. Di sampingnya sudah berjejer murid murid yang berada di kanan Kyai.

"Alhamdulillah, baik, Kyai... Kyai sendiri bagaimana?" Tanya Ustadz Fatih.

"Alhamdulillah... oh iya, mana anakmu yang katanya mau kamu ajak kesini?" Tanya kyai.

"Oh, ini dia si... lho?! Mana anakku?! Saya yakin tadi dia dibelakang kok." Heran Ustadz Fatih.

Dengan begitu saja, semua murid pesantren heboh karena mencari putri Ustadz Fatih itu. Seluruh tempat dicari dengan teliti. Hingga...

"Maaf, maafkan saya." Mohon Ahsan sambil membalutkan sorbannya ke kaki seseorang.

"Ah, tidak, aku gak papa... aku yang gak lihat perangkap hewan ini." Sanggah gadis yang meringis kesakitan terhadap kakinya.

"Ah, oh iya, maafkan saya juga karena saya lancang membalutkan sorban ini." Ucap Ahsan yang memang pantang menyentuh kulit seorang wanita yang bukan mahramnya.

Selesai membalutkan sorbannya, Ahsan memperkenalkan diri.

"Oiya, sebelumnya perkenalkan, nama saya Ahsan. Saya tinggal di pondok pesantren dekat sini."

"Oh benarkah? Pondok pesantren Al Rahman? Perkenalkan, namaku Alya. Tujuanku mau ke pondok pesantren itu." Alya memperkenalkan diri dengan pandangan yang masih menunduk dari Ahsan.

"......." Ahsan terdiam melihat tingkah laku Alya. Baginya, Alya luar biasa. Alya menundukkan pandangannya, suatu hal yang jarang dilakukan oleh seorang gadis Muslimah walaupun sebenarnya itulah perbuatan yang benar.

"MasyaAllah....." ucap Ahsan tanpa sadar.

"Ha? Kenapa?" Tanya Alya yang mendengar ucapan tanpa sengaja itu.

"Ah, tidak tidak... oh iya, biarkan saya membawamu ke pesantren." Izin Ahsan.

"Ah baiklah, tapi dengan cara apa? Aku gak mau kalo harus digendong. Kita bukan mahram." Kata Alya tegas.

"Hmmm.... saya juga tau itu... tapi, bagaimana kalau pakai gerobak? Saya tau gerobak tua disini. Entah masih bisa dipakai atau tidak. Sebentar, ya. Saya ambilkan." Kata Ahsan berlari mengambil gerobak.

"Nah, ini dia, bahkan, gerobaknya sudah saya lapisi dedaunan supaya kamu tidak kotor..."

"Wah, terimakasih ya... aku sudah merepotkanmu. Gara gara aku mencari topiku yang terbang, aku jadi tersesat disini."

"Ah, tidak apa apa, mari saya bantu..." Ahsan segera membantu Alya untuk berdiri. Tentu saja sebelum membantu, Ahsan menyibukkan diri memakai sarung tangan agar tak menyentuh Alya.

"Nah... sudah siap?" Tanya Ahsan.

"Siaaaaaaappp... hahahha"

Seperti anak kecil, mereka menuju pesantren dengan bermain. Ahsan mendorong gerobak dengan semangat berlari. Begitu juga Alya yang gembira seperti anak kecil...

"Ahsan, ngomong ngomong apa cita citamu?" Tanya Alya.

"Saya? Saya sungguh ingin menjadi imam di masjid Besar di luaf negeri." Jawab Ahsan dengan optimis. "Kalau kamu?"

"Menjadi makmummu, mungkin." Jasab Alya tersipu malu. Mereka berdua pun tenggelam dalam kecanggungan.

"Hahahha... eh?! Berhenti, itu Harris!." Suruh Alya

SIAPA HARRIS ITU?

Sejuta Langkah [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now