The Hard Day

6.7K 348 0
                                    

Untuk anakku Elsa yang kuharap selalu bahagia. Ibu selalu menunggu pesan darimu, dan ibu selalu bahagia ketika kau menulis pesan bahwa kau bahagia disana. Karena itu harapa ibu untukmu selamanya.

Berto sudah menikah dengan wanita pilihan hatinya. Dia cantik, tapi kaulah yang paling cantik. Berto meminta agar kau tidak datang, dia malu. Kau tahu benar bagaimana Berto itu. Hahaha

Anakku. Kau sudah menjadi permaisuri sekarang. Ibu bangga dengan itu, syukur ibu tiada tara bahwa kau mendapatkan apa yang kau inginkan. Kau pasti bahagia, ibu tahu betul bagaimana perasaanmu.

Anakku, elsa. Hanya satu pesan ibu. Ibu mendidikmu dari kecil. Ibu mengajarimu berpikir luas. Ibu mengajarimu melihat dunia. Kau harus tetap menjadi seperti yang ibu ajarkan. Kau adalah permaisuri sekarang, kau adalah symbol dari negeri ini. Tetaplah menjadi pribadi yang berintelektual dan selalu bahagia.

Salam ibu.

Aku membaca surat surat ibu yang tertahan dikerajaan dan dilarang untuk disampaikan kepadaku. Aku selalu mengirimi ibu surat tapi tidak pernah sekalipun aku mendapat balasan dari ibu. Mungkin suratku juga tidak sampai ke Ibu. Ada sekarung besar surat ibu untukku yang tertahan di kerajaan dan tidak sampai ketempatku.

Semua surat surat ibu selalu kubaca. Surat yang banyak makna untukku. Disana ibu bercerita bagaimana keadaan desa, pendidikan anak anak selain bekerja di ladang ibu mengajari alphabet, dibeberapa surat ibu bercerita pekerjaan baru Berto di Stockholm. Bibi Yovia yang mencarikannya pekerjaan.

Mengapa aku tidak tahu Berto di Stockholm guruku ilmu pedang yang paling kusegani. Kejadian kemarin adalah pemberontakan besar besaran terah keluarga Manov. Bukan tanpa alasan, Herald tidak memberikan satupun tahta pada keluarga Manov. Membuat sebagian keluarga Manov termasuk Bibi Yovia menjadi pemberontak. Ditambah dengan masyarakat yang menolak keras pemerintahan Herald II.

Eryon Herald adalah Raja yang kejam, dan aku adalah symbol kenistaan. Aku adalah Symbol Kebathilan. Bahkan ketika aku berpikir untuk mati, munkin Tuhan menolak untuk menatap wajahku.

Setiap hari kuhabiskan di gereja. Tempat yang selalu sepi dimana aku bisa bertobat. Tapi hanya keheningan yang kudapat, kesedihan terperih yang pernah kurasakan. Bahkan ini lebih perih daripada perselingkuhan Herald yang pertama.

"Kau disini Ratu" seseorang membuka pintu gereja. Dia adalah Raja terdahulu.

Aku bangkit memberi hormat raja duduk disebelahku.

"Kau lebih baik sekarang? Sudah 2 minggu kau terlihat sangat tak karuan. Dan perutmu juga makin buncit" ujar raja.

Aku mengangguk. "Aku turut berduka cita atas perginya permaisuri terdahulu" ujarku.

Raja terdahulu menoleh kearahku. "Aku sedang patah hati" ujarnya dengan tersenyum. Air matanya berada di pucuk mata, seolah memaksa keluar.

Suara tangisannya keluar. "Kau tahu? Aku malu memiliki seorang anak seperti itu. Aku merasa berdosa. Aku..." Raja terdahulu menangis sesenggukan.

Ibu apakah kau merasakan apa yang dirasakan raja Herald 1. Apakah kau merasa berdosa memilikiku?

Aku memegang tangan raja herald pertama. Menenangkannya. Dia menyeka air mata. "Pagi ini aku terbangun, ketika aku meraba kasur sebelahku. Tidak ada orang disana, tapi aku masih bisa menghirup aroma permaisuri." Tangisnya. "Dia sudah pergi. Pergi sangat jauh. Aku tak bisa menggapainya"

Aku bersandar pada dada raja terdahulu. Raja yang bijaksana yang selalu kuhormati sejak pertama pertemu ketika aku belum menjadi apapun. Kami berduka, duka yang amat dalam.

"Aku bukan dari keluarga Manov. Tapi aku ingin berpesan kepadamu, kau harus kuat meski kau adalah orang terakhir yang tersisa dari keluarga Manov." Pesan Raja.

Aku menangis. "Ibuku tidak tahu kalau aku hamil. Alangkah bahagianya dia jika tahu dia akan mendapatkan cucu"

Aku mengannguk. Siang itu Raja Herald 1 menemui Raja Eryon Herald. Dan aku mendengar kabar bahwa Raja Herald 1 memilih untuk meminum racun didepan Raja Eryon Herald.

Suasana kerajaan hari demi hari semakin sepi. Berita kekejaman dan kengawuran Raja Eryon sudah menggelegar diseluruh pelosok negeri. Meski masyarakat sudah mulai kondusif tapi tidak denganku.

Aku menemukan jiwa yang mati dalam tubuhku. Malas melanjutkan hidup bertengger manisn dalam hati dan pikiranku. Tidurku tak lagi nyenyak, makanku juga tidak enak. Kenangan kenangan indah masa lalu tiba tiba menyergapku dan berlahan membuatku sekarat.

Aku telah mati rasa. Hanya rasa berdosa yang kurasaka, hampa dan berantakan.

Hubunganku dengan Herald makin jauh. Pernah suatu malam aku mengusirnya dari kamarku, dan itu adalah awal dari sakit jiwanya.

Dia memelukku ketika aku tidur diranjang. Aku bangkit dengan penuh amarah. "Pergilah" terakku.

"El" dia ikut bangkit.

"Aku bilang pergilah" ujarku. Dia mengangguk lalu pergi.

Aku jarang ikut makan pagi dan makan malam bersama. Waktuku hanya kuhabiskan bertobat di gereja dan membaca buku ditaman. Itu adalah buku buku yang kuambil di rumahmu dan rumah bibi yang telah dihancurkan.

"Raja ingin kau makan di meja makan permaisuri" pelayan menjemputku ditaman.

"Aku tidak lapar" ujarku masih membaca buku.

"Ini perintah" ujarnya lagi. Dia menganggu konsen belajarku. Dimasa hamil tua seperti ini aku agak sensi. Aku terbiasa memukul dan menyalurkan emosi kesiapapun.

Aku menampar pelayan itun "katakan pada raja aku tidak lapar" teriakku. Lalu kemabali duduk.

Tak lama, keluarga dan bangsawan keluar. Pelayan membawa kursi dan meja dari dalam menuju taman. Mereka menganggu ketenanganku.

"Ayo makan" ujar Herald. Aku menatapnya tajam, tak kulihat lagi kehangatan darinya.

"Aku tidak mau." Ujarku membalik buku.

Herald menarik tanganku dengan kasar. Dan menyuruhku duduk disebelahnya. Aku yang sedang hamil tua bisa apa, Herald adalah orang yang terlalu kasar.

"Makanlah" ujar Herald menaruh piringnya didepanku. Dan mengambil piring dari pelayan.

Isi dari piring itu adalah daging asap dan beberapa kentang dan saya yang enak. Aku membanting piring itu, membuatnya terbalik dan mengotori meja. Herald menatapku penuh amarah.

Dia bangkit berdiri. "Kau tidak mau makan?" Tanyanya. Herald membuang dagingnya kepadaku, lalu kentang dan brokoli. Dia mengambil sup dan menuangkan ditubuhku. Didepannya ada susu dan teh dan air putih ia menuangkan itu juga dibadanku. Lalu dia pergi.

Aku masih duduk terpatung. Tak kusangka Herald akan sekasar ini. Tak ada lagi kelembutan darinya. Heraldku yang dulu telah pergi bersama angin.

Setelah mandi Perutku terasa sakit dan memluntir. Ketika darah tiba tiba keluar dan mengalir di kakiku. Aku bangkit berusaha menahan sakit perut ini.

"Ratu melahirkan" ujar salah seorang pembantuku.

Rasa sakit itu tidak tertahankan. Dalam kepalaku aku teringat oleh mendiang pilifa. Ketakutan itu muncul lagi. Raja menemani persalinanku yang pertama. Dia menguatkanku, tapi aku mengingat wajahnya ketika membunuh Pilifa.

Ada rasa trauma untukku melihat Herald. Lelaki yang pernah kucintai. Namun kini telah kubenci. "You will be okay" ujar Herald dia mengelus kepalaku. Ketika kesakitan yang tak tertahankan ini menjalar keseluruh tubuhku.

Aku meludahi wajahnya. Menyuruhnya diam, suaranya membangkitkan amarah didalam hatiku. Aku ingat betapa teganya dia menembak mati ibuku.

"Oeeeee oeeee oeee" bayiku keluar. Aku bernapas lega.

"Dia perempuan" ujar Tabib. Herald menghapus ludah dari wajanya. Dia bangkit lalu pergi tanpa melihay bayi yang baru akan digunting tali pusarnya. Dia nampak kecewa.

Aku kehabisan napas. Aku lemas, itu adalah hari yang paling berat

Putriku yang pertama kuberi nama Puteri Aurora Elman David Herald.

Nevertheless (Complete)Where stories live. Discover now