Part 1

31.3K 2.4K 52
                                    


1


"Vinsa, umurmu sudah dua puluh tiga tahun, kapan lagi mau menikah?" Terdengar suara Mama menggema ke seluruh penjuru rumah.

Aku menguap dan duduk di sofa di depan TV tanpa sempat mencuci muka lebih dulu. Di pagi Minggu yang cerah ini, saat baru bangun tidur, aku sudah diserang dengan pertanyaan yang satu itu, pertanyaan yang dalam setengah tahun ini sudah hampir seribu kali kudengar. Ah, ini kedengaran berlebihan. Tidak sampai seribu kali. Namun bagaimana jika setiap Minggu pagi, aku terus-menerus dihadapkan dengan pertanyaan itu? Rasanya membosankan dan membuatku stres tingkat tinggi.

Umurku baru dua puluh tiga tahun, masih terlalu muda untuk menikah, tapi Mama selalu menganggap usiaku ini sudah terlalu tua, katanya, dulu, di usia Mama yang seumuranku, aku dan adikku sudah lahir. Uff .... Itu kan dulu .... Mama masih saja berpikiran kuno seperti itu, padahal zaman sudah modern.

Tadinya aku sudah cukup lega karena Jose melamarku. Itu artinya impian Mama akan segera terwujud. Akan tetapi mimpi tinggalah mimpi. Sekarang aku harus kembali pusing oleh desakan Mama. Haruskah kukatakan pada Mama, calon tunggalku telah menendangku?

"Vinsa!"

Lamunanku buyar saat merasakan tepukan Mama di pahaku.

"Jadi kapan mau menikah? Kalau pacarmu tidak serius, Mama ada banyak calon untukmu," kata Mama dengan mata berbinar.

Oh tidak! Jangan sampai itu terjadi! Aku tahu siapa calon-calon yang Mama maksud itu. Paling si Joko, anak Tante Yati yang kerjanya jualan ikan di pasar. Kata Mama walau tampangnya pas-pasan, tapi uangnya banyak. Ah, mana mungkin gadis muda secantik diriku mau sama Si Joko yang lebih mirip om-om daripada anak muda yang penuh gaya.

Atau bisa juga anak Om Arto yang sangat pintar menggombal dan selalu pamer kekayaan orang tuanya tanpa mau bekerja.

Atau Si A, Si B, C, D ....

Ah bikin pusing. Tentu saja aku tidak mau.

"Vinsa sudah ada calon, Ma," tukasku cepat sebelum Mama mengambil keputusan sepihak.

Mata Mama langsung berbinar senang. "Ayo, ajak ke rumah, kenalkan pada Mama dan Papa. Sekalian cepat suruh dia melamar. Mama sudah tidak sabar melihatmu menikah."

Mendengar rentetan kalimat Mama yang panjang lebar dengan wajah berseri membuatku hampir menjerit frustrasi. Mengapa harus secepat ini? Aku tidak punya calon sama sekali. Aku dan Jose sudah putus. Dan tadi aku hanya berbohong agar Mama tidak menjodohkanku dengan pilihannya. Namun kebohongan ini sepertinya akan menjadi bencana untukku.

Tidak lama kemudian Papa muncul sambil membawa satu kantong kresek di tangan, yang kutahu pasti, kantongan itu pasti berisi kue-kue untuk sarapan.

Melihat Papa, Mama langsung euforia bercerita bahwa aku sudah punya calon suami. Rasanya saat ini juga aku ingin pingsan agar tidak mendengar suara Mama yang terdengar menggebu-gebu. Akhirnya, karena tak kunjung pingsan, aku memilih bangkit dan kabur ke kamar mandi. Meninggalkan Mama dan Papa yang bercerita dengan heboh. Sebenarnya Papa tidak seheboh Mama. Papa selalu bersikap santai dan tenang, berbeda sekali dengan Mama yang menurutku selalu berlebihan.


***


b

ersambung...

minta vote n komen ya kawan2

terima kasih

Evathink
IG : evathink

Note : ebook cerita ini tersedia di GOOGLE PLAY / PLAY BUKU, mumer, Rp. 9.900 aja!
Bisa purchase pake CC, DC, pulsa or GOPAY

Cerita tetap dilanjutkan di wattpad sampai TAMAT



Lowongan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang