5: Fail

5.7K 454 0
                                    

Mataku membulat setelah ia mengucapkan dua kata yang keluar dari mulutnya.

"Ya udah? Artinya? Lo ikut?" Tanyaku untuk meyakinkan.

"Iya." Jawab Arel sambil menutup buku di hadapannya.

Aku mengeluarkan tas ranselku lewat jendela di samping. Setelah itu, Arel kusuruh keluar kelas dengan alasan izin ke toilet.

"Rel, tas lo mana? Sini gue lempar ke luar biar gampang ngambilnya."

Arel menggeleng. "Gue cuma bawa handphone. Tasnya biar di sekolah."

Aku mengangguk. "Sekarang, lo izin ke Bimo, dia ketua kelas. Dia yang duduk paling depan."

Arel menuruti perintahku.

Memang dia anak yang pintar.

Selang lima menit, aku izin ke toilet juga. Dan lagi, Bimo percaya sama aku.

Aku buru-buru keluar dari kelas dan menggendong tas ranselku yang sekarang dibawa Arel.

Aku berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan. Arel mengikutiku di belakang.

Dan saat kami melewati ruang BK, Arel menarik pergelangan tanganku dan membuka pintu ruang BK.

Ia membawaku masuk ke dalam ruang itu.

Aku bingung dengan kelakuannya.

Bu Reni, guru BK yang sedang ada di dalam situ menatap kami bingung.

"Ada apa?" Tanyanya dan segera mengembalikan kesadaranku.

Belum sempat aku memberi alasan, Arel langsung mendahuluiku berbicara.

"Anak ini mau kabur dari sekolah bu. Dia mau bolos." Ujarnya sambil menunjuk-nunjukku.

Aku menoleh padanya sambil memelototinya agar ia berhenti bicara.

Bu Reni menatap Arel dengan tatapan bingung.

"Kamu anak baru kelas dua belas kan?" Tanya Bu Reni.

Arel mengangguk. Aku diam saja, pasrah mau diapain aja sama Bu Reni. Tapi, setelah keluar dari ruang BK, aku berjanji akan menghajar Arel habis-habisan.

"Arel?" tanya Bu Reni lagi.

"Iya bu." Jawabnya.

Bu Reni merubah wajahnya menjadi kalem, sedari tadi wajahnya terlihat bingung. "Ini ada masalah apa?"

Arel maju beberapa langkah. Aku mengikutinya.

"Saya tadi lihat, dia mengendap-endap. Saya yakin, ia pasti akan kabur dari sekolah bu." Jawab Arel enteng.

Aku memelototinya kembali. Dia tidak peka.

Bu Reni mengalihkan pandangannya ke arahku. "Benar apa yang dikatakan Arel, Mora?"

Aku memasang muka kalem. "Saya mau izin pulang, bu. Saya lagi nggak enak badan. Dia ini salah paham." Jawabku dengan ekspresi meyakinkan.

Bu Reni diam, seperti menimbang sesuatu. "Arel, sepertinya kamu salah paham. Saya rasa, Mora tidak berbohong."

Aku mengucapkan syukur yang sebesar-besarnya pada Tuhan karena telah memberi keahlian akting padaku.

Aku tersenyum. "Saya izin pulang dulu ya bu, ke Bu Widya, wali kelas saya. Saya permisi dulu bu." Ujarku seraya mencium punggung tangan Bu Reni dengan hidungku.

Arel tersenyum kikuk. "Maafkan saya bu, saya salah paham." Bohongnya kepada bu Reni.

Ia mengikuti apa yang barusan aku lakukan, mencium tangan Bu Reni.

Lalu, kami keluar dari ruang BK.

***

AM-PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang