Hitam (h)

2.7K 166 8
                                    

--oOo--

"Kita mau ke mana, Dan?" Nana melirik Daniel yang sedang mengendarai mobilnya dengan takut-takut. Dugaannya benar, Daniel mabuk! Ditambah dengan botol yang bertuliskan merk minuman beralkohol terkenal, yang ditempatkan Daniel di dekat kursinya, semakin memperkuat dugaannya.

Dan bahkan, tanpa segan, pria itu menenggak minumannya saat berkendara.

"Nanti kamu akan tahu.." Jawabnya masih tanpa melirik Nana, dan tetap berkonsentrasi dengan kendaraannya.

Nana mengernyit ngeri saat mobil Daniel memasuki halaman parkir sebuah apartement. Ia tahu, saat ini ia sedang berada dalam bahaya. Tapi bagaimana caranya meloloskan dirinya dari seorang pria yang mabuk?

"Ini di mana, Dan?" Tanya Nana lagi. Ia sendiri merasa enggan untuk melepas sabuk pengamannya dan turut beranjak dari mobil Daniel demi memasuki apartement tersebut.

"Turun, Na.. Ikut aku ke dalam."

"Aku.. Aku nggak mau, Dan.." Bantah Nana dengan suara terbata ketakutan.

Meskipun tempat parkir masih ramai oleh beberapa orang yang baru pulang bekerja dan tengah memarkirkan mobilnya, namun Nana merasa khawatir jika ia harus buru-buru mengambil kesimpulan. Meskipun Daniel sedang dalam keadaan mabuk, Nana harus tetap berfikiran positif. Daniel tunangannya, meskipun Nana sendiri ragu akan status itu, tapi setidaknya Daniel selalu bersikap sopan padanya dan menghargai auratnya, privasinya. Tapi saat ini Daniel dalam keadaan mabuk!

Oh, astaga!

Daniel membanting pintu mobilnya dengan kasar. Lalu beralih pada pintu mobil tempat Nana duduk.

"Keluar!" Katanya dengan suara membentak yang membuat Nana semakin mengkerut.

"Dan.. Aku mau pulang.." Balas Nana dengan suara mencicit ketakutan. Padahal kehendaknya, ia ingin mengeluarkan suara bernada tegas.

"Aku bakal antar kamu pulang setelah selesai urusanku di sini, oke?"

"Urusan apa?"

Menghela nafasnya dengan lelah, Daniel menatap Nana dengan mata tajamnya, "Ikut aku sekarang, Angelina.. Aku paling nggak suka dibantah." Suaranya mendesis penuh ancaman.

Dilepaskannya sabuk pengaman Nana dengan sekali hentakan lalu ia menarik lengan Nana dengan kasar demi untuk mengeluarkan tubuh Nana dari dalam mobilnya.

Nana mengaduh kesakitan saat Daniel mencengkram sikutnya dengan kuat. Pria itu sedang marah. Dan saat ini Nana benar-benar berharap ada seorang saja di tempat parkiran yang mampu menolongnya. Dan harapannya itu hanya berakhir sia-sia. Karena tiba-tiba saja parkiran terasa lenggang.

"Diam dan jangan banyak tanya!" Kata Daniel dengan ketus. Masih sembari menarik sikut Nana.

"Sakit, Dan.." Keluh Nana dengan mata berkaca-kaca. "Lepasin aku.."

"Diam, jalang!" Daniel mengumpat. Membuat Nana membeku di tempatnya. Daniel tak pernah mengumpatnya sebelumnya. Dan apa tadi katanya? Jalang?

Nana sudah benar-benar tak lagi mampu menahan bendungan air matanya saat Daniel akhirnya membawanya ke dalam lift menuju lantai 7.

"Aku nggak suka cewek cengeng.." Kata Daniel masih dengan acuhnya tak memandang Nana.

"Aku mau pulang, Dan.." Suaranya tercekat di tenggorokan saat akhirnya ia mampu berbicara.

Nana menatap Daniel dengan sorot mata benci. Namun Daniel tetap mengabaikannya.

Saat akhirnya Daniel dan Nana keluar dari lift. Nana berontak hendak melepaskan dirinya dari Daniel. Namun tenaganya tak seberapa jika harus dibandingkan dengan Daniel yang bertubuh tegap dan kekar.

Daniel menariknya pada sebuah lorong. Saat akhirnya Daniel menemukan kamarnya, ia membukanya segera meskipun harus kesusahan karena ia sendiri tengah mendekap Nana dalam dekapannya yang terus meronta-ronta. Belum lagi jeritan gadis itu yang langsung membuatnya panik dan ia sendiri langsung membekap mulut Nana dengan satu tangannya.

Diseretnya Nana masuk. Dan dibantingnya tubuh Nana ke sofa coklatnya yang empuk.

Nana menangis. Menjerit ketakutan. Ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghalangi tubuh Daniel mendekat. Namun bahkan tendangannya pun sia-sia. Daniel tetap mendekat padanya. Meraih jilbabnya dan melepaskannya dari kepala Nana hanya dengan satu tarikan mudah.

"Daniel! Astaghfirullah!"

Tak menghiraukan Nana yang terus-terusan menjerit, Daniel menindih tubuh Nana yang sudah setengah terbaring di atas sofa. Meskipun gadis itu berusaha bangkit lagi dan lagi, namun ia malah harus menerima rambut panjangnya yang ditarik dengan begitu keras oleh Daniel.

"Diam, brengsek!"

"Kamu yang brengsek!" Nana menjerit tepat di wajah Daniel yang memerah karena emosi.

Tak lagi mampu ditahannya, Daniel menampar wajah Nana dengan begitu keras. Membuat Nana yang sudah kelelahan akibat perlawanan yang dibuatnya sejak tadi, merasakan kepalanya berdenyut-denyut nyeri dan matanya berkunang-kunang. Sampai akhirnya Nana dengan tak berdaya memejamkan matanya. Ia pingsan dan Daniel tersenyum puas sembari meraih tubuh tak berdaya Nana ke dalam pelukannya.

Gairahnya menggebu saat ia dengan tak senonoh meraba tubuh Nana yang masih berbalut gamisnya.

--oOo--

Oeh.. Haruskah Nana kehilangan keperawanannya? O.o

ditunggu kritik n saran'y yah.. ^^

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang