Apartemen Do Luhan

3.2K 230 15
                                    

"Chen chen!"

"Yo! Kyungie-yaaa."

Aku berjalan cepat menghampiri sahabatku, Kim Jongdae. Tetapi aku lebih suka memanggilnya Chen karena itu adalah nama khusus dariku.

Chen dan aku sama-sama mengambil jurusan seni di Seoul National University. Seni vokal, tepatnya. Kami berdua mempunyai suara yang lumayan bagus, hihi. Bedanya, suaraku cenderung lembut sedangkan Chen mempunyai suara yang melengking.

Walaupun kadang berisik dan sangat jahil, tetapi jika sudah mendengar Chen bernyanyi, rasanya tengah berada di surga.

Omong-omong surga...

Luhan hyung...apa kau sedang berada di sana?

"Ya! Kau sudah mempersiapkan tes yang diberikan oleh Jo ssaem?" Chen bertanya sambil menepuk pundakku, menyadarkanku dari khayalan yang menyakitkan.

"Mmm...tes yang mana sih?" 

"Itu lho...tes lapangan. Kita harus mengunjungi tempat kursus musik 'Yeong Musiceo' dan mendapat bimbingan dari sana."

"Dari mana kau tahu kalau kita harus ke Yeong Musiceo?"

"Ish kau ini. Tentu saja dari Jo ssaem. Satu kelompok ada tiga orang. Kebetulan kita satu kelompok, ditambah dengan-"

"Hello everybody!"

Belum selesai Chen menyelesaikan kalimatnya, seorang namja mungil yang terkenal hiperaktif muncul sambil merangkul pundakku dan pundak Chen.

Itu Byun Baekhyun. Diva(namja)fakultas seni.

"Byun Baek satu kelompok dengan kami?" tanyaku pada Barkhyun yang wajahnya terlihat sangat ceria.

"Yup! Kyung Owl dan Chen Duck." Baekhyun mengedipkan sebelah matanya padaku dan Chen. Aku setengah mati menahan tawa ketika melihat ekspresi Chen yang seolah-olah ingin muntah.

"Yeong Musiceon...ada di sebelah Apartemen DL ya?" tiba-tiba Baekhyun bertanya. Pertanyaannya membuat perasaanku sedikit tidak enak. "Apartemen DL ada di perbatasan Seoul-Incheon. Itu artinya Yeong Musiceon juga ada di sana."

"Jauh." kata Chen singkat ditanggapi dengan anggukan dari Baekhyun.

"Ah, omong-omong...DL itu singkatan ya?" tanyaku.

"Iya. Setahuku, DL itu singkatan dari nama arsiteknya, Do Luhan. Dia adalah arsitek yang hebat...sayangnya sudah tiada."

Aku tercekat mendengar jawaban Baekhyun.

Apa katanya tadi? Do Luhan?

Jadi...apartemen itu tetap dibangun?

Apartemen Do Luhan...masih ada sampai sekarang?

Ya Tuhan...
.
.
.
Seorang namja berperawakan tegap berjalan memasuki apartemen tempat tinggalnya. Kulit tannya memucat karena kedinginan. Ekspresi datar dan tatapan tajamnya membuat siapapun enggan melihatnya.

Ia berhenti di depan lift lalu menekan tombol di hadapannya. Lantai 10 adalah tujuannya. Kamar nomor 12 adalah tempat singgahnya. Mengingat-ingat kedua nomor itu; 10 dan 12, membuat seringainya muncul dan bayangan wajah seorang namja mungil memenuhi benaknya.

'Tinggal sedikit lagi.'

Namja tan itu tersenyum puas. Sebentar lagi mangsanya akan tertangkap. Tidak ada yang tahu kenapa dirinya melakukan hal ini, karena memang tak ada yang perlu tahu. Yang pasti, perasaan itu masih mendekam di hatinya. Tidak mau keluar dan terus tumbuh seiring berjalannya waktu.

Balas dendam;sekiranya orang-orang menyebutnya begitu.
.
.
.
Suasana kantin fakultas seni sedang ramai-ramainya. Berbagai sudut terlihat tak ada yang tak menempati. Semuanya berkelompok, bercengkerama sembari menikmati pesanan masing-masing.

Tak terkecuali Kyungsoo dan Chen.

Setelah pertemuan dan obrolan singkat mereka dengan Baekhyun tadi pagi, Chen menyadari bahwa Kyungsoo terlihat sangat murung dan gelisah. Seolah-olah dirinya sedang dikejar sesuatu yang menekan batin.

Selama kuliah dimulai dan berakhir, Kyungsoo tak mengeluarkan sepatah kata pun dan itu membuat Chen frustasi. Sebenarnya apa yang terjadi dengan sahabatnya itu?

Walaupun sebenarnya Chen sedikit menyadari ada yang aneh dari kata-kata Baekhyun tadi pagi. Tapi entahlah...Chen tidak tahu pasti. Ia takut salah bicara jika tiba-tiba menanyakan apa yang ada di otaknya kepada Kyungsoo.

Sedangkan Kyungsoo dengan perlahan sedang menyeruput milkshake blueberry-nya. Tatapannya kosong dan ia mengabaikan Chen yang sedari tadi menatapnya.

"Ya." Chen menepuk punggung tangan Kyungsoo dengan jari telunjuknya, membuat namja bermata owl itu tersentak. Kelihatan sekali kalau dirinya tengah melamun.

"Wae?" Kyungsoo bertanya ketika melihat ekspresi wajah Chen yang tampak khawatir. Ah, apakah ia sama sekali tak merasakan keganjilan dalam dirinya?

"Kau baik?" tanya Chen sambil menatap lekat-lekat mata owl yang menggemaskan itu.

Kyungsoo terdiam. Kalau ditanya begitu, ia harus menjawab apa?

Salahnya sendiri kenapa menutupi cerita menyedihkan tentang hyungnya. Terlebih tentang mimpi-mimpi serupa yang setiap hari mampir di tidur nyenyaknya.

"Gwaenchanha." jawab Kyungsoo lirih. Itu pilihan yang salah sebenarnya. Gelagat Kyungsoo saat ini membuat Chen bertambah yakin kalau sahabatnya itu sedang dalam mode 'masalah'.

"Maaf, tapi aku tak percaya."

Kyungsoo menghembuskan nafas dengan keras. Sepertinya ia hampir putus asa setelah mendengar perkataan Chen. Tak ada pilihan lain selain menceritakan yang sebenarnya.

"Hah. Baiklah."

"Apa?"

"Akan kuceritakan yang sebenarnya."
.
.
.
Namja tan itu mengernyit tidak suka. Udara di sekitarnya bertambah dingin hingga membuat kulit coklatnya menjadi sepucat orang mati. Kedua tangannya mengepal keras. Apa yang dirasakannya saat ini benar-benar membuatnya marah besar.

"Tak ada yang perlu tahu."

"Tak ada yang boleh tahu."

"Dasar rusa sialan!"

Prang!!!

Dengan sekuat tenaga dihantamnya cermin besar di kamar apartemennya. Seketika telapak tangannya berlumuran darah. Nafasnya memburu-ia sama sekali tak merasakan sakit.

"Argh!!!"

Suatu hal yang baru saja dirasakannya ini memaksanya untuk mengingat kejadian pedih di masa lalu. Bersama seorang namja yang dua tahun lebih tua darinya. Memori yang telah dikuburnya itu kembali lagi. Kalau bisa, namja tan itu ingin membalas dendamnya kepada orang yang tepat. Tetapi sayangnya orang yang tepat itu sudah pergi. Sudah tiada.

Tapi setidaknya masih ada satu orang tepat yang bisa dijadikan tumbal.

Sang adik.

Adik dari si orang tepat.

Jika si orang tepat berani menolaknya, sang adik dari orang tepat harus bisa dipengaruhi. Harus bisa masuk dominasinya.

Dan waktu pembalasan dendam itu tinggal menghitung hari.

Namja tan itu tertawa keras. Tertawa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Membayangkan sang adik dari orang tepat yang sebentar lagi akan berlutut padanya.

'Waktumu sudah hampir habis, owl.'
.
.
.
"Mmm...Chen, apa kita benar-benar harus pergi ke Yeong Musiceon?"

"Kurasa iya. Itu sebuah tugas, jadi...tenangkan dirimu. Aku akan membantumu. Aku janji."

"Terima kasih Chen Chen. Temani aku nde."
.
.
.
TBC

W.O.W
:v
Haloooo. Scary Moment update nih...
Makin ke depan author makin merinding bayangin ceritanya. Padahal kan ini cerita author sendiri :"v
Nggak tau juga deh kok bisa aku dapet ide yang rada horror gini :"
Hmm.
Ya sudahlah.
Riders~~~
Jangan lupa vote sama komentarnya ya~~~
Saranghae
*diiiba88

Scary MomentWhere stories live. Discover now