#Part 37

505 28 1
                                    

Beberapa hari setelah pensi ada pembagian rapor. Tentunya akan liburan selama dua minggu menyenangkan bukan?

Pembukaan calon anggota OSIS juga sudah di buka, yang  artinya seminggu penuh selama liburan nanti aku tidak dapat bertemu Kak Raffa. Ya, acara LDKS itu di adakan di luar kota.

Pagi ini aku mengantarkan Kak Raffa ke sekolah. Terlihat di sana dua bus sudah menunggu. Jemari Kak Raffa masih berada ditanganku, seakan tidak ingin melepaskannya. Begitu sampai di depan bus, ia menghentikan langkahnya dan menghadapapku.

"Kenapa kamu nggak ikut aja, sih?" tanya Kak Raffa sambil menatapku.

Aku menggeleng kecil. "Nggak. Aku nggak mau ganggu acara kalian. Bukannya aku udah kasih tau dari awal."

"Tapi kan-"

"Ssstt..." ucapku sambil menaruh jari dibibirnya. "Denger ya, kalau kamu kangen sama aku, kamu tinggal telepon aku aja."

"Ingat jangan nakal, jangan main sama cowok lain selain Julian dan Keluarga kamu karena kamu cuma punya aku. Aku janji bakalan ada disamping kamu terus bagaimanapun keadaannya. Aku tanpa kamu bagai ranting tanpa daun. Kosong, sepi, kering dan lama-lama patah."

"Aye, aye captain!" seruku. "Udah sana cepet naik ke bus. Bentar lagi bakalan berangkat."

Kak Raffa mengangguk kecil, lalu memelukku. Ia juga mengecup puncak kepalaku dan melambaikan tangannya. Begitu Kak Raffa sudah masuk ke dalam bus, aku segera berbalik dan kembali menuju taksi.

Sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamarku dan merebahkan diriku. Tak banyak yang harus aku lakukan selama liburan ini. Suara ponselku tiba-tiba saja berdering. Tertera di sana nama Kak Raffa. Kenapa menelponnya secepat ini?

"Hallo, Kak. Ada apa?"

"Kangen kamu."

"Ya ampun! Baru ditinggal tiga puluh menit lho. Gimana kalau nanti aku tinggal satu tahun?"

"Pasti bakalan lebih kangen."

"Ya, ya, ya terserah Kak Raffa saja."

"Eh iyah, mulai hari ini jangan panggil aku pakai embel-embel kakak, oke?"

"Terus mau dipanggil apa? Kalau Raffa doang aku yang nggak enak."

"Yah, apa kek gituh. Yang penting jangan pake embel embel kakak."

"Oke, kak. Eh maksudnya my boy."

"Hehe... gitu dong. See you later yap!"

"See you."

Telepon baru saja aku matikan. Seketika itu juga pipiku sedikit memanas. Sepertinya pipi ini kembali memerah.

Ting... tong...

Bunyi bel rumah membuatku tersentak. Buru-buru aku membuka pintu rumah. Karena rumah ini sedang kosong.

"Gue kira siapa yang dateng! Ternyata itu lo, Vi!"

"Hehe... maaf."

"Yaudah, masuk yuk," ajakku sambil menuntunnya menuju ruang tamu.

Mataku menyipit saat melihat Viola tersenyum sendiri. Entah kenapa aku menjadi takut.

"Lo kenapa deh senyam senyum?"

"Ada deh... gue mau teriak rasanya."

"Diapain lo sama Kak Divo?"

"Ish, nggak ada pertanyaan lain gituh?"

Aku menggeleng. "Nggak ada. Jawab gue lo habis ngapain aja sama kak Divo?"

"Hmmm... dia kecup kening gue di hadapan semua anggota OSIS. Lo tau rasanya? Malu banget gue! Tapi seneng banget. Entah kenapa gue merasa begitu seneng."

"Cieee... Vio bentar lagi jadian nih sama Kak Divo."

"Haha doain aja," ucap Viola dengan tersenyum kecil. "Ale," panggil Viola.

"Hm," ucapku sambil mengunyah kacang yang ada di mulutku.

"Outbound yuk!"

Mataku melotot dan sedikit menyemburkan kacang yang ada di mulutku. Astaga itu membuatku kaget saja. Aku ingin menolak permintaanya, tapi sudah susah kalau sisi tomboi dari Viola muncul kembali.

...

Raffa POV

Tepat di pagi ini gue dan anggota OSIS yang lainnya menuju lokasi LDKS berlangsung. Ada rasa sedikit kecewa saat dia beneran tidak ikut. Padahal hanya menambah orang satu saja tidak akan mengganggu. Tapi, ini sudah keputusannya.

Gue masuk ke dalam bus. Gue langsung memilih tempat yang menurut gue sangat strategis. Bukan berarti gue harus duduk di depan walaupun gue ketua OSIS.

Ketika bus bergerak, gue langsung menghembuskan nafas pelan. Seminggu tanpa Alenata. Bagaimana jika selama seminggu itu dia mencari cowok lain? Bisa saja bukan? Ah, tidak mungkin Alenata akan berbuat seperti itu.

Gue melirik ke depan, ternyata Divo masih mengurusi keperluan yang lainnya. Begitu selesai, ia langsung duduk di sebelah gue.

"Lo kenapa, Raf?"

"Enggak," jawab gue santai.

Divo berdecak kecil. "Gue tau lo pasti nggak kuat kan seminggu tanpa Alenata saat liburan gini."

"Hm."

"Kalau lo kangen. Mendingan lo telepon dia sekarang."

"Beneran?"

"Terserah lo," ucap Divo lalu memainkan ponselnya.

Gue mencari nomor telepon Alenata. Begitu tersambung, senyum gue terbentuk sempurna. Sedikit terkekeh saat mendengar suara kesal dari Alenata. Di sela-sela gue lagi menelpon Alen, gue melirik raut wajah Divo yang sedikit berubah. Ada apa dengannya?

Tanpa menunggu lama, gue terpaksa memutuskan sambungan telepon dengan baik-baik. Dan bertanya apa penyebab Divo menekuk wajahnya.

"Lo kenapa, Vo?"

"Enggak. Lo beneran sayang Alen kan?"

Gue mengangguk yakin.

"Lo yakin nggak bakalan ninggalin dia?"

Ada sedikit keraguan di dalam hati gue. Gue memandang ke lain arah.

"Jawab gue, Raf."

"Gue nggak tau, Vo."

"Kalau lo emang beneran sayang sama dia. Sebisa mungkin lo harus tetep sama dia, oke?"

"Lo kenapa?"

"Enggak."

Tiba-tiba sebuah pesan masuk. Dahi gue mengernyit saat melihat nomor yang tidak dikenali. Buru-buru gue langsung membuka pesan itu.

From : unknown

Hai. Aku kangen kamu. Nggak lama lagi aku ke Indonesia.

-L

Shit. Dia kembali.

Raffa POV end.

................................................

Hai, hai ^-^ aku kembali lagi wkwk....

Aku harap kalian suka sama yang kali ini. Dikit yah? Bentar lagi selesai huhu tapi nggak tau kapan :v

Tunggu aja yaa.... vote and comment please!!!

Oh iyah jangan lupa baca cerita seriesku dan cerita 'Behind The Camera' hari senin yaaa !!!!!

Aku update part 38 nanti malam (: see you soon.

Love all ❤

BE A RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang