Etika Kerajaan

7.8K 417 0
                                    

Aku mengurung diriku didalam kamar. Kejadian itu membuatku berpikir tak karuan. Kejadian itu membuat aku memiliki pandangan lain dalam politik eropa saat ini.

Saat itu makan malam. Aku sudah tidak makan dua hari setelah kejadian itu. Saat mendapati harus semeja makan dengan Herald aku memilih untuk pergi dan menghindari pembicaraan atau tatapan wajah.

Jujur saja aku takut dengannya. Aku gemetar dan merasa was was ketika melihat dia berada disekitarku. Kejadian kemarin membuatku trauma.

"Majelis kerajaan akan melantikmu Herald" ujar raja. Aku tidak begitu mendengarnya. "Dan tentu saja engkau Elsa" sambungnya.

Suara raja menghentak lamunanku. "Setelah ini kalian harus memiliki seorang putra mahkota" ujar raja.

Aku mendongak. Putra Mahkota. Itu berarti dia harus lahir dari rahimku. Aku bergidik.

"El" panggil Permaisuri ditengah wajahku yang terlihat dungu.

"Oh" aku bergumam bodoh. "Yeah" ujarku. Menaruh sendok. "Aku harus pergi. Mrs. Petter akan datang sebentar lagi. Ada beberapa lagu yang ingin kupelajari darinya" ujarku beralasan agar dapat meninggalkan meja makan.

Aku segera masuk kedalam kamarku. Dan menguncinya, setelah kejadian itu aku selalu mengunci kamarku. Ada pedang di bawah kasurku. Di ikat pinggang ada pisau kecil. Dan aku menggunakan cicin cicin besar. Aku takut jika Pangeran Herald menyakitiku.

Didalam kamar yang pintu balkon selalu dibuka. Aku duduk ditepi balkon dan membaca baca. Aku tidak lagi dalam mood yang baik ketika membaca buku persalinan. Sehingga aku membaca buku tentang ekonomi.

Waktu demi waktu berlalu. Aku menghabiskan buku ini terlalu telat malam. Kamar ini sudah dinyalakan lilinnya. Didalam kamar ada 4 orang pembantu wanita dan mereka sudah tua. Aku tidak kesepian. Mereka memiliki kunci kamar ini, mereka akan membuka ketika waktu telah menunjukkan waktunya aku bangun. Mereka adalah orang-orang kepercayaanku.

Tok tok

Suara pintu yang diketuk. Aku segera bangkit, para pembantu sedang menyiapkan ranjang untukku.

"Siapa?" Tanyaku.

"Raja Herald" ujarnya dari luar.

Aku gupuh dan segera membuka pintu. SeKetika aku terkejut, lelaki gagah nan perkasa itu berdiri di depan pintu itu. Dia bukan raja Herald yang sesungguhnya dia adalah Herald.

Nafas kami bertemu, aku mendangak dan bisa melihat betapa mancungnya dia.

Jantungku berdegup antara aku takut atau entahlah. Aku tidak pernah sedekat itu dengan lawan jenis.

Aku menutup pintu lagi. Tapi kaki Herald menahan pintu. Dia seolah mendorong pintu. Aku berbalik dan menahan tubuhnya.

"Ada apa?" Tanyaku. Jantungku berdegup lebih kencang.

"Memilikimu" ujarnya dengan nada polos polos. Para pembantu menatapku, mereka pasti berpikir macam macam.

"Aku sibuk" ujarku. Menahan tubuh Herald.

Kaki Herald yang berbulu tebal pindah. Dia tidak lagi mendorong. Pintuku tertutup sekejap, aku tidak lagi mengeluarkan tenaga.

Jedaakk...

Aku tersungkur. Gaunku hampir tersilah. Herald membuka pintu dengan paksa. Para pembantu keluar dari kamarku.

Herald berdiri didepanku. Dia hanya menutupi bagian kemaluannya dengan kain pendek yang tidak sampai di kelututnya. Diapun masih memegangi bagian belakang kain itu.

Pintu ditutup seketika. Aku mendengar itu dikunci dari luar.

Aku bangkit dengan sigap. Kukeluarkan pisau kecil yang ada di belahan bajuku. Mendorong Herald hingga tubuhnya bersandar pada tembok. Tangan kanannya ku genggam erat.

Tangan kirinya memegangi kain belakang kain itu. Dan terhempit oleh badannya. Aku agak menjijit untuk menaruh pisau yang kugenggam tepat didepan lehernya.

Dia seolah kaget dengan gerakanku yang cepat dan sigap. Tapi ekspresinya segera berubah, dia tersenyum nakal.

Tangan kirinya berusaha melepas pisauku. Tapi yang terjadi adalah....

Kain itu terlepas. Dan kain itu terjatuh kelantai. Aku melepaskan sergapanku, aku membalikkan badan.

Makasudku aku sering mendengar desahan desahan seksi nan menggoda. Tapi melihat barang milik Herald, mengingatkanku pada bayi tampan Pilifa.

Herald menendang tanganku dan menjatuhkan pisau kecil yang kubawa. Dia menjambak rambutku dan menghempaskanku diatas ranjang. Dia segera menghimpit tubuhku, dengan menduduki badanku yang kecil jika dibandingkan dengannya. Badannya mendekati tubuhku.

Aku tak bisa bergerak. Kakiku terjebak di lingkaran besi gaunku. Tangan kiriku didudukinya. Hanya tangan kanan yang bisa melindungi tubuhku.

Tak hilang akal aku mengambil samurai dari bawah kasurku. Segera aku memutar samurai itu, menodong lehernya membuatnya bergerak menjauh dariku.

"Kau tidak akan berani melakukan ini" remeh herald. Mulai mendekat lagi membuat pedang mengarah ke leherku. Herald memindahkan samurai yang membatasi kami.

Aku hampir terhipnotis. Aku menggesekkan samuraiku didada bidang Herald sebelah kanan, hanyang goresan kecil namun bisa Membuatnya mengeluarkan sepercik darah.

Shit

Herald mungkin merasa perih. Dia segera bangkit dari tempatnya bertengger dan berjalan pergi. Dia memukul pintu dengan amarah, segera pintunya terbuka.

Aku menarik napas panjang.

Pagi pagi sekali majelis pengadilan kerajaan memanggilku. Jalanku tergesa gesa para pembantu berjalan dibelakangku.

"Penolakan pada suami merupakan tindakan melanggar hukum" ujar hakim ketika aku duduk. "Dan melukai putra mahkota adalah tindakan hukum"

"Hey kau tidak tahu inti masalahnya" elakku.

Para hakim hanya menatapku. Lalu berbicara banyak hal yang tidak kukethui. Aku tidak belajar masalah hukum.

Mungkin jika aku rakyat biasa aku akan dihukum penjara atau mungkin hukuman mati. Namun karena aku adalah calon permaisuri, hukuman yang kudapatkan adalah penghentian belajar.

Yeah. Tidak ada belajar piano, tidak ada lagi buku buku(para tentara membakar semua buku bukuku), tidak ada lagi bermain pedang(raja meminta kembali pedangku). Kamarku digeledah habis.

Setelah persidangam aku mendapatkan cemoohan dari para bangsawan bahkan dari rakyat. Aku hanya terkurung di dalam kamar selama beberapa hari. Terkurung dalam kebisanan yang membuatku ingin berlari, menunggu hingga hari itu datang.

Hari yang sangat amat mendebarkan.

Nevertheless (Complete)Место, где живут истории. Откройте их для себя