1; Meski Hanya Sebaris Tulisan

15.1K 392 8
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian, maka hal tersebut diluar kendali penulis.
Selamat membaca setiap bagiannya^^

***
Aku masih memelototi layar komputer ketika lamat-lamat hujan merebah ruah. Jam menunjukan pukul satu siang, saat seharusnya mentari tengah berada di puncak keterikannya.
"Shafara, pergilah tidur siang. Kau harus banyak-banyak istirahat." seru Umi dari balik pintu kamar. Aku mengiyakan, kemudian meninggalkan komputer yang sebetulnya masih menyala. Pandanganku menerawang langit-langit kamar yang tampak hampa.
Aku memejamkan mataku.
Tidak bisa tidur.
Aku bergumam kesal, kesal dengan diri sendiri.
Oh Umi, Afwan, bukannya aku hendak menyangkal perintahmu. Aku sebenarnya mau saja beristirahat, tetapi entahlah, tiba tiba kepalaku dihantui sesuatu.
Aku memikirkan seseorang.
Untuk yang pertama kalinya dalam hidup, aku berani memikirkan seseorang.
Ah sial!
***
"Cinta itu fitrah, Ra. Bahkan insan semulia Rasulullah pun pernah merasakan jatuh cinta." Reifa tersenyum seraya membetulkan duduknya lantas mulai menyeruput secangkir vanilla late. Di luar, gerimis satu-satu mulai bertingkah. Wajar, Januari mulai merekah, saat dimana hujan merebak sepanjang hari.
"Tapi Rei, ini....ugh" aku putus asa memainkan pucuk jilbabku. Sejak dulu, aku selalu membabat habis perasaan setiap kali mulai mengagumi seseorang. Tapi ini, apa? Bahkan untuk menolak dia singgah di fikiran saja rasanya tak mampu.
"Berhati-hatilah dengan sebuah perasaan, Ra. Kadangkala, sebuah perasaan mampu membawamu semakin dekat denganNya, kadangkala pula ia justru menarikmu menjauh dariNya. Sekarang tinggal kamu mengkondisikan. Jaga perasaan itu jika ternyata mampu membawamu semakin dekat dengan Rabbmu, dan tinggalkan jika itu justru melalaikanmu"
Aku mengangguk.
"Memangnya, kenapa kamu bisa menyukai ikhwan sih? Bukannya kamu paling anti dengan begituan?" tanya Reifa.
Aku menatap ke arah jendela.
"Entahlah. Suatu hari, namanya muncul di notifikasiku. Aku jatuh cinta dengan nama itu, sungguh nama yang indah. Aku mencoba mengkliknya dan setelah kutelusuri, dia ternyata seorang pendakwah. Bagaimana mungkin aku tidak mengaguminya?"
Reifa terbelalak lantas segera menatapku penuh tanda tanya.
"Jadi...Ra, kamu belum pernah bertemu?" teriak Reifa, membuat seisi kafe lantas memandang ke arah kami. Reifa kikuk dan kembali menenangkan dirinya.
"Kamu jatuh cinta hanya karena nama?" ulang Reifa, kali ini nada bicaranya tak lagi lantang.
"Ya, aku mencintainya. Meski ia hanya sebatas tulisan...."
Gerimis sudah menjelma jadi hujan, dan Reifa juga sudah mulai berekspresi aneh, menggeleng-geleng. Tidak percaya.
Mungkin aku gila karena telah jatuh cinta dengan sebaris tulisan...
***

Ku Aminkan Kau Dalam AminkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang