Jingga Warnaku

186 4 7
                                    

*Flashback*

Aku menatap adegan di hadapanku dalam keterpanaan. Aku tak percaya Deni tega melakukan ini padaku. Kututup mataku. Berusaha menahan air mata yang nyaris jatuh. Deni, kekasihku selama tiga tahun ini, ternyata telah selingkuh di belakangku. Percaya atau tidak, dengan cewek yang diakuinya sebagai cewek paling annoying selama ini. Tapi nyatanya apa? Mataku tak mungkin membohongiku.

Sebisa mungkin tak mengganggu sepasang sejoli di depanku itu, aku berbalik dan berlari menuju taman sekolah. Aku yakin mereka juga tak ingin kuganggu. Kuhargai keinginan mereka. Tak ada adegan melabrak mereka sebelum kemudian meneriakan kata putus sambil menampar pipi kanan si cowok. Aku hanya ingin sendiri. Mungkin dengan begitu, aku bisa berefleksi, melihat apa yang salah dengan yang telah kulakukan selama ini.

Di salah satu bangku taman, aku terduduk lunglai sebelum kemudian menundukkan kepalaku dan membenamkan wajahku di kedua telapak tanganku, berusaha menyembunyikan air mataku. Tiba-tiba kurasakan sebuah sentuhan di punggungku. Aku mengangkat kepala dan menatap sepasang mata sewarna cokelat susu dengan tambahan bercak-bercak yang kurasa merupakan sisa-sisa air mata. Dengan punggung tangan, kuhapus sisa-sisa air mata itu. Cowok di depanku itu tersenyum, seakan mengerti perasaanku. Tapi tak mungkin. Aku bahkan tak mengenal cowok ini. Siapa dia?

"Lo terlalu baik buat dia, Jingga," ucapnya dengan suara lembut. Matanya menyorotkan pengertian sekaligus penguatan. Aku menatapnya bingung. Dari mana dia tahu namaku? Melihat reaksiku, dia beridiri dan setelah tersenyum sekali lagi padaku, dia pergi begitu saja.

Sejak saat itu aku tak bisa melupakan sorot mata sepasang mata cokelat susu itu. Sorot mata yang membuatku merasa lebih baik dalam sekejap. Dan sorot mata yang membuatku jatuh cinta.

*End of Flashback*

Sudah tiga bulan berlalu sejak kejadian hari itu, dan selama itu juga aku selalu memperhatikan David, cowok yang waktu itu telah memberikan perhatian padaku, padahal aku bahkan tak mengenalnya. Ternyata selama ini aku telah dibutakan oleh cinta semu dari Deni sehingga aku tak melihat cogan-cogan yang tersebar di seluruh sudut sekolahku. Termasuk David yang termasuk dalam jajaran cowok populer. Aku bahkan sampai tak percaya bahwa aku sama sekali tak pernah mendengar tentangnya.

Deni? Oh, dia makin lengket dengan Lindsay sekarang. Mereka seperti kembar siam yang tak terpisahkan. Dan bagaimana reaksiku atas kemajuan itu? Aku sih santai saja. Nggak peduli. Sekarang yang aku pedulikan hanyalah David, David, David. Tak ada nama lain di kepalaku selain nama itu.

Anehnya, kalau waktu itu David seperti mengenalku dengan baik, sekarang David sama sekali tak menunjukan bahwa dia ingat kejadian itu, malah dia tampak menjaga jarak denganku. Boro-boro ingat kejadian itu, siapa aku saja, dia tak mungkin ingat. Apa jangan-jangan setelah kejadian sore itu, kepalanya ketimpuk bola basket yang dia mainkan sehingga memorinya tentang aku langsung terlupakan begitu saja? Tapi memangnya hal itu mungkin ya?

Namun, aku takkan menyerah. Aku akan memperjuangkan cintaku untuk David. Karena aku yakin, cintaku yang ini benar-benar cinta sejati!

~~~

"Woi!" seruku membuat Rei tersentak. Siapa Rei? Ni cowok geblek adalah sohibnya David. Dulu dia sempet punya bisnis khusus (ini bukan masalah hal-hal yang diharamkan loh ya) dengan Deni, jadi aku memang sudah mengenalnya sejak lama. Cowok ini memang menyenangkan. Tak heran aku mudah bergaul dengannya.

Rei menatapku tajam, tapi bibirnya menyunggingkan senyum. "Ngapain lo ke sini, Ngga? Nyari David? Dia lagi di kantin," ia langsung memberondongku dengan sederet pertanyaan. Aku hanya diam.

Melihat tak ada reaksi dariku. Rei menepuk tempat di sebelahnya, memintaku untuk duduk. Tanpa bersuara sedikitpun, aku duduk di situ. Rei hanya menatapku sambil terdiam selama beberapa saat. Tapi ketika nyaris semenit berlalu dan aku masih tak mengeluarkan suara sedikitpun, Rei akhirnya angkat bicara. "Lo kenapa lagi sih, Ngga?" tanyanya dengan nada yang terdengar agak kuatir. Aku sendiri tak yakin apa alasannya.

The Untold StoriesWhere stories live. Discover now