Mama Papa Pulang

266 17 0
                                    

Seperti biasa, selesai latihan basket Nina dan Nauval duduk di tepi lapangan basket outdoor. Bercanda, tertawa lepas di bawah teriknya mentari yang sudah sampai di ubun-ubun. Namun itu sama sekali tidak mereka rasakan ketika mereka sudah duduk berdua seperti saat ini.

      Apalagi Dera juga sudah jarang menampakkan diri lagi saat mereka hanya berdua. Itu sedikit membuat Nina bisa bernafas lega, menghirup udara bebas untuk bisa berada dalam suasana romantis bersama Nauval.

“Gue lihat, Dera sekarang jarang banget bareng sama lo Val.”

   
       Tidak tahu kenapa, Nina ingin sekali menanyakan itu, yang seketika mengubah muka Nauval seperti tidak suka mendengar pertanyaan itu. Nina menggigit bibir bawahnya melihat perubahan ekspresi Nauval ketika pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya.

     “Lo ke--kenapa? Gue salah--”

“Nggak apa-apa, dia berangkat sama temennya mungkin.” Tungkas Nauval cepat.

  Nina tidak menjawab lagi, Nina mengerti benar karakter Nauval. Jika sudah seperti ini, tandanya Nauval enggan melanjutkan pembicaraan ini lebih dalam lagi. Lebih baik Nina menyimpan pertanyaannya dan mencari tahu sendiri, daripada harus melihat muka Nauval berubah menjadi flaying dutchmen, tokoh di film kartun spongebob, atau bahkan wajah Nauval akan lebih menyeramkan dari itu saat emosinya berada di ubun-ubun, seperti tuan krabs rebus.

“Gak usah bengong, yuk masuk, udah bel.” Kata Nauval yang langsung menggandeng pergelangan tangan Nina menuju kelas.

“Masuk gih.” Ujar Nauval begitu sampai di kelas Nina dengan senyumnya--mengusap puncak kepala Nina. Laki-laki bunglon. Cepat sekali berubah mood.

“Pelajarannya di cerna, jangan banyak melamun di kelas. kalau lo kesambet gue kan juga ribet. Cantik-cantik kesambet.”

“Ngaco ah. Udah sana lo juga masuk kelas.” Usir Nina seraya mendorong Nauval menjauh dari kelasnya.

     Nina masih berdiri di depan pintu kelasnya sambil menunggu guru pengajar datang. Nina melihat Dera yang berjalan kearahnya, berpapasan langsung dengan Nauval. Namun anehnya mereka berdua seperti dua orang yang sama sekali tidak kenal, bahkan mereka saling memandang lurus ke depan tanpa ekspresi apapun. Nina semakin ingin tahu apa yang sebenarnya membuat mereka seperti sekarang ini.

“Yuk masuk Na, Bu Wenda udah mau datang.” Kata Dera begitu sampai di depan Nina. Nina hanya tersenyum kemudian berjalan di belakang Dera untuk masuk ke dalam kelasnya.

**

“Mama… kapan sampai rumah?” Teriak Nina yang berhambur ke pelukan Mamanya begitu kornea matanya menangkap sosok wanita paruh baya yang begitu di rindukannya.

   “Nina kangen banget sama Mama…”

“Iya sayang, Mama juga kangen banget sama kamu.” Balas Bu Hesty--Mamanya seraya melepaskan pelukan Nina sambil tersenyum.

“Jadi yang di peluk Mama aja? Papa enggak?” Goda Pak Hendra--Papa Nina. Nina yang mendengar suara Papanya langsung beralih memeluk Papanya yang menuruni anak tangga.

  
     Beginilah keluarga kecil ini, meski jarang bersama namun keharmonisan di dalamnya selalu terjaga dengan baik. Nina memandang bahagia ketika kedua malaikatnya tengah berada di rumah. Jika sudah berkumpul bertiga seperti ini, Nina selalu bertingkah seperti anak kecil yang manja dan cerewet sekali.

   
       Bercerita seputar sekolahnya yang tak lepas dari nama “Nauval”. Entah berapa kali nama itu dia ucapkan meski dia selalu mengungkapkan kejengkelannya kepada Nauval. Mama dan Papanya tahu benar dengan perasaan putri semata wayangnya itu kepada laki-laki yang dua tahun ini selalu dekat dengannya, hingga tak jarang Mama dan Papanya selalu menggoda Nina yang membuat muka Nina menjadi merah karena malu, juga kadang menjadi salah tingkah menanggapi godaan orangtuanya itu.

“Kemungkinan Mama akan tetap di rumah Nina.” Nina mendongak, melepaskan tangannya yang sedari tadi memeluk manja Mamanya.

“Serius ma?” Tanya Nina berbinar. Kabar bahagia. Kini dia bisa setiap hari bertemu dan bermanja-manja dengan Mamanya. Mamanya mengangguk, mengusap pelan rambut Nina dengan penuh kasih sayang.

“Iya Na, Mama mau memulai bisnis baru Mama mengurus butik di sini, supaya bisa berkembang lebih baik lagi.” Ucap Mamanya. Sudah lama Nina menanti keputusan mutlak dari Mamanya seperti ini.

“Kalau Papa?” Nina memutar bola matanya kearah Papanya yang duduk di sebelahnya.

“Papa sih belum tahu sayang, tapi kemungkinan terbesar Papa tidak akan berminggu-minggu berada di luar kota atau di luar Negeri. Ya, lebih tepatnya Papa lebih sering di rumah sama Mama dan kamu.” Papanya mengusap puncak kepala Nina, lalu mengecup singkat kening Nina.

Beribu-ribu terimakasih dirapalkannya berkali-kali di dalam hatinya kepada Tuhan yang telah menjawab doanya selama ini. Hari yang sangat bahagia, jika Nina diizinkan kembali untuk bisa berkumpul bersama kedua malaikatnya dari kecil hingga sekarang, dan kini mereka bisa melihatnya bertumbuh semakin dewasa setiap harinya.

**

Kau Setia Tapi Tak NyataWhere stories live. Discover now