Memeluk Rindu (c)

2.8K 181 6
                                    

"Na.." Rengek Tantri sembari menyentuh jemari Nana, menggenggamnya hangat. Nana menatap Tantri dengan dahi berkerut, keheranan.

"Kamu kenapa sih? Belakangan jadi sering melamun gitu.."

Dengan tak enak hati Nana melepaskan genggaman tangan Tantri. Tersenyum kaku, Nana berusaha menghindari tatapan menyelidik dari Tantri.

"Nggak ada apa-apa, Tan.."

"Kamu bisa bohongin semua orang, Na, tapi nggak ke aku. Aku akan bantu kalau aku mampu. Insyaa Allah.." Kata Tantri berusaha meyakinkan Nana.

"Tantri.." Nana menghela nafasnya dengan lemah. Lalu kemudian menatap Tantri dengan senyum tipisnya, "Aku nggak tahu harus seperti apa lagi untuk berusaha melalui semua ini dengan baik,"

Tantri menatap Nana dengan sedih saat Nana mulai bercerita.

"Minggu depan aku tunangan sama Daniel.." Kata Nana kemudian beralih menatap cangkir tehnya yang kin tinggal separuh.

"Aapa??!" Tantri sontak menegakkan tubuhnya, menatap Nana dengan keterkejutan.

"Maasya Allah, Nana.. Kenapa sampai seperti itu? Aku kira kalian hanya sedang berada dalam masa pengenalan. Kenapa tiba-tiba tunangan? Kamu yakin dengan dia?"

Nana menunduk, mendesah pasrah, "Aku nggak punya hak untuk nolak, Tan.. Semua sudah diatur.."

"Terus kenapa Daniel mau aja? Padahal dia kan tentunya bisa nolak!"

Nana menggeleng lemah, "Aku nggak tahu , Aku nggak ngerti.."

Keheningan membuat Tantri semakin diselimuti oleh rasa kasihan pada sahabatnya, "Na," Panggil Tantri kemudian, "Bilang sama aku, apa yang harus aku lakuin buat kamu?"

Nana menatap Tantri dengan senyum lembutnya, "Cukup jadi sahabat aku untuk selamanya yah, Tan.."

Nana menatap mata Tantri yang mulai berkaca-kaca. Sahabatnya itu begitu tulus dan Nana bersyukur karena Rabb-nya telah menakdirkan ia dikelilingi oleh sahabat yang begitu baik.

Meraih jemari Tantri, Nana mengusapnya lembut, "Doain aku ya, Tan.. Biar aku bisa laluin semua ini."

Tantri mengangguk cepat, sebutir cairan bening menetes dari matanya. Tantri mengusapnya dengan segera, berusaha tetap tersenyum, Tantri berkata, "Pasti, Na.. Insyaa Allah, semoga dipermudah ya, Na.. Ana uhibuki fillah."

Nana mengangguk, "Aamiin, wa ana aidhon, uhibuki fillah.."

Tantri memeluk tubuh Nana dengan hangat. Merasa kepedihan dan kesulitan yang tengah dihadapi Nana seorang diri.

---

"Mas.."

Ikhsan bergumam sembari meletakkan kaca mata yang sejak tadi digunakannya untuk membaca salah satu kitab fiqihnya, "Ya, de.."

Tantri menatap suaminya dengan sedih.

"Ada apa?" Tanya Ikhsan kemudian, sembari menatap Tantri dengan dahi berkerut.

"Sini cerita sama Mas," Katanya lagi sembari menepuk sisi sofa yang tengah didudukinya.

Tantri menghela nafasnya dan kemudian menghampiri Ikhsan.

"Ini soal Nana.." Kata Tantri sembari duduk di sisi Ikhsan.

"Sahabat kamu itu kan?" Tanya Ikhsan perhatian.

Tantri mengangguk lemah, "Ada apa dengan dia?" Tanya Ikhsan lagi.

"Mas sudah tahu kan kalau orang tua Nana beragama Nashrani?"

Ikhsan mengangguk menanggapi pertanyaan istrinya. Membelai rambut lembut sang istri, Ikhsan menghela tubuh Tantri ke dalam dekapannya.

"Dua hari lagi dia tunangan."

"Oh, dengan siapa?"

"Dia dijodohin orang tuanya sama salah seorang putra pendeta. Namanya Daniel. Beberapa kali Ade pernah lihat Daniel jemput Nana di kampus. Dia.. Ehm, Dia.." Tantri merasa ragu demi melanjutkan kalimatnya.

Mengecup dahi Tantri lembut, Ikhsan berkata, "Dia kenapa?"

"Kalau boleh su'udzon, dia itu kelihatan sombong dan arogan." Lanjut Tantri kemudian.

"Nah, itu sudah su'udzon namanya." Goda Ikhsan sembari menyentil kening Tantri.

Tantri mengaduh sembari mengusap keningnya, "Mas.."

Ikhsan terkekeh dibuatnya saat melihat wajah Tantri yang memberenggut kesal.

"Jadi, Ade maunya bagaimana?" Tanya Ikhsan kemudian sembari mendekap tubuh Tantri. Menghirup aroma harum shampo Tantri yang melekat pada rambutnya.

"Tantri mau bantu dia.."

"Caranya?"

"Mas.." Tantri mengusap-usap lengan Ikhsan yang melingkupi tubuhnya. Ikhsan bergumam menanggapi panggilan Tantri.

"Tantri rela kalau Mas mau ta'adud (poligami), asalkan istri kedua Mas itu Nana." Kata Tantri setengah berbisik. Khawatir membuat suaminya terkejut.

Ikhsan dalam sekejap melepaskan dekapannya, membalik tubuh Tantri demi menghadapnya, agar ia mampu melihat sinar mata Tantri yang begitu lembut. Sinar mata yang begitu dikaguminya.

"Ade ini bicara apa?" Ikhsan menyentuh dagu Tantri, mengangkat wajah Tantri yang menunduk, tak berani menatapnya. "Itu bukan solusi yang baik, De.."

Tantri menatap Ikhsan dengan sedih, "Dia sahabatku, Mas.. Dia hanya akan selamat agamanya jika yang menikahinya pun adalah lelaki dengan agama yang baik."

"Maasya Allah, de.." Ikhsan mengusap wajahnya dengan gusar, "Masih banyak ikhwan di luar sana. Mas sudah dicukupi dengan punya Ade sebagai istri Mas."

"Ade hanya ingin Nana selamat agamanya, Mas.. Dia masi begitu rapuh."

"Na'am, De.. Tapi ini bukan solusi. Kita akan cari solusi lainnya, ya.. Tapi bukan seperti yang Ade katakan sekarang." Tekan Ikhsan kemudian dengan tegas.

--

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang