3; Hai Selamat Bertemu~

6.1K 285 12
                                    

Maaf sekali lama gak publish, abis dilanda writer's block. Semoga bagian ketiga ini disukai dan jangan lupa vote serta ikuti terus ceritanya ya^^
***
Aku menelusuri jalanan setapak curam menuju sebuah madrasah tua di hilir sungai sekitar 3 km dari rumahku. Hari ini, aku memang sengaja meluangkan waktu untuk sekadar bersilaturahmi dan membantu sekenanya. Selain karena memang sudah menjadi rutinitas setiap satu minggu sekali, aku juga terkadang merasa iba karena tenaga pengajar di madrasah tersebut tergolong minim.
Aku tengah berada di depan sebuah gerbang sedikit lapuk saat sebuah suara menyerukan namaku, seorang wanita bercadar yang selalu nampak bak bidadari terlihat berjalan mendekat. Amira.
"Assalamualaikum ukhti Shafara, maaf aku terlambat." kekehnya seraya menyelaraskan posisi dan melangkah bersamaku menuju bangunan tua itu.
"Wa'alaikumussalam, tak apa. Aku juga baru tiba."
Dia mengangkat jempolnya lantas memalingkan muka kedepan. Kami berjalan ke arah kantor.
Madrasah ini adalah satu-satunya tempat sekolah bagi siswa di desa ini mulai dari anak seusia Tk hingga SMA. Maklum, desa ini memang berada jauh dari keramaian serta kesulitan dalam transportasi sehingga banyak warga yang lebih memilih mensekolahkan anaknya di madrasah tua ini ketimbang harus bersekolah di kota.
Pak Ahmad, seorang pria paruhbaya pemilik yayasan, dan Bu Umi pendampingnya, tengah berada di muka kantor menanti kami.
"Shafara, kami menunggumu sangat lama" teriak Bu Umi, aku hanya tersenyum sembari menjabat tangannya, lalu memberi isyarat salam pada pak Ahmad (tidak menyentuh), begitupun dengan Amira.
"Anak-anak juga sudah menunggu kalian berdua. Cepat masuk". Aku kemudian beranjak memasuki kelas 2 madrasah, dimana bocah-bocah piyik yang teramat semangat itu selalu membuatku takjub. Terenyuh. Aku kemudian mengambil alih suasana kelas, yang semula tenang menjadi agak berisik, dan mereka terlihat amat senang belajar sambil bermain. Aku bersyukur.
***
Satu notif lewat dilayarku.
Aku terbelalak.
Faisal Akbar.
Ya Allah, dia?
Dia muncul lagi di notifku?
Bagaimana mungkin aku tidak terus menerus memikirkannya? Dia selalu datang memulihkan ingatan di masa-masa dimana aku hampir saja berhasil melupakannya.
Oh iya, sebelumnya aku belum pernah mengatakan namanya, kan? Jadi, namanya adalah Faisal Akbar, laki-laki pendakwah yang tempo hari memberikan bom like padaku yang lantas membuatku seolah terjangkit syndrom 'jatuh cinta pada nama'. Yah, tapi nama itu memang indah bukan? Atau aku yang memang sudah tak waras lagi?
Aku mendengus kesal sembari menatapi jalanan setapak didepan madrasah tua ini. Jalanan yang lengang. Maklum, hari mulai memanas, penduduk berbondong-bondong berteduh di rumahnya masing-masing.
"Assalamualaikum" bunyi pesan itu yang lantas membuatku dilema setengah mati. Maksudku, aku bingung mau menjawab apa. Jangan-jangan dia cuma modus? Yah, jaman sekarang kan banyak sekali lelaki yang ngechat dengan dalih ingin kenalan yang pada akhirnya malah bikin baper terus ditinggal giu aja. Tapi, Faisal Akbar seorang pendakwah kan? Apa mungkin seorang pendakwah punya niatan seperti itu?
Yah mungkin saja sih, lagian jaman sekarang banyak kedok berceceran dimana-mana.
Sementara waktu, aku hanya mendiamkan pesan itu menganga dilayarku. Tak kubalas, biarkan saja.
Saat aku kembali menatap jalanan setapak, ponselku berdering untuk yang kedua kalinya. Notif masuk atas nama Faisal Akbar. Ini apa lagi?
"Bagus sekali postingan-postinganmu. Inspiratif. Teruskan. Ndak perlu bales pesan ini, cukup jadikan acuan untuk terus posting hal yang bermanfaat. Salam:)"
Aku terperanjat. Kondisi apa ini? Atau jangan-jangan ini cuma mimpi karena aku yang terlampau mengharap dia yang kutahu bukan hakku?
Diam-diam aku menyunggingkan senyum. Antara senyum getir dan penuh pengharapan. Lalu kumasukkan ponselku kembali ke tas. Apapun ini, aku harus tetap tenang. Bukankah reaksi yang berlebihan juga bisa membuat sekeliling ilfeel?
Jadi, aku hanya diam. Sambil menunggu Amira, aku membereskan barang-barangku dan bersiap kembali ke rumah.

Jikalau rasa kagum yang 'sesungguhnya' mulai menjalari sukmaku, aku selalu memohon, setidaknya, rasa kagum itu tetap pada porsi yang sesuai. Tetap pada takaran yang pas. Tak terlalu berlebihan, tapi tetap terjaga. Sampai nanti, jika kita ditakdirkan untuk bersatu.

Aku selalu berharap doa kita senada. Ya akhi, hai selamat bertemu~

Ku Aminkan Kau Dalam AminkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang