Bagian 1

1K 60 0
                                    

Medan,

3 Mei 2004.

Terlihat seorang pria dengan kemeja putih dan jas hitam tengah berjalan cepat tergopoh-gopoh di sebuah koridor bangunan tua. Aneh, bersikap datar dan berpakaian serapi itu namun peluh bercucuran hingga menembus baju. Entah mengapa setumpuk kertas yang dibawanya terasa seperti setumpuk batu.

Drrrrrttttt. Telepon di sakunya bergetar, ia memperlambat langkahnya.

Drrrrrrtttt. Lagi-lagi teleponnya bergetar untuk yang kedua kalinya. Setelah memastikan situasi aman, ia berhenti dan bersembunyi di bawah dipan tua.

Drrrrrttttt. Ia mengangkat teleponnya. "He.. Hell-".

"What are you waiting for?!!" Sontak pria itu menjauhkan telepon dari telinganya, "How? Why did you take so long? Our time is limited! Apa kamu tidak sadar berapa banyak waktu yang telah kamu gunakan?"

Pria itu menggigit bibir bawahnya dan nampak ketakutan, "Sorry, sir. Saya sudah selesai. Semua berjalan sesuai dengan apa yang anda perintahkan."

"Bagus! Cepat serahkan semuanya pada saya. I hate waiting!", terdengar suara telepon diputus. Ia menghela nafas dan memasukkan telpon di sakunya kembali.

Secepat kilat ia berlari meninggalkan bangunan tua itu. Tak terdengar langkahnya karena kain yang menempel dibawah sepatunya. Ia bergerak seperti angin dan menghilang di tengah pekatnya malam. Sunyi. Hanya serangga-serangga malam yang menjadi saksi kejadian itu.

***

LATENTWhere stories live. Discover now