Chapter 7; Antara Jogja dan Jepang

4.3K 175 4
                                    


***
Hokkaido, Musim semi

Aku tengah mematut diri di samping kusen kelabu tatkala angin musim semi berhembus pelan memasuki apartemenku. Ada yang kupikirkan sejak pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Pertama, soal Andri. Pria itu sukses membuatku menyesal memutuskan pergi ke Jepang. Aku tidak tahu lagi mengapa kami berada di kampus yang sama, seperti sebuah takdir yang terbungkus indah dalam suatu pertemuan tak terduga; apa ini suratan takdir? Aku tidak pernah berfikir Andri akan memilih Hokkaido, bukankah dari sejak jaman SMA dulu dia teramat mengagumi Tokyo? Mengapa sekarang dia justru berada di Hokkaido? Di kota yang sama denganku, di kampus yang sama denganku, dan...di apartemen yang tepat berada disamping apartemenku. Bagaimana tidak?

Aku mendengus berat, buru-buru merebahkan diri di atas ranjang sebelum stress benar benar menjeratku. Ah sungguh, aku hampir gila.
Saat kepalaku berada di ujung kesuntukkan, aku mendengar suara pintu apartemen di ketuk.
"Wait a minute" seruku lantang sembari membenarkan posisi jilbab yang hampir berantakan. Baru setelah merasa semuanya rapi, aku bergegas menghampiri pintu.
"Ini aku." Andri memasang senyum yang sekilas nyaris sama seperti senyum jaman SMA dulu. Tapi itu tidak penting, mengingat yang lebih penting adalah degup jantungku yang kian tak karuan. Atas dasar apa dia mengunjungi apartemenku? Maksudnya, bukankah sejak jaman SMA dulu dia tahu bahwa aku paling tidak suka diperlakukan seperti ini?
"Aku tidak akan masuk ke apartemen mu, aku tahu kau amat menjaga dirimu. Lihatlah bahkan di negeri orang lainpun kau masih mengenakan gamis dan kerudung lebar nan memukau. Aku akan memastikan selama kita bertetangga semuanya baik baik saja. Dan oh iya, maksud kedatanganku kali ini adalah, aku akan mengajakmu ke Taman Odori untuk bertemu seseorang." jelas Andri.
Aku mendongak, seseorang?
"Seseorang yang tidak akan pernah kau duga" lanjut Andri, aku menyelidik ekspresinya. Siapa seseorang itu?
"Tidak perlu banyak berfikir, jika kau ingin tahu cukup saja mengikutiku." Ujar Andri seolah tahu apa yang sedang ku pikirkan. Pada akhirnya aku mengangguk, mengambil tas kecil dan segera mengunci apartemen.
"Biarkan aku berjalan dibelakangmu, kau teruslah di depan, memimpin."
Andri mengangguk mantap, memimpin langkahku keluar gedung apartemen. Menuju Taman Odori.
***
Di sebuah bangku taman di dekat pohon nan hijau menyegarkan, siluet seorang wanita tampak memukau dari samping. Rambutnya legam menjuntai indah, matanya sipit selaras dengan wajahnya yang kuning langsat. Aku sejenak berfikir, mencerna segala deskripsi itu dan mencoba mengingat-ingat. Sebelum aku sempat menemukan jawaban, Andri memanggil wanita itu, "Dea, Aku bawa Shafara."
Demi mendengar Andri memanggil wanita itu dengan nama Dea, hatiku berkecamuk. Waktu rasanya berhenti. Dea? Andri? Bagaimana mungkin dunia sesempit ini?
"Hai Shafara, long time no see." Dea beranjak dan menyalamiku. Aku hanya nyengir seraya menyembunyikan tangan gemetarku tepat setelah menyalaminya. Dea adalah teman sekelasku waktu SMA, sekelas juga dengan Andri. Kami tidak cukup dekat, tetapi ada beberapa hal besar yang ku lalui dengannya selama masa putih abu-abu itu.
"Aku tinggal tidak jauh dari sini, jika kau butuh sesuatu atau mungkin sekadar ingin ditemani berkeliling kota, hubungi aku, Ra." Dea menepuk bahuku pelan. Sementara aku mengangguk mantap, "Tidak perlu khawatir." ujarku kemudian tersenyum.
"Dunia ternyata sempit sekali ya." Andri bercerita tentang ketidakpercayaannya bertemu kami. Aku mengiyakan setuju. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit, pembicaraan mengalir menjalar kemana-mana. Kami membicarakan banyak hal, termasuk masa-masa SMA. Hanya saja ketika sampai pada bahasan masa masa itu, aku lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.
***
Aku tiba di apartemen tepat tatkala semburat jingga dengan ayunya menggantung di ufuk barat, menciptakan rona menawan dari balik jendela apartemen ku. Pertemuan hari ini cukup menyenangkan. Setidaknya aku mulai belajar banyak hal dari mereka yang notabene nya tinggal di sini lebih dulu. Aku belajar tentang cara memilih makanan halal, restoran mana saja yang menghidangkan halal food, aku juga belajar bagaimana berangkat ke kampus dengan bus kota.

Aku mengecek ponselku. Tidak ada notifikasi satupun. Hal kedua setelah Andri yang kupikirkan sejak tiba di kota ini adalah; Faisal. Fakta bahwa dia tinggal dan berkuliah di Jogja (aku tahu itu dari Reifa) membuatku semakin menyesal telah memilih Jepang. Andai saja aku memilih Jogja, bukan tidak mungkin jika orang yang tengah kutemui saat ini justru Faisal bukan Andri.
Antara Jogja dan Jepang; kami terpaut sejauh itu. Tanpa saling mengenal dekat. Tanpa saling tahu perawakan. Terkadang, cinta yang tulus justru dihasilkan dari hal-hal tidak masuk akal. Seperti sekarang ini.

Ku Aminkan Kau Dalam AminkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang