Part 7

1.5K 57 2
                                    

Aku loncat dari tempat tidurku karena saat aku terbangun, jam dinding di kamar sudah menunjukan pukul 06.10. akibat tadi malam keasyikan menonton film. Aku menuruni anak tangga dan segera menuju ruang makan, yang disana sudah ada mama dan papaku yang sedang sarapan. Aku segera menghampiri meja makan dan langsung mengambil sepotong sandwich dan meminum setengah gelas susu dan langsung mengambil sepatu dan mengenakannya.

"Nindy, mama bawain bekal buat di sekolah ya? Kan tadi kamu makannya cuma sedikit?" tanya mama sambil menyiapkan makanan ke dalam kotak makanku.

"Oke, ma," jawabku sambil mengikat tali sepatu dan lanjut mencium tangan mama.

"Hati-hati, Nin!" ujar mama sambil memerhatikanku di ambang pintu yang sedang berlari menghampiri mobil papa.

Pagi ini cerah sekali, tidak seperti biasanya yang seringkali gerimis saat aku berangkat ke sekolah. Sedikit macet karena memang jalan mendekati sekolahku padat karena sudah pukul 06.40 yang pasti didepan lobby sekolah sudah ada beberapa murid yang dihukum karena terlambat ke sekolah.

"Kapan ujian semester dimulai, Nin?" tanya papa memecah keheningan.

"Seminggu lagi, Pa," jawabku singkat.

"Yah, papa pikir kamu ujian masih lumayan lama, ternyata udah seminggu lagi," ujar papa dengan nada sedikit kecewa.

"Emangnya ada apa, Pa?" tanyaku penasaran.

"Nanti saja pulang sekolah papa beritahu, sekarang sudah sampe tuh," ujar papa sambil menunjuk ke gedung sekolah.

Benar saja, sudah ada tiga barisan yang terdiri dari barisan kelas sepuluh, kelas sebelas, dan kelas dua belas. Aku segera menempati barisan dengan berlari kecil. Didepan barisan terdapat Bu Fira, guru seni budaya-ku yang galak dan menyebalkan. Seharusnya yang berdiri mengawas didepan barisan adalah guru BK, tapi malah guru killer ini yang mengawas, pasti aku kena ocehannya pagi ini.

"Nindy, tidak biasanya kamu terlambat ke sekolah? Kenapa kamu terlambat hari ini?" tanyanya sambil menatap sinis seperti ingin membacok perutku dengan celurit.

"Ehm, anu bu...tadi pagi saya sakit perut, jadi berangkatnya agak telat deh, he he," jawabku ngarang sambil cengar cengir.

"Ibu tuh rumahnya jauh dari sekolah, tapi ibu tidak pernah terlambat ke sekolah, disiplin dari dulu. Siapa yang pernah melihat ibu terlambat datang ke sekolah? Tidak ada kan?" celotehannya membuatku pusing, ditambah dengan berdiri menunggu bel dimulainya jam pelajaran kedua.

Bel pertanda jam pelajaran kedua berbunyi, itu tandanya aku segera masuk ke kelasku. Sedang berlangsung pelajaran Ms. Poppy, pelajaran Bahasa Inggris.

"Permisi, Miss," ujarku sambil mengetuk pintu yang terbuka, yang membuat satu kelas menengok ke arahku.

"Kamu dulu tidak terlambat, menjelang ujian semester malah seperti ini. Masuk," Miss Poppy menyuruhku duduk, dan materi berlanjut.

Arini tidak masuk hari ini, membuat aku duduk sendiri hari ini. Sambil mengeluarkan buku, tiba-tiba ada yang melempar bola kertas ke mejaku. Aku refleks menengok ke arah pelempar, dan itu adalah Nathan. Dia sedang ketawa kecil setelah melihatku yang kebingungan.

' Cie, telat. Tumben banget hehehe. ' tulisannya yang berantakan itu membuatku geram karenanya. Tapi aku tidak memedulikan hal itu dan tetap fokus pada pelajaran.

Bel istirahat berbunyi, anak-anak segera berhamburan memadati kantin, lapangan sekolah, teras kelas, dan tempat asik lainnya untuk bersantai. Aku memilih untuk pergi ke kantin mengisi perutku yang sudah rewel ingin diisi dengan makanan. Aku duduk ditengah keramaian kantin sambil makan roti bakar keju dan segelas es teh manis. Saat sedang asyik mengunyah, Nathan datang menghampiriku sambil cengar cengir.

"Kenapa senyum senyum gitu?" tanyaku heran.

"Gue kepilih jadi kapten basket, gantiin kak Josh, hehehe," ujar Nathan lalu menyeruput es teh manisku.

"Kok gue gak tau? Sejak kapan lo kepilih?" karena memang Nathan tidak cerita mengenai basketnya.

"Hari sabtu pas latihan, kan kelas dua belas udah gak boleh aktif, jadi harus ada kapten baru."

"Oh, traktirannya mana?" tanyaku sambil menengadahkan tanganku.

"Tenang aja. Udah gue kasih spesial buat cewek bawel kayak lo, hahaha."

Aku ikut merasa senang dengan terpilihnya Nathan sebagai kapten basket di sekolah. Sepanjang istirahat, aku berteriak 'NATHAN KAPTEN BASKET LOH SEKARANG!' disetiap lorong saat sedang berjalan dengannya. Mulai dari istirahat pertama, kedua, sampai pulang sekolah.

Aku menunggu Nathan didepan gerbang sekolah. Jam sudah menunjukan pukul 14.30 saat sekolah sudah lumayan sepi. Benar saja, Nathan sudah menuju gerbang. Menghampiriku dan mengajakku ke sebuah tempat makan yang tidak jauh dari sekolah.

Aku dan Nathan tiba di tempat makan. Nathan memilihkan kursi untuk kami berdua dan segera duduk. Kami berdua diam tanpa kata untuk beberapa menit, sampai pelayan datang menanyakan pesanan. Aku memesan makananku, begitu juga Nathan.

"Kenapa lo senyum-senyum?" tanyaku yang terheran melihat Nathan yang cengengesan melihat layar hp-nya.

"Eh, menurut lo Diandra gimana?" tanya Nathan menyelidik.

"Diandra anak kelas sepuluh itu? Yang anak basket itu, kan?"

"Iya! Dia cantik ya, Nin?"

"Gak juga ah. Biasa aja kali," jawabku datar sambil membaca novelku.

"Ya kan gue baru aja deketin dia, Nin. Siapa tau lo kenal dia gitu?" ternyata Nathan sedang mendekati adik kelas.

"Gak kenal lah gue, ngapain nanya ke gue sih?" tanyaku rada kesal.

"Kan udah di traktir masa malah ngambek sih? Kan gue traktir lo sebagai perayaan gue sebagai kapten, juga gue mau kasih tau ke lo kalo gue deket sama Diandra," ujarnya dengan riang.

Aku tidak suka jika Nathan terus-terusan bercerita tentang Diandra. Sakit hati mendengarkan curhatannya itu. Aku tidak menyangka bahwa Nathan mendekati seorang perempuan tanpa sepengetahuanku. Selama aku makan, aku dan Nathan tidak berbicara satu sama lain, Nathan hanya sibuk dengan layar hp-nya yang mungkin saja dia sedang chatting dengan adik kelas itu.


Cinta dan NathanWhere stories live. Discover now