Satu - Antara Surga dan Neraka

3.5K 347 28
                                    

Secara perlahan kesadaranku pun kembali, samar-samar kedua indra pendengarku menangkap sebuah suara, tidak begitu jelas isi pesan dalam suara itu namun suara yang terdengar asing itu berasal dari seorang wanita.

Tak berselang lama, indra penglihatanku pun mulai berfungsi. Kelopak mataku pun bergerak seperti membuka tirai di pagi hari, cahaya terang menyeruak masuk ke dalam pupilku. Mataku yang masih belum beradaptasi dengan sempurna hanya bisa menangkap bayangan putih karena cahaya yang berasal dari lampu itu terasa sangat menyilaukan.

Kupejamkan mataku agar ukuran pupil mulai menyesuaikan banyaknya intensitas cahaya dalam ruangan. Kelopak mataku pun kembali terbuka. Akhirnya, mataku pun berfungsi dengan normal.

Indra penglihatanku pun mulai menyorot, seperti menyalakan kamera, benda itu pun mulai merekam bayangan seluruh ruangan kemudian memvisualisasikan bayangan itu ke dalam otakku.

Apakah ini surga?

Tidak!

Tentu saja ini bukan surga karena aku adalah seorang pendosa. Dan, tempat yang tepat untuk seorang manusia yang melakukan dosa besar seperti bunuh diri adalah NERAKA.

Tapi... tempat ini terlalu indah dan nyaman untuk disebut sebagai neraka. Aku tersenyum sinis ketika berpikir jika neraka seindah ini, orang-orang pasti tidak akan merasa sungkan lagi melakukan kejahatan. Bahkan, mungkin mereka semakin bersemangat melakukan berbagai dosa.

Interior ruangan seperti hotel berbintang lima yang beberapa kali kumasuki saat melakukan international conference. Interior ruangan dengan warna dasar abu-abu muda yang dipadukan dengan warna putih tersebut memberikan kesan rapi dan bersih. Perabotan---seperti almari, meja konsol dan furniture yang lain---berwarna kecokelatan, warna khas benda-benda yang terbuat dari kayu, yang ada di ruang ini juga menambah kesan menentramkan.

Aku menyadari tatapan sepasang bola mata yang memaku ketika mengagumi desain interior kamar sembari menerka dimana aku berada.

"Saras," gumam wanita itu lirih dengan tangan setengah membungkam mulutnya.

Mataku mengikuti sosok wanita asing itu ketika berjalan cepat dan memencet sebuah tombol yang sepertinya nurse calling.

Berarti ini adalah sebuah rumah sakit?

Tak lama kemudian beberapa orang berdatangan, awalnya seorang perawat wanita senior kemudian disusul dengan seorang pria tengah baya yang memakai kacamata tebal dengan jas putih yang kemungkinan adalah seorang dokter.

Kedua orang itu pun memeriksa keadaanku secara bergiliran kemudian dokter itu bertanya, "Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Sakit semua," gumamku jujur dengan suara lirih karena merasa seluruh tulang tubuhku terasa luluh lantah.

Suaraku terdengar... aneh.

Suaraku yang sebelumnya jernih dan berat, kini berubah menjadi suara rendah dan nyaris seperti suara anak kecil. Tenggorokanku pun terasa kering seperti tidak pernah digunakan.

Tanganku bergerak menyentuh leher, kulit leherku jauh terasa halus dan lembut tidak seperti biasanya. Saat mencoba menggerakkan anggota badanku yang lain, seluruh tulangku terasa remuk dengan rasa nyeri hebat. Aku pun segera menghentikan aksi itu karena tubuhku seolah tidak bertenaga. Seperti seongkok daging yang tidak berguna... tunggu sebentar!

Aku terlambat menyadari sesuatu. Sesuatu yang sangat krusial. Aku berada di dalam rumah sakit dan dalam keadaan hidup!

Apa itu artinya aku gagal melakukan bunuh diri?

Bagaimana mungkin aku masih hidup setelah terjun bebas dari apartemen berlantai dua belas?

Mimpi buruk apalagi yang kudapatkan setelah bunuh diri?

Spiral [1st book 2nd Life Series]Место, где живут истории. Откройте их для себя