Chapter 4

9.1K 465 9
                                    

Di alam mimpi itu... kutemukan sesosok wanita paruh baya. Ia memakai jilbab syar'i dan memakai gaun putih panjang senada dengan warna jilbab yang ia kenakan. Aisyah Raveesha.

Bundaku...

Ketika aku mendatangi bundaku di alam mimpi itu. Bunda tersenyum ke arahku. Aku pun berjalan menghampirinya dan langsung memeluknya erat.

"Bunda... aku merindukanmu."

"Putri kecilku... mengapa kamu merindukan bunda?"

"Aku kesepian bunda... Sepertinya dunia membenciku. Semua orang terlihat palsu di hadapanku, bunda.
Ayah... ayah tak menyayangiku sewaktu dulu...."

"Ssstttt... kamu tidak boleh berkata seperti itu, sayang. Itu tandanya Allah sedang mengujimu. Allah ingin melihat kamu menjadi manusia yang tegar..."

"Tapi bunda.... Aku tak seperti putri kecilmu yang dulu. Aku kini telah rusak... telah hancur bunda.... Aku telah melakukan banyak hal kemaksiatan. Aku pendosa bunda...."

"Zacquine sayang. Kamu bisa berubah... Kamu bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Asal...ada niat baik dihatimu. Karena bagi bunda... kamu adalah malaikat kecil bunda. Maafkan bunda juga sayang... bunda tak bisa menemani mu."

"Benarkah... bunda? Aku ingin berubah..."

"Kamu pasti bisa. Maafkan bunda ya, bunda tak bisa berlama-lama disini. Selamat tinggal... putri kecilku."

Lalu Zacquine pun terbangun dari mimpinya itu. Tanpa disadari, pipinya basah oleh airmatanya yang terjatuh. Tangisnya pun kembali pecah tatkala ia kembali mengingat mimpinya tadi juga bundanya.

"Bunda... bunda..... Aku merindukanmu..." ucapnya lirih dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi.

Ia memeluk dirinya sendiri. Ia sangat merindukan bundanya. Sosok bidadari tanpa sayap yang sangat ia cintai. Bundanya adalah penuntun, matahari bagi hidupnya.Ia yang mengajari dirinya tentang agama. Tentang segalanya...

Deru nafasnya kian menjadi-jadi. Dadanya yang sedari tadi naik turun tidak karuan. Tangisnya yang semakin pilu, berharap dunia menimpakan semua beban pada dirinya.

Lalu ia pun meredakan tangisnya, berharap ia takkan lagi mengingat hal itu... tapi tetap saja tidak bisa. Ia pun mendongakkan kepala, ternyata sudah pukul 18.00. Tak lama kemudian pun suara adzan maghrib terdengar. Ia menutup matanya, berkata sendiri pada hati kecilnya...

"Aku rindu suara panggilan ini, Ya Rabb...." lirihnya.

Suara panggilan shalat ini yang membuat hatinya kembali sejuk... kembali berharap pada Sang Maha Pencipta. Ia kembali berbicara pada batinnya...

"Allah... dapatkah aku kembali menjadi hambaMu? Aku malu wahai Sang Pencipta... aku malu. Malu karena sudah terlampau banyak dosaku... namun masih kau berikan KaruniaMu..."

"Aku ingin kembali meraih cintaMu... wahai pemilik semesta..." lirihnya lagi.

Setelah Adzan selesai dikumandangkan. Akupun bergegas untuk pergi mandi. Mempersiapkan diri untuk pergi ke acara perjamuan nanti. Oh ya aku lupa... aku ingin sekali shalat... namun aku sedang haid.

Setelah selesai mandi, aku memakai gaun yang telah aku beli tadi siang. Aku sanggul rambut pirangku dan aku memakai heels dengan warna senada. Semua siap...perfect.

Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Setelah aku buka, ternyata terdapat beberapa orang bertubuh gempal, salah satu dari mereka menanyaiku.

"Benarkah ini Nona Zacquine Raveesha? Anda telah ditunggui oleh Nyonya besar di mobil." ucap orang tersebut.

"Ya benar. Terimakasih." ucapku.

The beauty from heart (COMPLETED)Where stories live. Discover now