DUA

9.6K 565 43
                                    


DUA

MATANYA tak bisa lepas dari foto dalam ponselnya. Ia yakin, gadis yang tengah membalas tatapannya dengan senyum menggoda dan mata berkilauan itu adalah gadis yang sama dengan gadis yang ia temui hanya beberapa hari lalu. Gadis yang mengenakan kemeja bunga-bunga berwarna pastel manis dan sopan, mempunyai mata indah dan bertanya-tanya, rambut dikucir satu dan bergoyang-goyang saat ia mengangguk dengan ekspresi sabar, serta bibir yang nyaris polos tanpa pemulas warna mencolok. Gadis yang memiliki senyum memesona.

Ia mendongak, gedung apartemen di belakangnya bukan gedung apartemen mewah. Namun sepertinya semua orang di gedung ini saling mengenal dan luar biasa ramah. Baru saja ia menginjakkan kaki ke gedung ini, sudah ada orang yang menyapanya. Wanita tua dengan rambut separuh putih dan senyum ramah menanyakan keperluannya. Mungkin ia terlihat bingung. Dan saat ia berkata bahwa ia mencari penghuni apartemen bernama Elle Rashita, Oma yang baik hati itu mengatakan bahwa Elle sedang keluar sebentar bersama teman seapartemennya. Beliau bahkan memberi saran supaya ia menunggu sebentar karena biasanya mereka tak pernah keluar lama-lama.

Senyum bermain di wajahnya. Sejak kejadian malam itu, ia tak dapat melupakan wajah itu. Gadis itu meracau, menumpahkan seluruh isi hatinya dengan sedih. Seakan alkohol membuatnya sedih dan bukannya malah fly dan happy. Gadis itu bahkan sempat menangis tersedu-sedu. Ah, bajingan mana yang membuat gadis semanis itu hancur berkeping-keping?

Ia meraba permukaan ponselnya. Gadis itu telah mencuri hatinya. Tadinya ia sudah nyaris menyerah. Tapi, pepatah yang mengatakan kalau jodoh tak akan lari kemana memang bukan isapan jempol. Buktinya, gadis itu muncul sendiri di depan hidungnya.

Tiba-tiba ia berdiri, dari kejauhan terlihat dua sosok gadis yang tengah berjalan menuju ke arahnya. Mereka sepertinya terlibat dalam percakapan yang seru. Penampilan gadis satunya terlihat cuek sementara yang satunya lagi....

Senyum kembali menggurat wajahnya. Gadis itu membawa hangat di hatinya. Wajahnya manis dengan mata bening, hidung tinggi dan ramping serasi dengan bibirnya yang penuh dan wajahnya yang berbentuk hati. Buntut kudanya berayun-ayun dengan riang. Gadis itu mengenakan jaket berwarna pastel di luar kaus longgar dengan gambar beruang besar dan celana jeans selutut. Gadis itu terlihat muda, segar, dan menggemaskan.

"Halo, Miss Elle," sapanya. "Selamat malam."

"Err, malam," jawab Elle. Wajahnya terlihat ngeri.

Eric tak dapat menahan senyum gelinya. Sepertinya bagi Elle, ia sejenis monster yang mengerikan dan harus dihindari jauh-jauh. "Saya tahu, ini sudah terlalu malam. Tapi, bisa saya minta waktunya sebentar saja?"

"Tapi...." Elle menoleh pada jam yang melingkari pergelangan tangannya.

"Ini soal Devon." Eric menatap Elle, mengamati perubahan wajahnya. Menurut keponakannya, Miss Elle sangat baik dan perhatian. Ia yakin Elle tak akan sampai hati menolaknya bila ia meminjam nama keponakannya.

Dahi Elle berkerut. "Devon kenapa?"

"Bisa kita ngobrol sambil jalan? Kamu sudah makan?" tanyanya.

Elle menoleh pada gadis di sebelahnya. Gadis yang sedari tadi tersenyum usil. Berani taruhan, gadis itu pasti tipe gadis yang tahu persis cara bersenang-senang.

"Sini, biar belanjaan lo gue yang bawa." Gadis itu merebut tas kain eco-green yang dijinjing Elle. "Lo lapar, kan? Sana, makan dulu. Biar kali ini gue masak mie gue sendiri."

Kini Elle menoleh padanya, tampak resah. "Err, nggak bisa besok saja ya? Pulang sekolah?"

"Memangnya sekarang nggak bisa?" Eric menampilkan senyum manis. Ia bertekad tak akan pulang dengan sia-sia. Lagi pula, jangan sebut namanya Eric Pieters bila ia tak bisa membujuk seorang gadis mengikuti kemauannya.

AFTER THAT NIGHTWhere stories live. Discover now