Satu - Antara Surga dan Neraka

Start from the beginning
                                    

Semua ini terasa tidak nyata. Seperti ilusi yang terbangun dari alam bawah sadar.

"A-apa aku masih hidup?" gumamku lirih sambil menatap telapak tanganku tidak percaya.

Aku tidak tahu kegagalanku untuk percobaan bunuh diri ini apakah sebuah mukjizat ataukah kutukan.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka lebar diikuti dengan bunyi keras karena tengah dibuka dengan kasar.

Pembuka pintu itu adalah seorang pria yang kini berdiri dengan napas terengah, seperti selesai mengambil langkah cepat atau mungkin berlari kencang.

"Apa benar Saras sudah siuman?!" tanya pria itu setengah berteriak lalu matanya bersirobok dengan mataku. Ia menatapku dengan raut yang tidak bisa kuartikan.

Pria berkacamata yang memakai kemeja putih dan jas hitam yang tersampir asal di tangannya itu pun berjalan memasuki ruangan. Wajah pria yang usianya berada di kepala empat itu terlihat asing. Pria itu memiliki rambut hitam yang pendek dan tertata rapi seperti para pengusaha kalangan atas. Matanya tampak kecil dan sipit di balik kacamata berbentuk kotak, namun secara tersirat memancarkan aura arogansi yang pekat. Struktur wajahnya keras dengan rahang kokoh dan hidung runcing yang mancung. Secara keseluruhan, pria bertubuh tinggi dan proporsi ramping itu masih menunjukkan ketampanannya di usia yang sudah tidak muda lagi.

Tiba-tiba wanita yang sebelumnya sudah berada di kamar ini memelukku dengan erat, lalu mulai terisak dengan suara yang membuat gendang telingaku berdenging, seolah akan pecah.

"Jangan membuatku menjadi seorang ibu yang kembali kehilangan anak lagi," ucap wanita itu di tengah isak tangisnya.

Air mata wanita itu mengalir deras dan jatuh membasahi pundakku. Tidak hanya pelukan wanita itu yang membuatku merasa tidak nyaman, namun sikap wanita itu terasa berlebihan setelah kedatangan pria itu, membuatku merasa risih.

"Ibu... anak," gumamku lirih, tidak mengerti. Kutatap pria dan wanita itu secara bergantian, seolah meminta jawaban dari semua situasi aneh ini. "Ibuku sudah lama meninggal," kataku mengakhiri.

Isak tangis wanita itu pun berhenti, memberikan sebuah jeda. Wanita berambut panjang itu pun perlahan melepas pelukan dan bangkit dengan tingkah canggung dan kaku. Pria yang baru saja memasuki kamar inap sekelas suite room hotel itu menatapku dengan tatapan tajam, seolah marah mengenai pendapatku terhadap wanita itu.

"Kau masih belum menganggap Sari sebagai ibumu meskipun selama ini ia sudah berusaha keras membesarkanmu?" tanya pria itu dengan suara dingin. Tidak berniat menyembunyikan ledakan amarah yang bagai letusan gunung merapi itu.

Aku mengernyitkan alis dengan tatapan bingung dan masih tidak mengerti kenapa pria itu memarahiku, orang asing yang jelas-jelas tidak dikenalnya.

"Aku baru mengetahui kalau selama ini kau tidak pernah menghargai usaha Sari. Kau benar-benar anak yang tidak tahu terima kasih bahkan setelah semua masalah yang kau timbulkan..."

Amukan pria asing itu mematik api emosi yang sebelumnya tidak pernah berkobar.

"Jangan bercanda! Bagaimana mungkin aku menganggap wanita ini ibuku, jika umur kami saja tidak jauh berbeda!" Kembali kulemparkan tatapan bergantian ke pria dan wanita itu, "... lagipula aku tidak mengenal kalian, siapa kalian sebenarnya?" sungutku dengan suara nyaring yang membuat tenggorokanku semakin terasa kering dan menggelitik hingga aku pun terbatuk-batuk.

Ada apa dengan tenggorokanku? Kenapa menaikkan intonasi suara sedikit saja membuat tenggorokanku tercekat dan tidak nyaman?

Siapa pria dan wanita ini sebenarnya?

Tunggu, jangan-jangan ini sebuah mimpi... Sebuah mimpi saat sekarat menjelang kematian. Aku pernah membaca sebuah artikel saat seseorang sekarat otak mereka akan memutar kenangan berharga semasa hidup seperti proyektor yang memutar video kehidupan.

Kalau memang ini adalah video menjelang kematianku, rumor itu nyata salah besar, karena semua ini bukanlah kenanganku. Aku tidak pernah mempunyai kenangan seperti ini. Ditambah lagi, aku tidak pernah mengenal kedua orang itu!

Kedua orang asing itu menatapku dengan wajah terpengarah antara tidak percaya dan terkejut kemudian menatap dokter seperti meminta penjelasan. "Apa yang sebenarnya terjadi pada putri saya, dok?"

Putri saya?

Apa pria itu berhalusinasi?

Bagaimana mungkin aku yang usianya tidak berbeda jauh dengan usianya adalah putrinya?

Ekor mataku menangkap bayangan yang terpantul di layar TV LCD tipis, seorang gadis muda berkulit putih dengan wajah pucat dengan rambut hitam lurus sebahu tengah terbaring di ranjang.

Aku tekejut saat menggerakkan tanganku, gadis itu juga ikut menggerakkan tangannya. Begitu juga saat gadis itu menampar pipinya, kurasakan rasa nyeri hasil tamparan itu di pipiku.

Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

Katakan semua ini hanyalah sebuah mimpi!

Bagaimana mungkin aku terbangun di tubuh seorang gadis kecil?

Bagaimana mungkin jiwaku terperangkap ke dalam tubuh yang tampak muda dan rapuh ini.

***

Spiral [1st book 2nd Life Series]Where stories live. Discover now