"Jangan menghindar, kumohon, dengarkan aku."

Justin perlahan membalikkan badannya, hingga iris mata karamel yang kini tampak memerah itu kini mengarah pada Allegra dengan telak. Mengunci, mengintimidasi. Wajah Justin dipenuhi keringat, dan Allegra bisa mencium campuran rokok dan alkohol juga parfum Justin yang menyatu.

Allegra mengerjap. Menahan diri untuk..bertahan. "Aku--"

"Pergi,"

Suara Justin terasa menusuk. Begitu tajam dan menghunus dalam. Lelaki itu kini memandang Allegra semakin berang, serasa ada kobaran api di pancaran matanya. Amarah menguasai Justin. Setelah sekian jam Allegra menunggu saat yang tepat, nyatanya ia mengambil waktu yang salah. Tetapi, Allegra tak peduli. Semua masalah ini harus segera diselesaikan, semua salahnya. Ya, dan jujur saja, Allegra tak bisa memungkiri penyesalan yang kini menderanya.

"Justin, aku--"

"Pergi,"

"Justin--"

"Pergi!"

Allegra tersentak, pertama kali baginya mendengar Justin membentaknya begitu keras. Keras dalam artian... kecewa. Justin kecewa padanya. Kebekuannya dalam bicara serta tatapannya yang menyiratkan emosi begitu dalam membuat Allegra gusar. Sekali lagi, jujur, Allegra menyesal. Apalah daya seorang gadis yang belum pernah berciuman sebelumnya. Dan kini ia dihadapkan dengan situasi sulit karena kebodohannya sendiri.

"Kubilang--"

"Aku tidak akan pergi sebelum kau mau mendengar penjelasanku!" seru Allegra memotong perkataan Justin dengan terbata. Entah apa yang membuatnya seperti ini. "A--atau paling tidak, aku ikut denganmu."

Allegra mendongak semakin berani kala kernyitan di dahi Justin perlahan mengendur, ekspresi Justin sedikit mengalami perubahan dan bisa Allegra lihat bibir Justin sedikit bergetar. Justin memalingkan wajahnya sekilas, seperti menolak mentah-mentah tatapan Allegra yang mengarah penuh padanya. Beberapa detik kemudian Justin kembali menjatuhkan pandangannya. Dan kobaran dalam sirat mata Justin tiba-tiba semakin besar. Deru napas Justin berhembus kasar.

"Jangan keras kepala, Stewart." desisnya tajam. "Cepat pergi dari hadapanku!"

"Tidak!" Allegra bersikeras.

"Pergi.sekarang!"

"Tidak akan!"

"Jangan salahkan aku jika kau kusakiti." Justin tersenyum miring. Jenis senyum culas yang... asing. Dan di detik berikutnya, senyum itu lenyap. "Pergi, Stewart."

"Harus berapa kali aku bilang, tidak??"

Justin mengusap wajahnya sekilas, deru napasnya semakin terdengar kasar. Rambut pirangnya yang kini berantakan semakin terlihat berantakan saat Justin menjambaknya dengan gerakan frustasi.

"Pergi," desisnya lagi lebih tajam. Justin harap Allegra menuruti peringatan terakhirnya.

"Kubilang, tidak!"

Justin mengerang. Tatapannya kian mematikan dan tak diduga ia menarik tangan Allegra lantas menuntunnya pergi dengan cepat. Allegra tertatih di belakang langkah Justin yang gusar. Mereka keluar dari kawasan Piazza San Marco dengan langkah gelisah. Dan Allegra tersentak saat rasa panas sekaligus kebas ini menjalar di sekitar pergelangan tangannya yang Justin cengkram. Itu menyakitkan.

SOMETIMES [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang