2

42.3K 1.7K 5
                                    

"Apapun yang terjadi, kamu harus selalu ada di sampingku Dis! Kamu harus jadi istriku! Kamu yang udah nemenin di masa susah-senengku. Dan kamu layak ngedapetin balesannya!"

"I still remember that words, Kav..."batinku.

Para tamu undangan bertepuk riuh saat Radit mencium kening Sherri. Aku pun ikut memeriahkan acara itu dengan menyumbangkan satu lagu favorit Radit.

"Kak gue balik apartemen duluan ya. Besok ada janji sama Valerie mau ngurus keberangkatan ke Singapur."pamitku ditelinga Kak Celine, setelah turun dari panggung.

"Iya sono, lu ati-ati ya. Jangan lupa kabarin Ibu sama Bapak kalo lu mau ke Singapur."

☺☺☺

Aku memoleskan blush-on ke pipiku, dan mengecek iPhone-ku apakah Valerie sudah di lobby. Aku menyambar sling bag pemberian Kavaleri dan bergegas turun ke lobby. Aku pikir tidak ada ruginya menunggu Valerie di lobby.

Beberapa staf mencoba menyapaku dan aku membalas sapaan mereka. Saat pintu lift terbuka, berdirilah seorang wanita seksi yang berhasil membuat aku terkejut. Dia menampakkan senyum miringnya. Aku memandangnya untuk sejenak dan saat tersadar aku langsung masuk ke dalam lift.

"How are you buddy?"sapanya mencoba ramah. Aku menghembuskan nafas.
"Nice. Very nice."
Dia tersenyum geli. "Apa ada ceritanya cewek baik-baik aja setelah ditinggalin cowoknya karena paksaan dari orang tuanya? You are a liar, Ms. Gadis..."

Aku menoleh padanya dan tersenyum semanis-manisnya. "Apa anda buta? Apakah anda tidak bisa melihat jika saya baik-baik saja? Apakah anda berpikir saya hidup bergantung dengan laki-laki yang sekarang ada di pelukan anda? No, Ms. Asha. Permisi"

Aku keluar lift dan meninggalkan Asha -wanita PHO- yang sekarang berhasil menyandang status sebagai "pacarnya Kavaleri". Menggeser namaku dengan cara-cara liciknya. Sungguh memalukan! Aku melihat Swift milik Valerie masuk di halaman apartemen, dan aku segera berlari masuk ke dalamnya.

Aku memasang muka cuek sekaligus jutek. Valerie yang menyadarinya langsung bertanya apakah aku baik-baik saja.

"Lu kenapa sih Dis? Perasaan di telefon tadi lu semangat banget." Mobil kamu mulai meninggalkan kawasan apartemenku.

"Ketemu sama nenek lampir gue. Sebel deh, ngapain juga tuh orang pindah ke apartemen gue. Jadi nggak krasan gue di apartemen."semburku murka.

"Haha, sabar aja deh. Dia tuh sengaja pindah ke situ biar bisa ngeker lu. Dia mah nggak ada puas-puasnya nyakitin elu Dis. Orang kaya begitu mah nggak ada matinya."

"Ya tapi kan gue udah ngasih Kavaleri buat dia Val, mau apa lagi dia dari gue? Kavaleri adalah satu-satunya orang berharga di hidup gue yang gue relain buat dia. Buat dia nikahin!"

Valerie memandangku, merasa iba. Aku pun mendesah, mencoba menahan lelehan air mataku. "Gue gaboleh cengeng, gue gaboleh nangis di depan sahabat gue."

"Gue tau Dis, kapten pilot lu -Kavaleri- itu emang bener-bener cinta mati lu, tapi kita semua nggak bisa apa-apa kan kalo Bokapnya Kavaleri yang nyuruh elu sama Kava harus putus di tengah jalan? Gue malah nggak mau, suatu saat lu nikah tanpa restu orang tuanya Kava dan pernikahan kalian dihancurin orang-orang jahat macem Asha."Valerie mulai serius. Aku mulai memikirkan kata-kata sahabatku di kantor itu.

"Sebenernya bukan masalah Bokapnya Kava atau Asha yang ngeganggu gue Val, tapi soal Kava yang masih pengen balik sama gue. Gue nggak bisa ngebohongin perasaan gue sendiri kan Val? Gue nggak bisa bilang kalo gue udah nggak cinta dia lagi. Tapi mau gimana Val? Bokapnya disantet ama si Asha makanya bisa berubah gitu ke gue."

"Yaudahlah Dis, sabar aja. Gue tau gimana rasanya nggak direstuin orang tua. Lu kencengin doanya, kalopun elu jodoh ya semoga masa-masa kritis macem gini cepetan selesainya. Tapi kalo memang nggak bisa bersatu, gue yakin Tuhan punya seseorang yang lebih baik dari dia."

Aku mengangguk dan benar-benar susah payah menahan air mataku agar tidak meluncur. Aku berusaha untuk memandang langit-langit mobil. Dan, berhasil!

Aku dan Valerie turun dan segera menuju ke meja ticketing. Setelah cukup lama dan cukup alot memilih flight, akhirnya kami menjatuhkan pilihan ke penerbangan Garuda Indonesia pukul 12.45.

☺☺☺

Aku mengemas barang bawaanku dan melihat layar iPhone-ku, Valerie Incoming Call.

"What's up bunn?"

"Gue otw apartemen lu, siap-siap ya!"

#Kavaleri's POV

Aku melihat jam tanganku, jam tangan bermerk pemberian mantan terkasihku. Aku mendesah, aku ingin menghubungi dia. Ingin bertanya apakah dia baik-baik saja, apa dia tidak lupa untuk makan siang dan meminum obatnya. Aku ingin sekali bertemu dengannya. Aku sangat sangat merindukannya. Merindukan ocehan dan gertakannya ketika aku selalu terlambat menjemputnya.

"Kav, kita take off 15 menit lagi. Jangan lupa ya fike cuaca sama file passenger kamu yang bawa." Capt. Isman membuyarkan lamunanku.

"Siap Capt, udah saya bawa." Aku berdiri sambil menyeruput ice tea-ku, dan mataku mengevaluasi keadaan di bandara ini. "Ramai sekali, padahal kan ini bukan musim liburan."batinku.

Saat aku sampai di waiting room passenger, aku menangkap sesosok wanita yang sangat aku kenal, sedang berjalan menuju garbarata. Dia nampak anggun dengan balutan dress berwarna hitam dan dipadukan dengan sepatu Nike-nya. Aku sangat mengenalnya. Aku ingin berlari ke arahnya, tapi Capt. Isman memanggilku dari belakang.

"Kav, kita akan bawa A320, destinasi Singapur dan jumlah passenger ada 245 orang. Menurut smartphone saya sih cuaca cukup cerah. Tapi agak berawan sih jadi kita harus hati-hati nih Kav." Untuk pertama kalinya, aku bosan mendengarkan ocehan Capt. Isman yang sedang menjelaskan penerbangan yang akan aku bawa. Pandanganku tidak terlepas dari Gadis yang sedang menyerahkan tiket ke pramugari yang ada di pintu masuk pesawat.

"Kamu nggak berubah, sayang. Masih cantik, masih anggun, dan masih seperti dulu."batinku.

TBC


yaaww ini post kedua, maaf kalo agak belibet gitu, terima kasih buat yg sudah ngefav dan ngeread hehe... tolong dong kasih review, newbie nih jadinya butuh masukan sebanyak-banyaknya...

TERIMA KASIH!!!

My Captain PilotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang