Part 3

25.8K 1.5K 31
                                    

Part 3

Aku menatap Hans dengan gelisah. Ia baru saja berpamitan pada kedua orangtuaku, dan sekarang sedang berdiri di depanku di teras rumah.

Lidahku kelu untuk memulai obrolan dengannya. Masih terpampang jelas di benak, bagaimana dia dengan percaya diri melamarku pada kedua orangtuaku dan disambut dengan sangat baik oleh Mama, yang pastinya tahu bahwa calon menantunya ini orang kaya dari mobil mewah yang dikendarainya. Sedangkan Papa memilih bersikap biasa-biasa saja.

“Pak …, saya rasa ….”

Hans mengangkat sebelah alis dan menatapku tanpa berkedip membuatku serba salah.

Aku ingin membatalkan semua ini. Tadinya aku menerima tawarannya karena berpikir kami akan melakukan pendekatan lebih dulu. Tapi siapa sangka, Hans langsung melamar pada orangtuaku. Dan Mama, tanpa berpikir panjang, menyetujui begitu saja permintaan Hans agar kami menikah dua minggu lagi. Sungguh ini sangat gila dan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi istri dari pria yang selama ini kukenal sebagai atasanku?

Aku tak habis pikir, apa yang membuat Hans melakukannya? Dia sama sekali belum mengenal kepribadianku, tapi sudah dengan sangat yakin ingin menjadikanku istrinya. Lagi pula, bukankah pria tampan dan kaya seperti dirinya sangat mudah untuk mendapatkan wanita mana pun? Kenapa memilih aku?

Mungkin benar prasangka awalku saat membaca pesan itu, bahwa pengirimnya tidak waras. Pria waras tidak akan melakukan hal seperti ini, bukan?

“Saya …, saya rasa ….”

“Aku pulang dulu, Vin, pernikahan kita akan dilangsungkan dua minggu lagi, siapkan dirimu,” tukas Hans lembut tapi tegas.

Aku terpaku. Aku ingin membatalkankan rencana pernikahan ini, tapi bagaimana mengatakannya?

Mungkin kali ini aku harus menyesal dengan sikap terburu-buruku. Hanya karena desakan Mama, aku buru-buru mencari calon suami, bahkan berani menerima tawaran pria yang kuterima lewat pesan tak jelas di akun sosial media yang ternyata pengirimnya atasanku sendiri.

Seketika wajahku memanas saat merasaan sapuan hangat di sudut bibirku. Lamunanku buyar.

Hans tersenyum tipis setelah mencium sudut bibirku. Tanpa bersuara ia berbalik dan berjalan menuju mobilnya. Dan aku, dengan jantung yang berdegup dua kali lebih cepat, terdiam dan terpaku, hanya bisa menatapnya sambil meraba sudut bibirku yang dicium olehnya tadi.

***

bersambung...

btw jangan lupa vote dan komen. thank you all.

REPOST, SAMARINDA, 29 SEPT 2016

Lowongan CintaWhere stories live. Discover now