Dua

424 23 2
                                    

6 bulan sebelumnya...

Hari minggu adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap orang, terutama Abymanyu atau yang biasa disapa Aby, namun kini harus terganggu oleh tamu yang tidak tahu waktu, pasalnya sang tamu terus saja menekan bel apartemennya dengan tidak sabar, menekannya berkali-kali.

"Demi Tuhan, ini masih jam 6 pagi, orang gila mana yang bertamu sepagi ini," dengan kasar disibaknya selimut yang membuatnya enggan beranjak dari ranjang besar miliknya. Kaki panjangnya melangkah gontai menggapai knop pintu, dengan wajah kuyu serta rambut berantakan pria itu membuka pintu apartemen. Susunan kata yang sudah disiapkannya untuk memaki orang yang mengganggunya kini sirna begitu saja saat matanya menatap dua orang satpam berdiri di depan pintu rumah.

"Maaf Pak, ada apa ya?" ditatapnya kedua satpam itu dengan heran. Tidak pernah selama dua tahun ia tinggal di apartemen ini dikunjungi satpam saat pagi hari seperti ini. Ia mencoba mengingat, pernahkah ia melakukan kesalahan? Atau mungkin parkir sembarangan di basement.

"Maaf apa Anda Bapak Abymanyu Dwi Saputra?" tanya salah seorang satpam dengan badan yang lebih kurus dengan sedikit kumis. Di name tag-nya tertulis nama Sucipto.

Aby mengangguk namun, ia masih tidak mengerti.

"Apa ini anak Bapak? Karena di sini tertulis ada nama Bapak juga nomor kamar berapa Bapak tinggal," satpam tadi menunjukkan kertas yang bertuliskan nama serta nomor kamarnya.

Abymanyu Dwi Saputra
Lantai 3 nomor 0-17-0

Aby membalik kertas tersebut namun, tidak ada tulisan lain selain dua baris kalimat di kertas itu.

"Siapa yang kasih ini, Pak?" perhatiannya kembali ke kedua satpam di depannya.

"Kami juga tidak tahu, Pak. Soalnya tadi salah satu penghuni di lantai ini melapor kalau mendengar tangisan bayi dan ia melihat ada keranjang bayi di depan pintu ini, maka itu kami datang untuk mengeceknya dan ternyata benar."

Aby mengalihkan tatapannya ke satpam satunya yang lebih muda, di tangannya terdapat bungkusan yang diduganya seorang bayi karena ia melihat ada tangan kecil menggapai-gapai. Ia melangkah maju, mencondongkan badannya, seketika ia terkesiap.

Mata bulat jernih dengan iris cokelat madu serta hidung mancung itu mengingatkannya dengan seseorang, versi dirinya sewaktu masih bayi. Kepalanya menggeleng otomatis, tidak mungkin bayi ini anaknya, batinnya menyangkal.

"Pak, coba bapak periksa kamera cctv di lantai ini juga lobby. Perhatikan siapa saja yang masuk ke sini, jika ada orang yang terlihat mencurigakan tolong segera beri tahu saya ya, Pak?"

"Siap. Lalu bayi ini bagaimana?"

Aby memejamkan mata sesaat, "Biar saya yang urus bayi ini. Tolong langsung bapak cek semua kamera cctv di sini, terutama tadi malam, lalu laporkan pada saya."

"Baik, Pak! Kami permisi."

Aby menerima bayi mungil itu dalam gendongannya, diperhatikannya bayi ini baik-baik. Ia berani bersumpah jika bayi ini bukan anaknya. Kenapa? Karena selama eksistensinya seorang Abymanyu sangatlah payah dalam hal merayu lawan jenis. Bahkan di usianya yang 28 ini ia masih betah menyendiri, tidak seperti kakaknya ataupun teman-temannya di kantor yang sudah bertunangan bahkan beristri. Ia baru akan memikirkan pernikahan jika usianya memasuki angka ke-30. Dan itu masih dua tahun lagi.

Aby tanpa sadar tersenyum melihat bayi mungil digendongannya tersenyum. Ia memang menyukai anak-anak. Tapi ia tidak pernah ikut andil merawatnya. Bahkan, menggendong bayi baru sekali, saat Alejandra, anak sepupunya lahir.

"Kau ini sebenarnya anak siapa, hm? Kenapa begitu mirip denganku? Seperti saudara kembar–" seperti tersadar sesuatu matanya membulat sempurna. Ia baru melupakan satu fakta itu. Kembar. Dan ia kembar identik. Pantas saja bayi ini mirip sekali dengannya.

A & Z (On Going)Where stories live. Discover now