Hitam (i)

2.7K 165 5
                                    

Daniel sudah menunggu saat-saat seperti ini tiba. Dimana ia dapat membuktikan, masihkan Angelina suci?

Dan akan sangat menyenangkan sekali saat akhirnya Daniel dapat menikmati kesucian Nana.

Daniel tersenyum miring saat ia memandang tubuh Nana yang trgolek tak berdaya di atas sofa. Sudah cukup bersenang-senangnya. Ia akan menunggu Nana sadar dan menikmati tiap waktu yang akan mereka lalui bersama. Karena maaf saja, Daniel lebih suka wanita yang memberontak di bawahnya dari pada wanita yang tak sadarkan diri seperti Nana saat ini.

Daniel mengernyit saat dirasanya kepalanya pening akibat pengaruh alkohol. Ia pun menuju dapur apartemennya untuk mengambil sebotol air minum di dalam kulkas.

Saat akhirnya Nana sadarkan diri. Nana merasakan kepalanya pening seperti dihamtam puluhan palu. Ia masih memegangi kepalanya saat ia menyadari tubuhnya masih mengenakan pakaian yang sama. Daniel tak jadi memperkosanya? Ya Rabbi.. Betapa beruntungnya ia.

Pun demikian, Nana tak ingin berlama-lama di sana. Ia meraih jilbabnya dan lalu mengenakannya. Dengan perlahan ia melangkah ke arah pintu keluar tanpa menimbulkan suara. Langkahnya tertatih akibat kepalanya yang pening. Nana berusaha semaksimal mungkin agar ia dapat keluar dari apartemen Daniel. Diraihnya daun pintu itu yang tak terkunci, dan senyum Nana mengembang. Ia tak henti-hentinya berucap syukur saat akhirnya ia melangkah menuju lift.

Kembali diliriknya lorong tempat apartemen Daniel berada. Takut-takut pria itu menyadari kepergiannya. Dan Nana dapat bernafas lega saat akhirnya pintu lift terbuka.

Nana hendak masuk ke dalam lift saat akhirnya pandangan mereka bertemu.

"Nana?"

"Kak Fakhri?"

"Maasya Allah.. Aku khawatir sama kamu, Na.. Dari tadi aku nyari di mana kamu berada. Di tiap lantainya."

"Kenapa Kak Fakhri ada di sini?" Tanya Nana masih sembari memegangi kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.

"Angelina!" Dari ujung lorong, Daniel berteriak. Menatap Nana penuh kemarahan. "Mau ke mana kamu?"

Sedetik Nana terpaku. Lalu tanpa menunggu lama, Fakhri menarik Nana ke dalam lift lalu menutupnya dengan segera sebelum Daniel dapat meraih Nana dan membawanya dengan kasar.

Nana membeku ketakutan. Daniel akan mengejarnya. Bayangan itu membuatnya takut. Ditambah dengan keadaan Daniel yang mabuk.

Fakhri menyadari ketakutan Nana saat akhirnya ia hanya mampu menatap prihatin dan berkata, "Aku antar kamu pulang.."

Nana mengerjap. Setetes buliran air mata membasahi wajahnya. Ia menghapusnya dengan segera dan lalu beralih menatap Fakhri, "Nana bisa pulang sendiri, Kak.."

"Dengan tunanganmu yang brutal, yang akan mengejarmu? Kamu yakin mampu pulang sendiri? Dan lagipula aku lihat kamu limbung.. Apa yang terjadi, Na?"

Apakah ia yakin untuk mampu pulang sendiri?

Bagaimana jika tiba-tiba Daniel menghentikan perjalanannya di tengah jalan, dan lalu kembali menyeretnya ke apartemen terkutuk itu?

Nana tak ingin hal itu sampai terjadi.

Tapi haruskan bersama Kak Fakhri?

Nana menyandarkan tubuhnya yang lemas setelah pingsan tadi. Wajahnya masih terasa panas akibat tamparan Daniel tadi. Dan bahkan Nana merasa bibirnya bengkak.

"Kamu nggak apa-apa, Na?" Kembali suara Fakhri mengisi keheningan diantara keduanya.

"Pusing.." Keluh Nana dengan lemah. Ia memejamkan matanya sembari memijit pelipisnya.

"Bibir kamu berdarah," Komentar Fakhri saat akhirnya ia menyadari bibir Nana yang bengkak dan pecah. "Apakah sakit?"

Nana tersenyum getir. Sakit tentu saja. Tapi tak sesakit hatinya saat mengetahui niat busuk tunangannya sendiri. Nana tak menjawab dan memilih bungkam.

Saat akhirnya pintu lift berbunyi dan terbuka di lobby apartement, Nana membuka kedua matanya dan merasakan pergelangan tangannya ditarik oleh Fakhri.

Fakhri setengah berlari dan memaksa Nana mengikutinya. Fakhri tahu telah terjadi sesuatu pada Nana. Hingga membuat bibir gadis itu bengkak dan bahkan pecah berdarah. Belum lagi wajahnya yang terlihat memerah.

Kemungkinan terburuk adalah Nana nyaris diperkosa dan gadis itu melawan. Fakhri beruntung dapat menemukan Nana meskipun dalam keadaan Nana lemah. Ingin rasanya ia membawa Nana ke dalam dekapannya dan menyeretnya keluar dari gedung apartement itu. Namun ia masih tau aturan. Saat akhirnya ia menyentuh pergelangan tangan Nana, ia berharap dosanya menyentuh wanita yang bukan mahrom terampuni. Semua demi kebaikan Nana juga.

Fakhri melirik Nana yang berlari terseok-seok di belakangnya. Dan ketika ia sudah berada di luar gedung apartement itu, Fakhri segera meminta Nana untuk duduk di belakangnya, di atas sebuah motor yang tadi dipinjamnya pada Ikhsan.

"Tapi, Kak.."

"Ini darurat, Na.. Aku mohon jangan berdebat sekarang." Katanya berusaha untuk membuat Nana menurut. "Cepat, Na! Tunanganmu mungkin saja sedang mengejar kita." Tambahnya saat Nana hanya diam terpaku sembari masih memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri.

"Angelina!" Suara Daniel yang berteriak dari pintu lobby membuat Nana dengan segera duduk di belakang Fakhri. Dan menatap sejenak ke arah Daniel dengan ketakutan.

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang