Cara terkejut. Terlihat sekali ia begitu menggebu-gebu ingin menceritakan semuanya. Tapi, tidak bisa. Sudah cukup hidupku hancur--lagi--karena masalah sialan ini. Seharusnya, aku bisa sekolah dengan tenang dan fokus pada pelajaran. Pikiranku benar-benar teralihkan karena semua ini dan sekarang, aku tidak mau lagi.

Akhirnya, Cara mengangguk mengerti dan aku hanya bisa menghela napasku. Berusaha membuang rasa keingin tahuanku mengenai Justin dan Harry. Hingga tak lama, Selena datang dengan segala kehebohannya membawakan Burger untuk kami. Syukurlah, sejujurnya aku memang tengah kelaparan.


***



Author's View



Pelataran pemakaman tampak begitu lengang di terik matahari siang. Seseorang melangkah dengan gontai menghampiri satu pusara di antara pusara-pusara lain yang terletak di tengah-tengah pelataran. Rasa sesal dan sakit menyerang bersamaan menyakiti hatinya disetiap langkah menghampiri pusara tersebut.

Sebuket bunga mawar ada dalam genggamannya. Di dalam genggaman seorang lelaki bertubuh tegap dengan rambut ikal yang berterbangan tertiup desiran angin. Matanya yang memiliki iris hijau tampak berkaca-kaca. Wajahnya yang penuh lebam tampak mengernyit menahan silaunya panas matahari.

Lelaki itu berjongkok di dekat pusara. Sebuket bunga yang ia bawa, ia letakkan di depan nisan yang mengukir sebuah nama. Nama yang mampu membuat jantung lelaki itu berdetak lebih cepat disertai rasa sakit terasa melilit perutnya.

RIP, Jessica Bieber Perkins.

Seketika, kenangan-kenangan tentang dirinya dengan seseorang yang terkubur dalam pusara tersebut seolah terekam pilu dalam pikirannya. Membuat lelaki itu merasa kalut. Matanya semakin berkaca-kaca hingga air mata mulai menggenang dan nyaris jatuh mengenai rumput liar yang tumbuh di sekitar pusara.

"Styles."

Suara serak menyadarkannya. Harry terkejut seraya menegang di tempatnya. Tanpa menoleh pun ia kenal suara itu. Suara yang sering memancing emosinya akhir-akhir ini. Suara yang selalu menyalahkannya. Suara yang membuat dirinya merasa..dibenci.

Hingga, seseorang yang lain ikut berjongkok di sisi pusara yang lain. Tepat berhadapan dengannya yang kini semakin menegang. Seseorang yang lain, yang membawa sebuket bunga Lili dalam genggamannya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Justin?" Desis lelaki pembawa bunga mawar yang tadi nyaris menangis. Harry Styles.

Justin tampak tergelak sembari meletakkan perlahan sebuket bunga Lili yang ia bawa, dan sedikit menyingkirkan bunga mawar mikik Harry hingga bunga itu hampir jatuh ke sisi pusara. Wajahnya juga penuh luka lebam, dan tampak lebih banyak dibanding milik Harry.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, brengsek." Balas Justin sarkastik. Membuat Harry mengepalkan tangannya menahan marah.

"Bahkan di depan kakakmu sendiri kau tetap memancingku!?"

"Dia sudah mati, dan itu karenamu." Ujar Justin sambil melirik sekilas pusara di dekatnya dengan kilat amarah.

Perkataan itu sontak menohok Harry. Lelaki itu mulai menggeram hingga otaknya kembali bekerja mengingat kejadian-kejadian menyedihkan yang berhasil membuatnya menyesal seumur hidup. Tangannya yang menyentuh ujung nisan semakin terkepal kuat. Kerongkongannya mulai merasa sakit menahan sesuatu.

"Bahkan kau datang membawa mawar. Yang benar saja! Dia tidak suka bunga berduri. Sama seperti hatimu yang melukainya."

"Dia jadi menyukai mawar setelah bersamaku."

SOMETIMES [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now