"Aku tidak mau" aku juga berteriak.

Herald bangun dia mengambil jubah yang dipakainya untuk menutupi tubuh. Dia menggeretku untuk keluar. Didepan pintu dia melemparku. Pintu itu segera di dibanting.

Aku menangis. Aku bersandar didepan pintu Herald. Ketika suara long longan kembali terdengar keras mengalahkan isak tangisku.

Rafael duduk disebelahku. Dia mengandarkan kepalaku di bahunya. "Ini salahku. Dia begini karena aku. Aku bukan satu satunya orang yang menderita". Sesalku dalam tangisan.

"Kau tahu jika kau ingin mendapatkan kebahagiaan kau harus melepas kesedihan." Ujar Rafael.

"Aku mencintainya Rafael. Tapi aku mendahulukan egoku. Rafael menderita" aku menangis.

"Rasa cinta tertinggi adalah ketika kita mampu melepaskan" ujarnya. Aku tak mampu melepaskan, aku masih mencintainya. Meski aku benci dan jijik. Aku mencintainya, mengapa aku melupakan rasa ini. Dan memilih menjadi orang tolol.

Aku menunggu di depan kamar Herald. Beberapa orang memintaku untuk pindah tapi aku tidak mau. Herald keluar saat tengah malam ketika mengadari aku menunggu didepan kamarnya dalam keadaan menangis dan berantakan.

"Sorry" ujarku menangis. Herald berdiri.

"Tidurlah dikamar" pintanya. Aku menggeleng. "Kamarku bau sperma, dan banyak gundik telanjang disana" ujarnya.

Aku mengusap pipiku. Tapi air mata tetap mengalir. Herald masih berdiri, hendak menutup pintu. Aku mengenggam tangannya yang dingin.

Herald melepaskan tanganku lalu berjalan pergi. Aku mengejarnya dan memeluk pinggangnya seketika dia berdiri hendak turun dari tangga. "Aku pernah berjanji padamu akan tetap mencintaimu meski kau bukan raja".

"Aku mengijinkanmu pergi El" suara Herald menyakitiku.

"Herald" panggilku mengeratkan pelukanku.

"Aku terlihat menjijikkan sekarang. Dan kau tidak bahagia denganku. Kau bisa pergi" ujarnya melepaskan pelukanku.

"Aku bahagia" jawabku cepat. Tetap memeluknya. "Aku bahagia denganmu."

Herald menundukkan kepala. Dia melepaskan pelukanku lalu melanjutkan jalannya. Meninggalkanku.

Pagi datang. Aku tidak tidur. Aku masih dalam keadaan menangis. Pintu kamarku dibuka. Dia adalah Herald, dia berusaha menghindar ketika tahu aku belum tidur. Ditangannya dia membawa buku gambar.

"Herald" panggilku.

"El. " panggilnya. "Kau mau ikut kedalan hutan?" Ajaknya. Aku mengangguk. Kami pergi menggunakan kuda. Mataku masih sembab.

Kami masuk ke dalam hutan disebelah kastil putra mahkota. Didalam sana ada danau indah.

Herald berjalan pelan. "Kau sudah makan?" Tanyanya aku memeluk tubuhnya yang sangat wangi pagi ini.

"Belum makan" jawabku.

"Haruskah kita kembali keistana untuk mengambil makan" tanya Herald.

"Tidak. Aku ingin denganmu" ujarku enggan melepas pulakan. Kami melanjutkan perjalanan.

Saat sampai. Herald membantuku turun. "Apa aku sudah dimaafkan sekarang?" Tanyanya.

Aku diam. Aku mengingat kejadia saat dia menembak mati ibuku. "Aku membunuh kedua orang tuaku juga" ujarnya.

"Akupun selalu merasa bersalah. Ketika melihatmu aku makin merasa bersalah" cerita Herald. Kami duduk dipinggir danau dimana ada angsa yang sedang lewat.

"Kau harus bahagia El. Dan aku tahu kau bahagia dengan tn. Polkins" ujar Herald tersenyum.

Aku menatapnya. "Aku semalam hanya marah. Yeah, tapi tenang saja. Aku tidak akan membuatmu bersedih lagi. Kau melakukan tugasmu dengan baik, melahirkan putra mahkota yah cerdas. Setidaknya dia tidak akan menjadi raja boneka sepertiku. Ya kan?" Herald mengusap air matanya.

"Ini. Kadomu" ujar Herald. "Itu adalh gambar gambar yang kucuri darimu" ujarnya memberiku buku gambar itu. "Jangan dilihat harganya...." bicaranya kupotong aku mengecup bibirnya.

Dia menatapku dalam. "Aku merelakanmu bahagia El" ujarnya. "Kau bisa meninggalkanku yang bodoh ini".

Aku menatap mata birunya yang berkaca kaca. "Aku mencintaimu".

"Tidak kau harus membenciku. Aku merenggut semua bahagiamu" herald menjauh.

"Tapi aku mencintaimu. Itu yang kutahu." Ujarku.

"El"

"Herald, aku tidak menyesal menjadi permaisuri. Lambang dari kenistaan. Asal ada kau. Kau yang pertama dan terakhir bagiku. Kau adalah takdirku" jelasku. "Aku hanya melupakan fakta itu, karena aku mementingkan egoku"

Herald menatapku. Dia diam. "Jangan suruh aku pergi Herald" pintaku.

"Baiklah jangan pergi. Tapi hiduplah bahgia denganku, lupakan kesedihanmu. Oh?" Ujarnya aku mengangguk.

**********End**********\

Dier Cute Reader
Terimakasih yang udah mau baca. Jangan lupa Vote Coment dan follow Author yak ~_~. Love love, jangan lupa baca The Day After yang ngakak kocak dan Withered Autumn yang oke geje. Terimakasihh cantiikkk

Nevertheless (Complete)Onde histórias criam vida. Descubra agora