Chapter 7. Tanda Tanya

341 60 6
                                    

"HAH!" Firma berteriak kaget setelah mendengar penjelasanku. Gila! Kenceng amat! Aku meniup tanganku lalu mendekatkan ke telinga kiriku di mana ia berteriak sangat dekat.

"Ada apa?" tanya si Supir taksi seraya melirik dari kaca tengah.

"Ah, enggak, Pak," jawab Firma sambil tertawa pelan.

Supir itu hanya mengangguk pelan sambil kembali memperhatikan jalan.

Merasa aman Firma dengan cepat menoleh ke arahku dengan tatapan tajam. "Heh, kau serius?" tanya Firma sambil berbisik.

"Sumpah! Tapi emang aku dari 2016 ... arghh gimana ngomongnya ya." Aku berpikir keras mencoba menjelaskan keadaanku.

"Asumsi ... kita berasumsi," ujar Firma sambil mengontrol napasnya. "Jadi, kau kecelakaan ...."

"Tanggal 12 Januari."

"Iya,12 Januari tahun ...."

"2016."

"2016, dan sekarang kamu bangun di 19 Januari 2046?"

"Tepat!"

Firma memandangku dalam-dalam, terlihat dari raut wajahnya tampak seolah tak percaya akan penjelasannku. Lalu, tangan kanannya dengan cepat membelah udara dan mendarat di pipi kiriku sehingga menimbulkan suara "Plak" yang cukup kencang. Aku terdiam lalu memandang kembali Firma menunggu reaksi apa selanjutnya.

"Kayanyak aku enggak mimpi deh, soalnya pipi kamu merah. Pasti sakit!" Bibirku kelu. Aku hanya terdiam seribu bahasa mendengar perkataannya. Eh buset! nampar doang buat tau mimpi enggaknya, kalau si Aldena udah gue jitak!

"Kamu percaya, Fir?" Firma memandang kembali ke arahku. Cepat-cepat aku bereaksi dengan mengepal tanganku melindungi pipi kanan dan kiri dari tamparan.

Firma hanya tertawa kecil. "Ngapain kau gitu?"

"Melindungi pipi ini dari tamparanmu. Sakit tau!"

Firma tertawa pelan. "Maaf maaf," ujar Firma sambil tertawa. "Memang sulit sih, untuk percaya kalau perkataan kau itu benar, tapi setidaknya aku yakin kalau aku tidak bermimpi, mau kau kutampar lagi? Biar pasti mimpi enggaknya, gimana?"

Aku menggelengkan kepalaku cepat-cepat.

Firma kembali hanya tertawa pelan.

"Udah sampai," ujar si Supir taksi memberitahu kami. Aku segera turun di taman dekat Kecamatan Johar Baru. Sedikit agak berbeda dengan beberapa waktu terakhir aku kesana. Beberapa fasilitas umum untuk anak-anak telihat lebih nyaman dan menarik, juga terlihat terawat. Bahkan, aku tersenyum sekilas melihat tempat sampah yang ada di sekitar taman, mengingat dulu aku pernah mengeluh karena tidak ditemukan tempat sampah di sekitar taman.

"Cepet juga ya Fir?"

"Emangnya?"

"Ya, biasanya Jakarta itu terkenal sama macet dan banjirnya."

Firma tertawa pelan sambil menutup mulutnya dengan tangan kanan. Tak lama ia memandang ke arah taman sambil tersenyum. "Enggak kok, sekarang Jakarta gak pernah macet lagi, banjir udah gak sesering di zaman kau deh kayanya."

"Oh ya, gubernurnya siapa?" Aku bertanya karena sedikit penasaran. Firma menjawab dengan nama yang belum pernah aku dengar.

"Kalau zaman kau siapa?"

"Terakhir sih, pas aku di Jakarta Pak Ahok dan di akhir tahun 2016 nanti bakal ada pemilihan gubernur lagi."

Firma mengangguk pelan.

Masa Depan : Love, Friends, Fact and HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang