#Part 12

1.6K 81 9
                                    

"Gue tau kalau lo bakal ke sini karena lo nggak benar-benar ke UKS."

"Ngapain lo kesini? Sana ke perpustakaan aja, gue lagi mau sendirian!"

"Gue maunya di sini, gimana?"

Dengan kesal aku berdiri dari dudukku. "Ya udah, gue cabut."

Aku berjalan melewati Hadi yang masih diam di tempatnya, tapi tiba-tiba saja tangannya menahan lenganku.

"Lepasin, Di," pintaku dengan nada yang sedikit tegas.

Hadi menarikku kembali duduk di tempat semula. Ia melepaskan tanganku dan ikut duduk di sampingku.

"Lo kenapa nggak masuk ke perpus tadi? 'Kan lo jalan duluan."

"Bukan urusan lo!" ucapku sambil berdiri tapi tanganku lagi-lagi di tarik oleh Hadi. "Ada apa lagi sih, Di? Lo nggak ada urusan sama gue jadi biarin gue pergi!" bentakku kepadanya.

Hadi menghembuskan nafasnya pelan, memegang kedua bahuku dan membawaku berhadapan dengannya.

"Denger yah, bukan gini caranya lo nyelesain masalah. Apalagi ini di sekolah. Sepinter-pinternya orang nutupin kesedihan, ujung-ujungnya bakal ketauan juga walaupun orang itu nggak cerita ke siapa-siapa," ucap Hadi sambil melepaskannya tangannya dari bahuku.

Aku membenarkan perkataan Hadi karena tidak semua orang dapat menyembunyikan kesedihannya. Dadaku terhimpit, benar-benar sangat sesak. Aku memukul dadaku dengan keras, mencoba untuk menghilangkan rasa sesak ini. Hadi mengusap pelan bahuku.

"Gue nggak tau masalah lo dan gue nggak tau lo kenapa. Yang jelas kalau lo nggak tau apa-apa mending tanya dulu daripada salah paham," ujarnya sambil tersenyum kepadaku.

"Oke, Di. Makasih udah kasih pendapat buat gue."

"Sama-sama. Kantin yuk!" ajaknya.

"Masih jam pelajaran! Nggak boleh ke kantin."

"Berarti lo juga nggak boleh ada di taman belakang sekolah. Mwee," katanya sambil menjulurkan lidahnya.

Aku menghentakkan kakiku berkali-kali. "Ah, Hadi rese. Yaudah gue balik ke kelas aja, jangan ikutin gue!"

"Gue juga mau ke kelas kali. Kelas lo kelas gue juga."

...

Degupan di jantungku terasa dua kali lebih cepat dari biasanya. Ok, ini pertama kali bagiku menghampiri Kak Raffa dalam kondisi ramai seperti ini. Dengan langkah cepat aku sampai di depan kelasnnya. Pintu kelasnya terbuka dan menampakkan seorang perempuan yang sangat cantik, imut, kulitnya putih langsat dan tubuhnya tinggi semampai. Ia seperti model dan berbeda sekali denganku. Pasti ia banyak di sukai oleh cowok-cowok di sini.

"Kamu anak kelas 10 ya? Mau cari siapa?" sapanya ramah.

"Kak Raffa."

Ia tersenyum kepadaku. "Ohh, Raffa. Sebentar."

"Raffa ada degems yang nyariin lo nih."

Aku melotot mendengar ia berterian memanggilku dengan sebutan degems atau dede gemes. What?! Aku itu bukan anak kecil, tapi salahku juga yang tidak memberitahu namaku lebih dulu.

BE A RAINBOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang