PROLOG

471 19 8
                                    

Hening.

Rumahku terlalu hening. Biasanya selalu ada suara gitar listrik Kak Bagas, atau suara obrolan Kak Aldi ketika menelepon teman-teman kampusnya. Bahkan tidak ada suara apapun dari arah dapur, tempat kesukaan Mama, sunyi, semuanya senyap. Tv yang biasanya selalu menyala, dengan Papa yang asyik menonton berita kini hanya berupa benda mati yang kian bisu.

Hening.

Aku mengernyit.

"Mah?" panggilku, menelurusi ruang demi ruangan di rumahku yang sepi. Tidak ada siapapun di sana. Hanya aku dan semilir angin sore yang menyelinap dari sela jendela yang terbuka setengah.

Menyapu sekeliling, pandanganku mencoba menangkap gerakan apapun. Tapi nihil, tidak ada siapapun. Menjatuhkan tubuhku ke atas sofa, aku bersidekap dengan wajah ditekuk. Tidak biasanya Mama pergi tanpa mengatakan apapun padaku. Bahkan Kak Aldi dan Kak Bagas.

Sambil menggerutu, akhirnya aku berjalan menuju kamarku, menyeret tas sekolahku dengan asal. Kesal karena ditinggal sendirian di rumah. Setelah mengganti seragam putih biruku, dengan kaos dan celana pendek, aku akan langsung main ke rumah temanku. Biar saja nanti Mama yang kerepotan mencariku.

Kamar Kak Aldi kosong, aku mengintip dari balik pintunya yang setengah terbuka. Tapi ketika aku melewati kamar Kak Bagas, seseorang tengah tertidur di ranjangnya. Aku menyipitkan mata, mencoba mengenali siapa orang itu. Tapi aku tidak berani mendekat.

Dia bukan Kak Bagas, kakak keduaku. Tubuhnya lebih kurus dari tubuh Kak Bagas. Tapi wajahnya tidak asing di mataku.

Tertidur pulas, mulutnya sampai terbuka lebar, mengeluarkan suara dengkuran halus. pasti salah satu dari teman Kak Bagas. Pikirku tak peduli, lalu berbalik keluar dari kamar Kak Bagas.

Pluk.

Aku menoleh. Sekelebat bayangan benda jatuh dari langit-langit kamar Kak Bagas tertangkap oleh ekor mataku, menjatuhi sosok yang tengah terlelap itu. Aku mendekat, penasaran. Namun ketika melihat sebuah mahluk mungil dengan kulit transparan muncul susah payah di antara gigi yang terbuka itu, wajahku langsung memucat jijik. Kulitnya yang transparan menunjukan organ tubuhnya yang bergerak-gerak pelan, lembek dan benyek. Mata hitam kecilnya seakan menatap mataku, mengunci pandanganku. Seperti ingin mengatakan sesuatu.

Ckckckcck. Suaranya, tercekat. Seekor cicak malang yang terjebak.

"Hus!" Aku mengibaskan tanganku agar mahluk mungil nan lembek itu segera pergi dari sana. "Hus!!!" usirku lagi. Tapi ketika kaki-kaki kecilnya hendak melangkah, gigi-gigi itu sudah terlebih dahulu tertutup, mengapit tubuh lembeknya. Aku bisa melihat organ-organ tubuhnya kian mencuat dari balik kulit transparannya.

Ckckckk!!!!

Seakan berteriak, cicak itu kesakitan. Ia memberontak, mencoba melepaskan diri, tapi gigitan sosok itu terlalu kencang. Sia-sia jemari kecil cicak itu menggapai ke tepian. Matanya hampir melotot, ketika tubuh bagian atasnya menggelembung karena tertekan oleh gigi-gigi itu. Seperti balon yang ditiup terlalu besar, hampir meledak, kulitnya semakin transparan.

Air mataku tergenang, syok menatap pemandangan itu. Tubuhku bergetar, aku ingin membangunkannya, menyelamatkan cicak yang hampir sekarat itu, namun tidak ada satu suarapun yang bisa keluar dari mulutku. Bisu, aku kehilangan pita suaraku.

Ckckckck...

Suara cicak itu semakin melemah.

"Ci...cicak..." bisikku terbata. Tapi terlambat, mulut itu kembali terbuka, membuat sang cicak tergelincir ke dalamnya. Lalu tanpa tedeng apapun lagi, mulut itu langsung bergerak.

Ckckc... ckck...

Suara si cicak mulai menghilang seiring gerakan mengunyah mulut itu.

Mengunyah!

Cicak itu terkunyah di dalam mulutnya!!!!

Air mataku tidak terbendung lagi. perutku mual bukan main, terlebih ketika melihat cairan berwarna aneh yang menetes tanpa sengaja di sudut mulut itu ketika ia mengecap. Mual! Aku muak! Mulut itu terus mengunyah sang cicak seakan tengah mengunyah ayam goreng yang sangat lezat. Semakin lama, semakin cepat. Nikmat.

Huek!

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku, hampir saja memuntahkan seluruh isi perutku di sana ketika melihat tenggorokannya bergerak, menelan kunyahan cicak itu.

"Huek!!!!"

***


CICAKOPHOBIAWhere stories live. Discover now