2. Bangkai Kucing

1.9K 240 32
                                    

sreett sreett sreett

Aku mendengar langkah kaki di seret pada saat aku melangkah kan kaki ku di koridor sekolah sendirian, tanpa teman-teman ku. Di antara Wendy, Sulli dan Seulgi, tidak ada satu pun yang mau menemani ku untuk pergi ke toilet, jadi aku terpaksa ke toilet sendirian daripada harus memaksa salah satu dari mereka.

Niatan ku untuk segera kembali ke kelas lenyap seketika, rasa penasaran ku telah mengalahkan semuanya. Aku pun mendekati asal suara tersebut dengan langkah pelan tapi pasti, berusaha untuk tidak menimbulkan suara gaduh yang akan membuat si pembuat suara menyadari akan eksistensi ku.

Langkah ku terhenti setelah bau anyir menyeruak ke dalam hidung ku, bau anyir tersebut ternyata berasal dari tempat sampah yang berada tepat di samping ku. Karena penasaran aku membuka tempat sampah di samping ku.

Bangkai kucing.

Terlihat bekas sayatan-sayatan di bagian leher bangkai kucing tersebut, dengan segera aku menutup tempat sampah yang tadi ku buka.

Kucing yang malang.

Tidak mungkin jika kucing ini mati dengan sendirinya, aku yakin pasti ada yang melakukannya. Tapi siapa..

Ku edarkan pandangan ku ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapa pun disini. Bulu kuduk ku mulai berdiri. Nyali ku mendadak ciut.

Lebih baik aku segera kembali ke kelas, batin ku sembari memutar balik langkah ku menuju koridor yang mengarah ke kelas ku.

Sebelum berjalan, aku di kejutkan oleh tepukan di pundak ku.

Oh, astaga..

Aku memberanikan diri untuk membalikkan tubuh ku menghadap orang yang menepuk ku tadi.

"Ya ampun, Sehun." Aku memekik lumayan kencang setelah mendapati bahwa Sehun-lah yang tadi menepuk pundak ku.

Sehun terkekeh geli melihat wajah kaget ku.

"Kau sedang apa disini, Krys?" Tanya nya sambil memperhatikan ku tepat di manik mata ku.

"A-aku baru saja keluar dari toilet, kau sendiri sedang apa disini?"

Aku memperhatikan kedua tangannya yang ia jejalkan di saku celananya.

"Sama. Ayo masuk kelas."

Tanpa ia sadari, ia menggandeng tangan kanan ku dan berjalan menuju kelas. Aku melepaskan kaitan tangannya di pergelangan tangan ku dengan wajah bingung ku. Disitu ia baru menyadari kesalahan nya.

"Maaf." Ucapnya di iringi dengan cengiran menyebalkan andalan nya sembari menggaruk tengkuknya.

"Tak apa."

Hening, tidak ada satu pun di antara kami yang memulai pembicaraan sampai akhirnya ia lah yang membuka topik.

Aku menjejalkan kedua tangan ku ke dalam almamater yang ku kenakan sambil menunduk memperhatikan kaki ku yang sedang berjalan melangkah.

"Kau sedaritadi mengikuti ku ya?"

Aku menoleh kan pandangan ku dan memberikan tatapan tajam ke arah nya yang ia balas dengan tatapan polos tidak berdosa.

PSYCHOPATHOnde histórias criam vida. Descubra agora