"Aku tidak habis pikir." Cara mendesah, memandang Allegra dengan sorot delikkan tajam. "Apa kau tidak bisa berpikir jernih menghadapi semua ini? Hanya karena Justin berlutut dan berpura-pura melamarmu di depan kelas? Itu hanya main-main, Allegra. Aku tahu, kau tidak menyukainya. Lantas kenapa kau diam saja? Kau bisa meninju wajahnya atau menendang kemaluannya seperti dulu, bukan?"

"Aku tidak mau mendapat detensi dan berakhir menyedihkan. Prestasiku bisa rusak!"

"Kalau begitu, kau bisa mengatakan pada Justin kalau kau ingin mengakhirinya. Mudahkan? Kau terlalu memperumit semuanya. Jika kau tidak merasa nyaman, untuk apa kau menjalaninya bersama Justin? Apa kau begitu buta menghadapi soal cinta?"

Allegra tetap bungkam. Dan masih setia memalingkan wajahnya, memandangi hamparan rerumputan yang luas di halaman belakang Perkins High School.

"Dan karena Justin, kini kau mempunyai masalah baru, Allegra. Hailey. Jangan kau kira dia akan diam saja melihat semuanya. Kau harus bertindak cepat. Kurasa kau harus mengakhiri semuanya. Masalah akan semakin membesar jika kau hanya diam saja dan menjambak---"

"Mengapa kau jadi banyak bicara!?" sanggah Allegra tajam seraya menengok ke arah Cara yang tersentak. Seketika Cara terdiam dan menggantungkan celotehannya.

"Jika kau ingin tahu sebabnya, aku hanya mencoba. Aku hanya ingin mencoba mempunyai pacar. Aku hanya ingin mencoba untuk terbiasa dan merasakan bagaimana rasanya. Dan mencoba untuk membuat Harry cemburu melihat semua ini!

Aku ingin Harry merasakan apa yang aku rasakan. Dan satu lagi, aku hanya mencoba untuk menghargai perasaan Justin. Selayaknya kau membalas perasaan Logan yang mencintaimu. Justin juga mencintaiku'kan?"

Cara terpekur dan membeku dalam posisinya. Ia tampak kikuk. Celoteh Allegra yang panjang lebar seakan menamparnya telak. Cara terkesan mengganggu dan terlalu ikut campur. Ia baru menyadarinya. Menyadari bahwa Allegra benar-benar tidak menyukai itu. Meski niat Cara hanya berniat untuk saling peduli.

"Apa 'sih salahnya jika aku mencoba!? Jadi aku tidak boleh merasakan rumitnya percintaan!? Begitu!? Lalu aku harus apa? Katakan, apa yang harus aku lakukan!?"

Cara terdiam selama beberapa detik hingga keheningan mulai melingkupi mereka. Hanya semilir angin dan desauan suara dedaunan yang mengiringi kebungkaman mereka. Allegra mendesah seraya kembali menyibakkan rambutnya yang berantakan. Cara hendak membuka mulut, namun ia mengurungkan kembali niatnya lantas beranjak memalingkan wajah. Dan sepersekian detik Cara membeku di tempat saat melihat tubuh jangkung Harry yang berdiri sekitar satu meter di hadapannya.

"Alle, kurasa aku harus pergi."

"Itu bagus. Pergilah. Tapi ingat, urusan kita belum selesai." tukas Allegra sarkastik. Posisinya yang kini membelakangi Cara membuatnya tak sadar akan kehadiran Harry di sekitarnya.

Cara menghela napas, pasrah saat mengetahui Allegra yang marah padanya. Ia memilih untuk bangkit lantas bersiap untuk melangkah. Sebelum benar-benar pergi, ia sempat bersitatap dengan Harry. Lelaki itu tersenyum tipis seraya mengisyaratkan Cara untuk tidak memberitahu Allegra soal kehadirannya. Dari jarak yang cukup jauh, Cara mengangguk. Lantas gadis pirang itu berlalu menelusuri setapak rerumputan.

Mendengar langkah Cara yang beradu dengan gesekan rerumputan membuat Allegra mendesah lantas memejamkan matanya. Ia berharap bisa mengambil kembali ketenangannya yang sempat terganggu. Allegra benar-benar butuh waktu untuk sendiri.

"Kau bisa melewatkan jam makan siangmu jika terus-menerus di sini."

Suara khas seseorang yang menginterupsinya membuat Allegra berjengit. Kontan ia segera menoleh ke sumber suara dan tubuhnya terasa tersengat ketika iris matanya bertemu pandang dengan iris hijau keabuan milik Harry yang kini duduk di sampingnya. Lelaki itu membenamkan bibirnya sekilas. Lalu meluruskan pandangannya di bawah terik cahaya matahari. Desiran angin menerbangkan helaian rambutnya yang ikal.

SOMETIMES [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang