22: The Question

4.1K 272 2
                                    

"Halo Bri, lo ada di apartemen?"

"Iya, kenapa?"

"Gue kesana sekarang."

"Ada apa si-"

Aku sengaja menutup telepon sebelum Brisa melanjutkan ucapannya.

Aku tau dia bakal tanya aneh-aneh.

Daripada entar ketahuan Prima?

Aku membuka jendela kamar mandi Prima dan mulai berancang-ancang.

Aku melompat dan mendarat mulus di salah satu jendela lalu aku mencoba turun perlahan lagi agar sampai di lantai terbawah.

Memanjat atau turun dari tempat ketinggian bukanlah hal yang asing bagiku.

Aku segera berlari ke arah pagar.

Mampus.

Pagarnya tinggi banget.

Aku harus cari akal.

Pak Dodi, satpam rumah Prima lagi tidur.

Keberuntungan berpihak padaku sekarang.

Aku mengambil kunci yang tergeletak di meja.

Secepat mungkin aku membuka pagar rumah itu.

Dan....

BERHASIL!

Aku segera berlari menjauh dari rumah dan menaiki ojek yang lewat.

Setelah aku menyebutkan alamat apartemen Brisa, aku langsung menaiki ojek tersebut dan berangkat.

***

"Ini ada apa sih? Lo ada masalah sama orang rumah?" Tanya Brisa setelah ia menyuruhku masuk ke dalam apartemennya.

"Bukan sih." Jawabku asal lalu duduk di atas sofa.

Brisa geleng-geleng melihat rekasiku. "Eh tunggu, wajah lo kenapa? Lo pake make up?"

Mataku terbelalak. "Hah? Emang masih kelihatan?"

"Masih kelihatan? Emang lo abis dari mana?" Tanya Brisa lagi sambil meraih daguku, mengecek keadaan wajahku.

Aku menarik nafas. "Tapi, lo janji jangan bilang siapa-siapa."

"Janji. Lo takut banget gue sebar, lo tau sendiri kan gue kayak gimana. Lo nyimpen rahasia ke gue selama ini aman kan?" Ucap Brisa sangat meyakinkan.

Brisa memang sahabat yang terbaik dari dulu.

"Gue dijodohin."

Brisa melotot dengan mulut melongo. "Serius lo? Arel gimana?"

***

"Jadi, lo udah nikah? Nikah sama kakak tirinya Arel?"

Aku mengangguk. "Terpaksa banget Bri. Mama papa gue tuh maksa banget. Pake ngancem yang aneh-aneh lagi. Ya gue takut lah."

"Terus nikahnya tadi pagi?"

Aku mengangguk kembali. "Iya. Nikahnya dipercepat gara-gara gue ketahuan pacaran sama Arel. Mama nggak mau gue pacaran sama siapa-siapa, dia maunya gue sama Prima."

"Eh gila. Kalo gue jadi elo sih gue udah masuk UGD sekarang."

Aku meringis kecil. "Lo tau nggak, Arel seminggu ini nggak masuk sekolah kenapa?"

Brisa menggeleng.

"Arel pertukaran pelajar ke Inggris."

Brisa menaikkan salah satu alisnya. "Nggak heran sih gue, emang dia pinternya tingkat dewa."

"Tapi Bri, aneh. Masa gue line dia, gue sms dia, gue telepon dia, nggak ada yang aktif, nggak ada yang dibales."

"Mungkin sibuk kali, Mor."

Aku mengingat-ingat buket bunga tadi sore yang tiba-tiba terletak di balkon kamarku. "Terus, anehnya lagi, kita kan udah kelas dua belas nih, kenapa dia malah ikut pertukaran pelajar?"

Brisa mengerutkan dahinya, seperti memikirkan sesuatu. "Mungkin, karena dia berbakat kali. Udah, positive thinking aja."

Aku mengangguk, omongan Brisa mungkin benar.

"Eh Mor, lo tau Arel pertukaran pelajar dari mana?"

Aku tersedak ludahku sendiri. "Gue lupa cerita ke elo. Tadi sore setelah resepsi selesai, gue pulang ke rumah. Gue nemuin buket bunga mawar di balkon kamar gue. Ada kartu ucapannya. Ternyata dari Arel, dia bilang lagi pertukaran pelajar."

"Arel dateng ke nikahan lo?"

"Enggak sih, gue nggak liat. Tapi nggak tau lagi." Jawabku sambil mengingat-ingat.

"Bentar deh, Mor. Kalo Arel lagi pertukaran pelajar, terus yang ngirim buket bunga ke elo siapa?"

***

AM-PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang