Princess

6.9K 348 0
                                    

Masih aku tenggelam dalam rasa bersalah. Bersalah pada ibu, bersalah pada Berto. Tahta yang kuimpikan bahkan tidak bisa melindungi mereka.
Ketika melihat Aurora aku semakin ingat akan rasa bersalah itu. Ibu tidak tahu aku mengandung, bahkan aku lupa memberitahunya. Aku terlalu tenggelam dalam kebathilan cinta.

Hari hari kujalani dengan sangat suram. Bersamaan dengan tumbuhnya Aurora. 3 mimggu pasca melahirkan Herald datang kekamarku. Bahkan perutku masih terasa nyeri, para pembantu mengambil Aurora ketika aku sedang menyusuinya.

"Ada apa?" Bentakku.

Herald mendekat, aku berjalan mundur. Sejurus kemudian dia menarikku untuk mencumbu. Bau badannya penuh alkohol, dia sedang diluar kendalinya. Dia membuka bajuku dengan kasar. Kami melakukan hal itu, tapi aku sama sekali tidak menikmatinya.

Herald pergi pagi pagi sekali. Ketika aku berdiri didepan cermin. Kulihat tubuhku yang penuh luka gigitan dan nampak memar. Kemaluanku terasa sakit. Herald melakukannya dengan kasar.

Tak ada pembicaraanku dengan herald setelah hari itu. Aku sering absen untuk makan siang bersama para bangsawan. Kuhabiskan waktu didalam gereja berdoa dan bertaubat. Atau bermain dengan Aurora sembari membaca buku.

Ketika seorang tabib mengatakan padaku. Aku hamil yang kedua kalinya. Itu adalah ketika Aurora tidak mau menerima Asi dariku.

Aurora tumbuh dengan sangat baik. "Mama" adalah kalimat utama yang dikatakannya ketika dia berusia 8 bulan.

Suatu hari aku ingin jalan jalan. Naik kereta kuda ke atas bukit tempat yang dulu sering kukunjungi bersama mendiang Stuart dan Pablo.

Aurora kupangku diatas perutku yang besar. Aurora bukan bayi yang sangat aktif, dia diam ketika bersamaku. Tapi akan menangis jika dibawa orang lain.

Diatas bukit, aku merasakan hawa angin. Melihat pemandangan Stocholm yang ceria.

Sudah berapa tahun aku tidak pulang

hingga petang aku duduk disana bersama Aurora, beberapa pelayan, prajurit dan kusir. Mereka memintaku pulang, namun aku tidak menggubris. Aku bahkan tidak takut lagi dengan Raja. Jika aku harus mati ditangannya, aku rela.

Disetapak jalan. Orang orang menatapku tajam. Mereka seperti membenci. Hatiku kembali terhujam.

"Jualkan ini disana" suruhku pada pelayan.

Pelayan segera turun dan menjual cicin dan gelang. "Belikan gandum" suruhku lagi.

"Dengan emas sebanyak ini?" Tanyanya. Aku mengannguk yakin. Segera pelayanku membeli berkilo kilo gandum.

"Bagikan kepada orang orang" suruhku.

Itu adalag titah pertamaku sebagai seorang permaisuri. Semenjak hari itu aku menghabiskan waktuku untuk kegiatan sosial. Yang kulakukan adalah membagikan gandum dan bahan panganku untuk mereka yang membhtuhkan.

Para anak anak dan pemuda kuajari membaca dan berhitung. Aku membuat perpustakaan besar di tengah Stocholm, semua buku di kamarku kuhibahkan kesana. Yeah perpustakaan yang memberikan pelatihan bagi orang orang meskipun mereka bukan bangsawan ataupun cendakiawan.

Siang itu seperti biasanya. Beberapa orang pekerjaku, kuli angkut dan petugas penjaga pangan mengatakan mereka mendapatkan banyak gandum dari petani petani yang baru panen. Aku sangat bahagia, jangan masukkan kekerajaan. Taruh di gudang belakang, saat musim kering datang kita bagikan ini kepada mereka yang membutuhkan.

Anak anak yang sudah pandai membaca dan berhitung kusuruh menjadi guru.

Suatu hari perutku terasa mulas. Meski tidak sesakit yang pertama. Seorang lelaki membawaku ke kerajaan.

Dia membantuku melahirkan tanpa kehadiran raja. Anak keduaku lahir, mereka kembar. Butuh tenaga ekstra melahirkan mereka berdua.

Namanya Amanda Elman Eryon Herald dan Avelyna Elman Eryon Herald . Dan yang melahirkan dua bayikh adalah seorang cendakiawan favoritku. Rafael Polkins.

Aku menangis ketika mengetahui anak keduaku juga perempuan.

"Oh kau menangis? Ada yang sakit" tanyanya.

Aku menggeleng. Tapi tetap menangis. "Ada apa? Jangan bilang kau hamil tanpa suami" ujarnya. "Raja akan benar benar membunuhmu. Kau adalah gundik raja kan?" Tanyanya.

Aku tidak memperdulikannya. Para prajurit segera membawaku ke raja. Rafael tidak ikut, dia bersikeras bahwa dia hanya membantu persalinan.

Ketika aku sudah sampai sana dengan badan penuh darah. Para bangsawan telah menunggu didepan kerajaan. Tak terkecuali Herald.

Herald langsung menarik tanganku ketika anakku langsung dibawa oleh seorang pelayan. Aurora langsung bersama pengurusnya. "Kau kemana saja" tanyanya.

"Dimana perhiasanmu?" Tanyanya lagi.

"Memberikannya kepada rakyat" jawabku.

Genggaman Herald makin menggenggam tanganku erat. Aku berusaha melepasnya. "Ini sakit" ujarku dia menghempasku, lalu menampar pipiku.

"Aku tidak pernah habis pikir bagaiamana pikiranmu. Sudah kukatakan untuk tetap di istana." Teriak Herald.

"Aku tidak bahagia di istana. Rakyat membuatku merasa hidup" teriakku.

Herald kembali menamparku. Aku memegang kerah bajunya, kemudian meludahi wajahny. Perutku bahkan masih terasa nyeri.

Herald mengelap wajanya. "Apakah itu perempuan lagi?" Tanyanya.

Para pelayan mengannguk. Herald menarikku. Dia menggeretku denga kasar. Kami melakukannya lagi didalam istana. Aku lelah, lelah dengan semua ini. Aku meronta kesakitan, tapi Herald tidak peduli.

"Aku mau bayi lelaki kau tau itu" bentaknya.

Setahun berlalu. Anak ke empatku perempuan. Namanya Audrey El Manov. Dia mirip dengan ibu. Dia cantik matanya kehijauan tidak seperti kedua kakaknya yang bermata biru.

Herald memaksaku memiliki anak lelaki. Aku hamil lagi setelah kelahiran Audrey.

Aurora beranjak besar, dia sudah banyak mengoceh. Sedangkan sikembar avelin dan amanda baru bisa berjalan.

Siang itu seperti biasa. Aku berada di perpustakaan,
ketika seseorang menyapaku. "Hey kau adalah orang yang melahirkan anak kembar malam itu. Satu tahun yang lalu" sapanya.

Itu Rafael Polkins. Idolaku. Aku segera menutup buku yang kubaca. "Yeah" ujarku.

"Aku pikir kau sudah..." dia menggerakkan tangannya dileher dengan lidah yang menjulur.

"Hahaha."aku tertawa.

"Aku rafael polkins" kenalnya.

"Aku tahu. Aku membaca bukumu. Dan juga perjalananmu ke asia itu fantastic" pujiku.

"Kau seorang bangsawan?" Tanyanya.

"Tidak aku rakyat biasa. Mendiang ibuku mengajarkan aku membaca dan menulis. Kedua orang tuaku mantan bangsawan" ceritaku.

"Apa mereka terlibat penghianatan keluarga Manov beberapa tahun lalu" tanyanya.

Aku mengangguk. "Aku ikut berduka. Lalu dimana sikembar kau tidak mengajaknya"

Aku menggeleng.

"Ini anakku yang pertama, aurora. Ini anak keempatku Audrey. Avelyn dan Amanda sedang berjalan jalan" kenalku.

"Hoaahj anakmu sudah banyak. Kau tau ekonomi saat ini sedang sulitkan?" Tanyanya.

Aku mengangguk. "Aku sedang mengandung sejarang, dan kuharap ini laki laki" jawabku. "Dan yeah aku sedang membenahi ekonomi itu" candaku.

"Heeeiiihh. Kau kan perempuan" ujarnya meremehkan.

"Tapi aku berkuasa" ujarku. Rafael menganga.

Nevertheless (Complete)Where stories live. Discover now