1: Deskmate

9.4K 660 6
                                    

Jangan-jangan....

Aku mengecilkan volume lagu yang sedang kudengarkan, lalu mendongakkan wajahku dan berhenti bermain game di handphone.

Ternyata, Bu Widya telah memanggilku sedaritadi. Dan, sekarang seisi kelas sedang menatapku. Ada apa?

"Iya Bu? Ibu manggil saya?" Tanyaku polos.

Bu Widya geleng-geleng sambil mengelus dadanya. Apa salahku?

"Arel, kamu duduk di sebelah Mora ya. Dia yang duduk paling belakang sendiri itu." Ujar Bu Widya lalu menujukku.

HAH?

Aku terbelalak kaget. Males banget duduk sama anak baru kayak dia.

Yang ada, dia bakal nanya ini. Nanya itu. Nanya sana. Nanya sini. Pokoknya ribet deh sama anak baru kayak dia, udah keliatan dari wajahnya kalo dia itu tipe-tipe anak baru yang ribet.

Aku melihat bangku di sebelahku. Itu tempat duduk Brisa.

Berarti, masih ada harapan.

"Bu, saya kan duduk sama Brisa. Nanti Brisa duduk sama siapa?" Aku berharap, Bu Widya mengurungkan niatnya untuk mendudukkan Arel denganku.

Bu Widya tampak berpikir sejenak.

Ia mulai menjawab pertanyaanku. "Brisa nanti duduk sama Ina saja. Ina kan duduk sendiri, dan kebetulan hari ini dia tidak masuk. Jadi, Arel duduk sama kamu dulu aja ya?"

Pertanyaan Bu Widya terdengar seperti pernyataan yang tidak perlu dijawab. Sangat menyebalkan.

Dengan berat, aku menjawab pertanyaan Bu Widya dengan satu kali anggukan. Anggukan pasrah.

Oke, sekarang dia jalan ke arah mejaku. Aku mengambil tas di bangku kosong sebelahku dengan kasar.

Setelah Bu Widya keluar, aku mengambil handphone yang tadi kuletakkan di loker meja lalu mulai menyibukkan diri dengan game.

Dan, cowok itu masih berdiri.

Aku menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. Dia seperti orang bingung.

"Gue boleh duduk?" Tanyanya sok sopan.

Aku memutar bola mataku. Malas.

"Duduk aja, nggak ada yang ngelarang." Jawabku datar sambil memainkan handphone lagi.

Dia duduk lalu melepaskan tas ransel yang ada di pundaknya.

Ia mencondongkan badannya ke arahku. Lalu mengulurkan tangannya.

Aku diem aja, berlagak sok nggak tau.

Dia mulai membuka suara. "Gue Arel." Ujarnya sambil tersenyum.

Sekarang, tatapanku sudah beralih ke arahnya, bukan ke handphone lagi.

Entah kenapa, menurutku senyumnya manis banget. Kesannya tulus gitu.

Aku menatapnya dalam-dalam. Ia cowok yang sangat polos. Kelihatan.

"Udah tau, lo kan udah kenalan di depan." Ujarku ketus dan tidak membalas uluran tangannya.

"Nama lo Mora?" Tanya Arel sambil melihat badge namaku di seragam.

Aku menyalakan handphone lagi. Tidak memedulikan dia. Teman sebangkuku.

"Hmm." Aku menjawabnya dengan gumaman singkat.

Hening.

Aku sibuk dengan handphoneku.

Ia sibuk memperhatikanku.

Tunggu dulu. Dia merhatiin aku? Ngapain?

Aku meliriknya sinis. Dia malah tersenyum.

"Ngapain liat-liat?"

"Pengen kenal lebih deket." Jawabnya polos.

Seketika, aku ingin menjotosnya.

***

AM-PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang