-Satu-

19.6K 1K 448
                                    

Seorang gadis dengan raut tenang terlihat berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Sebuah handuk dan botol minuman tersedia di tangannya. Langkah kaki membawanya menuju lapangan basket indoor yang masih cukup ramai. Dengan yakin, dia memasuki ruangan itu dan langsung duduk di salah satu kursi tribun pinggir lapangan.

"Dira ... lo belum balik?" Seseorang yang menyadari kedatangannya berlarian dari tengah lapangan untuk menghampirinya.

Dira --gadis itu, tersenyum sambil menggeleng. "Gue tadi abis dari perpus nyari referensi buat tugas," jelasnya sebelum ditanya alasan dari gelengan kepalanya. "Oh iya, handuk sama minuman lo, nih. Temen lo nitip tadi ke gue, katanya ketinggalan di kelas," lanjutnya sambil menyerahkan barang dari tadi ada di genggamannya.

"Thanks, Dir!" Pemuda itu lalu mengambil posisi duduk di samping Dira. "Tumben lo mau ke lapangan basket...," ujarnya heran sambil masih sibuk mengelap keringat di wajahnya.

"Kebetulan aja, gue yang harus nganter titipan itu. Lagian sekali-kali kan gue mau liat lo latihan, emang nggak boleh?" sahut gadis itu sambil melirik pemuda di sampingnya.

"Serius?" Raut wajahnya berubah ceria. "Boleh lah, boleh banget!" katanya bersemangat. Lalu dia beranjak saat melihat lambaian tangan rekan satu timnya.

"Reval?" panggil Dira pelan tapi pemuda itu masih bisa mendengarnya sehingga dia berhenti sejenak dan menoleh. "Tapi gue...," lanjut Dira ragu.

"Iya, lo pulang bareng gue aja. Sebentar lagi gue kelar, oke?" sahutnya seperti sudah tau jelas apa yang ada di pikiran Dira.

Dira mengangguk cepat dan kemudian tersenyum lega. Kedua matanya masih aktif mengikuti kemanapun Reval bergerak. Ada kekaguman yang terpancar dari tatapannya. Meskipun Reval tidak menyadarinya tapi tidak ada yang mampu menutupi perasaan secara sempurna, termasuk Dira.

-.-.-.-.-

"Lo buru-buru pulang, nggak?" tanya Reval di tengah perjalanan. Matanya belum beralih, masih menatap ke depan. Dira yang duduk di sampingnya menoleh ke arahnya.

"Nggak. Kenapa?"

"Gimana kalo kita ke Night Market dulu? Besok hari Minggu, kan. Gue yang traktir, deh. Mau, nggak?" tawarnya sambil menoleh sekilas dan tersenyum. Raut wajahnya berharap Dira menyetujui ide cemerlangnya itu.

"Ngapain ke sana?" tanya Dira memastikan.

Reval menghela nafas. "Ngilangin kejenuhan aja ... lagian di sana lagi ada bazar novel murah. Lo mau nolak?" Dia tidak kehabisan cara meyakinkan Dira sambil masih tersenyum percaya diri.

Dira membalas senyuman Reval. "Okay, bazar novel dan di traktir. Gue nggak punya alasan buat nolak, deh," sahutnya jujur. Mereka berdua tertawa pelan.

Reval memutar stirnya, mereka melesat ke tempat yang dimaksud. Ada senyuman yang terukir di bibir Dira tanpa dia sadari. Reval memang paling mengerti dirinya dan semua yang ada di pikirannya. Seketika ada harapan yang muncul, Dira ingin selamanya Reval selalu seperti ini.

Dira dan Reval sudah bersahabat semenjak mereka masuk SMA. Keduanya cocok dan saling melengkapi. Tapi salah satu diantara mereka terlalu takut merasa kehilangan sehingga mereka belum beranjak dari status sebagai sahabat. Mungkin dengan ini hubungan mereka akan selalu baik-baik saja.

Seorang cewek nggak akan bisa cuma bersahabat dengan cowok yang paling mengerti dirinya dan juga sebaliknya. Ungkapan yang populer sepanjang jaman. Semua orang tau, ungkapan ini juga akan berlaku diantara Dira dan Reval. Tapi tidak ada yang bisa menjamin, sampai kapan mereka seperti ini?

"Kok lo tau aja tempat kaya ginian, Val?" tanya Dira penasaran sekaligus kagum melihat tempat yang ada di depannya. Mereka masih menyender di mobil sambil menghadap ke barat.

[✓] Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang