Bab Lima

2.5K 44 2
                                    

Sinar matahari menerobos masuk melalui kaca ke dalam sebuah ruangan segi empat yang cukup besar. Ruangan itu disusun dengan sangat minimalis, namun terlihat begitu artistik dengan lukisan-lukisan yang tertata rapi di tembok bercat biru langit. Lukisan yang dibuat dengan cat minyak terlihat lebih banyak dibanding lukisan yang dibuat dengan cat air. Dan lukisan dengan tema abstraklah yang merajai ruangan tersebut.

Sebuah meja kayu besar berbentuk elips kokoh berdiri di tengah rungan itu. Meja itu terbilang unik mengingat meja itu berada di sebuah ruang pertemuan, mengapa? Karena meja itu bukan seperti meja yang biasa dilihat di ruang pertemuan lainnya, tapi meja dengan penuh ukiran di tiap sisinya itu sebenarnya jauh lebih cocok ditempatkan di sebuah ruang keluarga.

Di sekeliling meja itu terdapat pula kursi dengan kesan kuno namun artistik. Para penghuni kursi-kursi tersebut juga punya kesan yang sama, wajah-wajah lama, terlihat serius, dan tampak tidak menyenangkan.

Mungkin tidak semua, karena satu orang terlihat berbeda. Ia mempunyai umur paling muda di antara semua yang ada di ruangan itu dan pastinya mencerminkan suatu semangat yang sangat berapi-api.

Pemuda itu duduk di tengah dan jelas sekali memimpin pertemuan tersebut. Dengan tatapan menyelidik, mata pemuda yang saat ini memakai stelan jas yang rapi hitam, menghampiri tiap orang secara silih berganti searah dengan jarum jam.

Ada seorang wanita dengan rambut panjang berwarna hitam, bermata besar dan berkebangsaan Rusia terlihat asyik memutar-mutar pulpen di tangannya. Di sampingnya ada pria tua berperawakan sedang, berkaca mata dan mempunyai tampang oriental sekali, sedang terlihat sibuk dengan catatan-catatan kecil di bukunya.

Lalu seorang pria bertubuh gembul dengan kumis tebal seperti barisan semut merapatkan tubuhnya ke kursinya, matanya berputar-putar menjelajahi tempat yang terlihat belum pernah dia datangi sebelumnya. Dan tepat di sebelah kanannya, seorang pria berstelan serba ungu dengan pandangan tajam memperhatikan pemimpin pertemuan ini.

“Mungkin kalian terkejut. Atau mungkin kalian merasa bingung melihat aku ada di hadapan kalian saat ini?” kata pemuda yang sedang memimpin pertemuan ini, “bahkan aku berani menjamin bahwa di dalam benak kalian, kalian akan bertanya, mengenai siapakah aku?”

Pemuda itu berhenti untuk melihat respon yang akan didapatkan dari perkataannya itu. Tapi seperti yang ia juga duga, semua orang yang ada di ruangan itu tidak membawa respon yang menarik.

“Namaku Refi, Refi Culsieh. Aku hadir di sini untuk mengumumkan bahwa aku akan mengantikan peran kakekku yang telah meninggalkan kita semua. Dan seperti yang mungkin kalian kira saat ini, aku akan mengantikannya sebagai pemimpin organisasi ini.”

Refi tahu kalimat terakhir yang ia ucapkan akan membawa perubahan pada mimik wajah tiap orang di ruangan itu. Dan dugaannya itu hampir tepat, karena semua orang di ruangan itu cukup kaget dengan pernyataan itu, kecuali satu orang. Pria berstelan ungu.

“Ku harap kalian tidak usah terlalu terkejut! Aku tahu kalian mungkin merasa heran dengan keberanianku duduk di sini. Dan aku juga secara blak-blakan langsung mengumumkan diriku sebagai ketua di hadapan kalian. Tapi.... Tolong jangan pernah salah sangka! Kakekku yang sangat kucintai itu sangat menaruh kepercayaan besar kepadaku, dan kalian harus tahu bahwa dia percaya padaku. Dia juga yakin walau dalam usiaku yang tergolong muda, mungkin jauh lebih muda dari kalian semua. Aku dapat mengantikannya. Dan aku juga tidak akan melakukan ini kalau saja tanpa persetujuan kakek. Baiklah, aku membawa surat terakhir dari kakek.”

Refi melirik ke arah pria berbaju ungu.

“Tolong tunjukkan pada mereka, Johan!”

Johan adalah pria berbaju ungu. Ia membuka map di hadapannya lalu menemukan setumpuk kertas lalu membagi tiap orang di depannya selembar kertas masing-masing. Semua orang yang sudah menerima kertas itu membaca surat itu dengan perlahan-lahan.

untitled...Where stories live. Discover now