stockholm yang ceria

8.9K 483 5
                                    

Ibu memasukkan barang barangku kedalam koper besar yang tingginya sepundakku. Seperti gaun gaun terbaikku dan buku buku yang diwajibkan ibu untuk ku baca. Tak lupa juga aku membawa teddy bear kumal peninggalan ayah.

Hari itu agak gerimis. Ibu dan berto mengantarku dengan kereta api. Ibu menangis melepaskan kepergianku. Berto berpesan agar aku sering mengirimi mereka pesan.

Perjalanan menempuh kereta. Aku tidak membayangkannya. Aku akan berjalan sejauh ini, pasti Stockholm sangatlah bagus hingga banyak orang dari desa datang kesana untuk mengadu nasib.

Aku tertudur didalam kereta. Aku tidak terbangun lagi saat sudah masuk kedalam kereta. Seolah tidurku sangat amat nyenyak, ditimang oleh goyangan kereta yang mengalun. Ini adalah pertama kalinya aku naik kereta.

Ketika sudah sampai. Seorang berpakaian berjas panjang berwarna kejinggan membangunkanku. Ternyata aku sudah sampai. Segera aku mengambil koper dan beberapa ayam kalkun mentah dan sekotak sayur dibagasi. Ketika turun Bibi Yovia sudah menunggu di dalam terminal. Dia cantik dengan gaun pink dan rambut yang digulung menggunakan topi lebar berwarna senada.

"Kau sudah besar sekali" bibi Yovia memelukku. Pembantunya membawa kotak kotak besar yang kuserer sejal turun dari kereta asap.

Rumah bibi Yovia Tak jauh dari stasiun. Dari jalanan kuda aku bisa melihat istana, kupikir istana tidaklah jauh dari sini.

Stockholm sangat berbeda dengan desaku. Didesa ada bayak hamparan rerumputan yang luas dan tenang. Rumahnya pun masih terbuat dari kayu kayu hutan.

Stockholm berbeda. Sudah banyak rumah rumah bertingkat dan berwarna ceria. Rumahnyapun sangatlah rapi, dengan kereta kuda bibi Yovia yang bersuara nyaring aku menerjang keramaian Stochlom.

"Bibi mereka berpakaian dengan anggun" pujiku melihat wanita wanita yang berlenggak lenggok dengan gaun beraksen indah yang hampir menutupi jalan. Sanggul merekapun tinggi, sangat menarik.

"Kau pasti akan menjadi lebih cantik dari itu" ujar bibi membelai rambut choklat padamku yang terurai.

Rumah bibi Yovia sangatlah luas. Pembantunya ada 10 aku tidak hapal semua namnya. Ruangan berlantai 3 yang memiliki banyam sekat. Sangat mewah. Aku terpana.

"Ah kenalkan dia Pablo dan Stuart" kenal Bibi pada sepupuku. Kami tidak pernah bertemu, tapi dari bersalaman saja kami sudah bisa akrab. Umur pablo dan Stuart mungkin sepanteran dengan kakakku berto. Mungkin berbeda setahun atau dua tahun.

Selama beberapa hari di rumah bibi Yovia. Aku menghabiskan waktuku untuk bermain dengan Pablo dan Stuart. Kami bermain pedang-pedangan, membaca di perpustakaan pribadi Stuart, berkuda mengelilingi bukit, dan banyak hal. Aku juga membatu pembantu pembantu bibi membuat kue. Meskipun bibi telah melarangku.

Akhir-akhir ini Pablo dan Stuart juga mengajariku memanah. Aku cepat belajar, dalam seminggu aku bisa memanah burung yang terbang ke selatan.

"Kau adalah penerus dinasti Manov. El" ujar bibi suatu hari ketika aku berayun di ayunan depan rumah.

Aku menoleh, tidak tahu apa yang dibicarakan bibi. "Jika aku memiliki anak perempuan, mungkin aku tidak akan memanggilmu" ujarnya melanjutkan sembari duduk diayunan dan ikut berayun denganku.

"Kau adalah permaisuri negeri ini Elsa" suara bibi Yovia menggetarkanku. Aku menatap bibi dengan dalam.

Benarkah...

Tok tik tok tik tok tik tok tok

Suara kereta kuda datang. Itu adalah suara kereta kuda Pablo dan Stuart yang baru pulang dari sekolah. Aku segera bangkit dan menunggunya didepan gerbang.

Pablo dan Stuart segera turun dengan sumringah. Mereka turun bahkan sebelum kereta kuda benar benar berhenti. "Ayo kita naik ke atas bukit" ujar Pablo. Aku mengangguk dengan sumringah, segera aku masuk kedalam rumah. Mengambil kuda hitam yang sudah kujinakkan. Begtu juga Stuart dan Pablo.

"Yang sampai keatas bukit duluan akan menang" teriak Stuart yang berjalan lebih dulu. Aku dan Pablo segera memacu larian kuda agar bisa mengejar Stuart

"Hati-hati. Pulanglah sebelum matahari terbenam" teriak bibi Yovia dengan samar.

Akhirnya aku menang. Aku sampai diatas bukit lebih dahulu. Sedangkan kedua sepupuku masih berjalan jauh dibelakang. Aku memilih duduk mengamati pemandangan Stockholm dari arah sini. Sembari menikmati juece yang kubawa dari rumah.

Tanpa kusadari ada seseorang dibelakangku. Dia terdengar turun dari atas kuda yang ngos ngosan.

"Apakah kau orang sekitar sini?" Tanya seseorang.

Aku menoleh, aku hanya melihat kakinya karena badannya tertutup oleh badan kuda hitamku. Dia menggunakan sepatu kulit mahal dengan celana yang super lucin. Jubahnya sampai kelututnya.

"Bukan. Aku bukan dari sini aku dari..." jawabku.

"Apa kau tau tempat prostitusi terdekat disini?" Tanyanya lagi memotong jawabanku.

"Aku tidak tahu" ujarku simpel. Orang itu langsung naik keatas kuda, lalu pergi dengan kencang.

Orang gila macam apa yang mencari tempat prostitusi di siang bolong seperti ini.

Umpatku tertawa dalam hati. Tak lama lelaki itu pergi, kedua kakakku datang. Mereka memasang wajah yang kecewa karena aku menang.

Rambut orang itu pirang. Berkibar diterpa angin, rambutnya sebahu. Dengan jas kulit berwarna choklat tua selutut. Aku bisa melihatnya ketika orang itu hilang di balik kabut.

Tapi mereka tidak sendiri. Tiba tiba ada lima kuda dan pasukan tentara mendekati kami.

"Ada apa?" Tanya Stuart ketika tentara itu berhenti namun tidak turun.

"Kami mencari pangeran" jawab salah satu prajurit itu.

Pangeran

Hatiku berdebar.

"Apakah dia hilang lagi?" Tanya Pablo.

"Mungkin dia ke tempat prostitusi. Diakan gila seks" lanjut Stuart. Yang dianggukkan 5 prajurit berkuda itu. "Dua bukit dari sini tepat di ujung jalan sebelah kanan. Kalian bisa mencarinya disana" sahut Pablo.

"Apa kau dari tadi disini nona?" Tanya salah seorang prajurit.

"Yeah, tapi dia baru disini. Dia tidak tidak tahu apa apa" ujar Stuart.

Aku masih menganga. Mengapa tadi aku hanya menengok, mengapa tadi aku tidak melihat wajahnya. Kata orang dia tampan. Aku menyesali kebodohanku.

"Dia pangeran" tanyaku.

"Yeah dia pangeran Herald" pablo mengangguk.

"Putra mahkota swedia yang beringas" sambung pablo.

"Dia gila seks, judi, mmhh mungkin dia juga sedikit psikopat. Aku tidak membayangkan ketika dia harus menjadi raja, apa yang akan terjadi pada negeri ini" stuart bergidik.

"Mungkin dia orang baik" ujarku. "Dia bertanya denganku dengan sopan" ujarku.

"Kau bertemu dengannya?" Tanya Pablo.

Aku mengannguk dan memerahkan pipiku.

Nevertheless (Complete)Where stories live. Discover now