Bagian 13

429 30 3
                                    

Authors's Note:

Holla readers! Aduuuh. Kita minta maaf banget nih kalau updatenya lama. Gimana ya... tugas-tugas banyak banget soalnya :( akhirnya setelah sekian lama, kita baru update LATENT eps 13 ini. Gomenasai :(

Oh iya, untuk masalah genre. Maaf banget kalau ceritanya berbelit-belit. Untuk sementara, kita masih main-main dulu di genre romance ya xD. Untuk genre yang lain, tenang deh, nanti bakal muncul. So... stay tune!

Ini Chapter spesial loh! bakal ada 2 sudut pandang!

Oh iya, terimakasih banget buat kalian yang udah mau tetep baca cerita ini! we've reached 3.2K reads untuk cerita yang jelek begini. terharuuuu :')

Hm. yaudah deh, notenya jangan lama-lama. Langsung aja baca chapt 13 ini ya... Jangan lupa vote dan comment! semoga sukaaaaa

HERE WE GO!

****************

Ara's Point of View

   "Yaudah teman-teman, sekarang kita mulai pendakiannya yuk!" Ujar Yusril, sang ketua kelas sembari mengambil kertas daftar kelompok pendakian.

   Sudah bisa ditebak, aku sekelompok dengan manusia beku di sampingku ini. "Yes, aku sekelompok sama kamu, Missy. Kamu tenang aja, aku bakal ngejagain kamu kok,"

   Aku hanya membalas perkataannya dengan tatapan dingin. Aku sebenarnya ragu untuk mendaki gunung bersama seorang laki-laki bercelana panjang, bersweater pink serta bersarung tangan abu-abu ini. Lihat saja, bibirnya sudah membiru karena aliran darahnya yang mulai terhambat. Tangannya terus gemetar tak kuat menahan angin malam yang menusuk, bahkan sesekali aku mendengar suara ketukan giginya yang mulai teratur membentuk irama. Untuk bicara saja Ia kesulitan, apalagi menjagaku?

   "Yuk kita mulai mendaki! Semangat Missy!" Ujarnya sembari menggandeng tanganku. "Lepasin Ka, aku bisa jalan sendiri. Justru kamu itu yang seharusnya hati-hati, jangan sampai pingsan dan nyusahin aku! Awas kamu!"

   Namun, Raka tetap saja tak bisa berhenti bicara. "Tenang, Missy. Kalau sama kamu, semuanya terasa lebih mudah. Apalagi kalau cuman mendaki gunung, ah, kecil!" Ujarnya sembari mengedipkan sebelah matanya.

    Aku sudah tak kuat lagi melihat segala kesombongan dan bualan seorang Medio Arraka.

   Akupun terus melangkahkan kakiku untuk mendaki tanpa menghiraukan Raka. Tanjakan demi tanjakan terus kulalui. Kaki ini tetap kupaksa walaupun sepertinya betisku mulai pegal karena penimbunan asam laktat. Tapi, rasa kesalku dengan Raka seperti memberi energi bagi kedua kakiku. Aku terus melangkah, aku tak mau memperdulikannya.

   "Eh Ara! Gila, kamu cepet banget sih jalannya, hati-hati nanti kamu bisa pingsan loh!" Ujar Dewi yang baru saja aku dahului langkahnya. Aku hanya tersenyum dan menoleh "Ah, biasa aja kok Wi."

   Tiba-tiba..

   Brukkkk!

   Aku merasakan tempurung lututku panas, perih dan sedikit gatal. Celana adventure hitam panjang yang kupakai ternyata tak bisa melindungiku dari tajamnya paras krikil Gunung Ijen. Ya, sepersekian detik yang lalu fokusku pecah karena harus berbicara dengan Dewi. Aku terjatuh. Aku bisa merasakan lututku lecet, namun aku tak boleh berhenti. Aku harus terus berjalan tanpa berbicara lagi. Berbicara hanya menghancurkan fokusku untuk mendaki.

   "Eh, Ara! Berhenti!" Aku bisa mendengar suara Dewi.

   Tidak. Aku harus terus berjalan.

   "Ara! Apa kakimu baik-baik saja? Tunggu Ara, aku akan memberimu obat!"

   Aku tak perlu obat.

LATENTWhere stories live. Discover now