Because I Love You Alvin!(Last Part)

Start from the beginning
                                    

"Kamu, anak kelas seni?" tanya Alvin menatapku.

Aku mengangguk.

"Aku mendengarmu bermain piano di kelas seni. Waktu itu aku berfikir aku hanya berilusi."

"Saat itu, aku begitu menyerah. Aku tidak tahu harus melakukan apalagi di sisa waktu dua hari itu untuk mengatakan Aku mencintaimu, Alvin. Karena usahaku untuk membuatmu mati atau paling tidak koma, selalu digagalkan gadis itu!"

"Siapa?"

"Entahlah, aku gak tahu namanya. Dia itu menyebalkan. Karena selalu menyelamatkanmu. Dan yang paling penting karena dia orang yang kamu cintai."

"Tapi dia tidak mencintaiku." Kata Alvin pelan. "Dan kenapa aku tidak sadar ada gadis yang begitu cantik yang mencintaiku?"

"Dan aku sudah mati, Alvin. Aku tidak bisa memilikimu layaknya manusia biasa setelah ini."

"Bukankah aku juga sudah mati?"

Aku memeluknya kembali. Menangis. Alvin mengusap rambutku lembut. "Pulanglah Al! Kau punya kesempatan untuk hidup. Kamu belum sepenuhnya mati. Kamu punya kakak yang bahkan tidak ingin kamu disini!" lirihku. Air mataku sudah beranak sungai. Tak kuasa kuhentikan.

"Aku tidak mau! Tempat ini bahkan lebih baik dari tempatku sebelumnya."

"Setidaknya pamitlah dulu sama kakakmu! Jangan buat dia cemas karena kamu tanpa izin meninggalkannya. Kamu tidak tahu seberapa sayangnya dia padamu. Berilah salam perpisahan dan setelah itu kau boleh menemuiku disini. Tentunya setelah takdir Tuhan menggariskannya untukku dan untukmu, untuk kita. "

Alvin melepaskan pelukanku dan menatapku datar.

"Berlarilah ke arah sana!" tunjukku pada satu titik dimana cahaya keemasan bersinar membentuk lingkaran kecil.

Pandangan Alvin mengikuti arah telunjukku.

"Berlarilah! Sampai kau merasa ringan dan sakit. Itulah rumahmu!" Aku menatapnya lebih dalam sehingga mampu menjamah hatinya. Mengikhlaskannya pergi dari hidupku. Membebaskannya dari keegoisanku. Dan aku sadar, tak sepantasnya aku melewati batas takdir Tuhan untuk merampas nyawanya. Semoga Alvin bahagia dan aku akan benar-benar melepaskannya.

Alvin menatapku. "Nama gadis itu, Agni.." kata Alvin dan kemudian mundur beberapa langkah.

"Kau tak menanyakan siapa namaku?"

Alvin tersenyum. "Siapa?"

"SIVIA AZIZAH !! ingatlah!" jawabku tersenyum juga.

Dan untuk terakhir kalinya aku melihat senyuman Alvin sebelum ia berbalik dan berlari, terus berlari hingga tubuhnya terasa ringan dan sakit disana sini. Kepalanya, tangangannya, perutnya, dadanya dan organ-organ penting dalam tubuhnya terasa menyakitkan bukan buatan.

Perlahan ia membuka mata. Banyak wajah yang memenuhi titik fokus matanya. Dan ia mulai menyadari diamana posisinya sekarang.

"Sivia!!" panggilnya menyebut namaku dengan sangat pelan. "Kenapa rasanya sangat menyakitkan seperti ini?" keluhan Alvin yang mirip desahan itu, membuat orang-orang di sekelilingnya bingung. Tidak mengerti apa yang Alvin bicarakan karena hampir seluruh wajahnya terhalang masker oksigen. Mungkin hanya aku yang mengerti apa yang terucap dari bibir tipis merah yang tampak memutih itu. Dan satu hal yang kurasakan saat ini. Aku tak kuasa melihat orang yang aku sayangi, Alvinku kesakitan seperti itu. Dan aku yang membuatnya seperti itu. Hanya Karena aku mencintaimu, Alvin.

"Kak Angel!" desah Alvin begitu melihat Angel yang masih dibalut dengan perban di sekitar kepalanya, berdiri di samping ranjangnya.

"Alvin! Maafkan kakak!" lirih Angel memeluk Alving.

Queen Of Sad Ending Where stories live. Discover now