Kaki mereka dibiarkan menjuntai ke bawah hingga menyentuh air laut. Prilly menyandarkan kepalanya di bahu kanan Ali, mereka sama-sama memandang lurus ke depan, luas hamparan air laut terlihat biru karena mendapat pantulan bayangan langit yang sedang cerah.

"Ngurus dirinya sendiri bagaimana, maksudnya?" timpal Prilly yang belum begitu paham dengan penjelasan Ali tadi.

"Aku kadang bayangin sendiri, cewek yang terlalu ribet sama penampilannya, kalau sampai dia punya anak terus mau pergi, apa dia masih ada waktu untuk mengurus anak dan suaminya? Sedangkan dia sendiri aja dandan nggak cukup dengan waktu yang singkat," tukas Ali membuat Prilly tertawa terbahak.

"Ya ampun Oncommmmm, kamu mikirnya jauh banget sih," pekik Prilly di sela tawanya yang lepas.

"Ya harus sejauh itu dong kita berfikir, karena niat kita nantikan membangun rumah tangga. Ada aku, kamu dan anak kita, kalau kamu sibuk dandan siapa yang akan ngurus aku dan anak kita? Siapa yang mau masakin dan beresin rumah?" Prilly semakin di buat tertawa, karena Ali sudah terlalu jauh memikirkan hal itu.

"Jadi kamu mau ngajak nikah aku cuma buat masakin dan beres-beres rumah, iya?" tanya Prilly di sela tawanya hingga memegangi perutnya.

"Ya nggak gitu, tapi sebagai cewek modal utama berumah tangga seminimnya bisa mengurus suami dan rumah. Dari hal sederhana itu nanti dia bisa mengurus segalanya termasuk managemen penghasilan. Karena keberhasilan dan kesuksesan keluarga itu kuncinya di tangan istri." Ali menowel hidung Prilly kecil, Prilly tak henti-hentinya selalu tertawa dibuatnya.

"Kok bisa di cewek? Kan kata orang suami itu supirnya dan istri itu kernetnya. Kalau suami nyetirnya nggak baik bisa-bisa busnya masuk ke jurang." Prilly berusaha memprotes sudut pandang Ali tadi.

"Yang pasti suami dan istri punya peranan yang sama pentingnya. Kalau suami udah berusaha mati-matian cari nafkah dan istri di rumah cuma hamburin duit, ya ... sama aja bohong. Kredit sana dan sini itu yang bikin rumah tangga bangkrut apalagi tanpa sepengetahuan suami, duh pasti deh remuk redam," seru Ali membuat Prilly merasa kagum dengan pola pikir pria yang sudah memenangkan hatinya tersebut.

"Iya ... iya deh." Akhirnya Prilly mengalah karena dia tahu betul bagaimana Ali yang selalu tak ingin kalah jika soal berdebat.

Saat mereka sedang mengobrol suara dering HP Prilly bergetar. Prilly segera mengambil di dalam saku celana tiga perempatnya.

"Siapa yang telepon?" tanya Ali mengintimidasi.

"Mami, ada apa ya?" jawab Prilly melihat Ali penuh tanya, dengan perasaan yang tak tenang.

"Angkat dulu, siapa tahu penting," perintah Ali, lalu Prilly memencet tombol menerima panggilan dari Puspa.

"Assalamualaikum, Mi." Prilly mengucap salam dengan suara lirih, menahan rindu di hatinya.

"Waalaikumsalam, kamu libur ndak sih, Pril?" tanya Puspa dengan nada suara tak seperti biasanya.

Prilly mengerutkan dahinya menatap Ali dengan pikiran yang entah mengapa tak bisa tenang. Ali mengelus rambut Prilly, memperhatikan obrolan Prilly dengan Puspa dari telepon.

"Prilly lagi libur Mi, kapal nggak jalan, nunggu jadwal baru belum keluar. Memang kenapa, Mi?" tanya Prilly merasakan jika Puspa gelisah di seberang sana.

"Nggak papa, kalau libur panjang pulang ya? Mami sama Papi kangen," ujar Puspa tak biasa membuat hati Prilly ikut gelisah.

"Iya Mi, pasti pulang kok kalau liburnya lama. Tapi semua sehatkan yang di rumah?" tanya Prilly menaruh rasa curiga pada maminya.

"Iya, sehat." Jawaban Puspa tak memuaskan hati Prilly karena suaranya menggantung.

"Mi, jangan bohong. Ada apa?" tanya Prilly mendesak agar Puspa jujur padanya.

AIR (Ketika dua air yang berbeda arti disatukan atas nama cinta) KOMPLITحيث تعيش القصص. اكتشف الآن