Chapter Five

1K 46 24
                                    


"Thanks untuk kemarin, Dude!" Anak lelaki sebaya Alex menyapanya di halaman depan sekolah ketika kami baru saja sampai. Aku tahu dia bukan seorang teman, sebab Alex tidak pernah berteman. Dia dijuluki "Loner" dan terkadang "Babysitter" karena selalu menyendiri dan mengawasiku hampir sepanjang waktu.

Kurasa salah satu alasan sikap antagonis Anastasia karena dia merasa iri tidak memiliki bodyguard seperti Alex. Tentu saja aku juga sengaja menyombongkannya.

"Ayahku promotor musik, kapan saja butuh tiket konser, kau bisa menghubungiku," ujar anak lelaki berambut seterang wortel itu ceria.

"Musik bukan minatku."

"Oh? Yeah, kalau begitu apa pun yang mungkin kau perlukan, aku siap membantumu, Dude. Sebutkan saja kapan dan di mana."

Seringai lebar Alex--menurutku terlihat sangat menyeramkan--muncul, mencerahkan wajahnya. "Akan kuingat."

"Siapa dia? Kenapa dia berterimakasih padamu?" tanyaku setelah si rambut wortel pergi.

"Kami sekelas dalam pelajaran Algebra," Alex menerangkan acuh tak acuh. "Rinciannya tak perlu didengar telinga polosmu, singkatnya bila bukan berkat bantuanku, saat ini pasti dia telah mendapat hukuman berat dari sekolah."

"Kau sangat baik, mau membantu teman yang kesusahan."

Alex mendengus, menertawakan kenaifanku. "Sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebaikan hati. Aku sekedar menabung."

"Menabung?" Aku benci terdengar seperti bocah yang tidak paham banyak hal.

"Uang memang penting, tetapi ada yang jauh lebih berguna dan dapat dipergunakan dalam jangka panjang. Jasa." Alex menarik kepangan rambutku, lalu menunduk, kembali menyeringai sejahat Joker. "Itulah yang kutabung selama ini; jasa banyak orang, yang dapat kutagih sewaktu-waktu jika dibutuhkan."

"Membantu sesorang dengan mengharapkan imbalan itu tidak benar," protesku, mengingat nasehat Mommy.

Melepaskan kepanganku, Alex mengedikkan bahu. "Tidak ada yang gratis di dunia kita, Phoebe. Semua memiliki harga," Ia menatapku serius. "Berhati-hatilah dalam menerima bantuan, terutama bila penolongmu tahu kau seorang Berlusconi."


*


"Berhenti menghubungiku!" Sammy membentak ponselnya, atau lebih tepatnya Peter, yang pantang menyerah, mengemis maaf sang kekasih setelah pertengkaran hebat mereka tiga hari lalu. Pada hari terjadinya ciuman pertamaku.

Meski sadar akan membenci diri sendiri setelahnya lantaran terus berharap, tetap saja aku mengecek ponsel untuk kesejuta kalinya. Dan kembali menemui kekecewaan. Tidak ada pesan teks maupun panggilan masuk baru. Tidak ada kabar dari Kingsbury sama sekali! Apa dia mempermainkanku? Bagaimana bisa dia menciumku lalu menghilang begitu saja seakan ditelan bumi?

Mungkin dia bosan padamu? Mungkin obsesinya padamu telah memudar? Mungkin ciumanmu payah? "Aku tidak ingin mendengar semua itu!"

"Mendengar Sammy mengomel?" tanya Juliette bingung.

"Apa? Oh, bukan. Aku... sedang berdialog dengan diri sendiri." Meringis malu, aku bersyukur detik itu muncul masalah yang lebih membutuhkan perhatian ketimbang memikirkan Kingsbury. "Tuan, Anda harus mengantri seperti yang lain."

Sinfully ObsessedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang