Part 3 - Trap Creation

Start from the beginning
                                        

Ahra memutar bola malas mendengarnya. Ia tak dapat memungkiri sepak terjang Kyuhyun dalam bisnis. Sejak muda pria itu sudah melipatgandakan profit perusahaan keluarga. Kini Wyatt Group sukses ekspansi ke 97 negara, setengah dari jumlah negara di dunia. Ahra mengerti kekhawatiran ibunya, kapan Kyuhyun bahagia kalau hidupnya hanya tentang kerja? Selama 30 tahun Kyuhyun tidak pernah terdengar berpacaran.

Pandangan Kyuhyun terpaku pada satu objek, mengikuti gerak seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam kafe seorang diri. Ia merogoh ponselnya dari saku dan mendial nomor seseorang.

"Sekretaris Park, apa kau bosan di Seoul? Posisi sekretaris di India masih kosong," kata Kyuhyun satire.

Mendengar suara dingin Kyuhyun, sekretaris Park menelan ludah di ujung telepon. "Aku hampir menyelesaikannya, Tuan muda Cho! Aku akan mengirimnya dalam 5 menit!"

"5 menit, sekretaris Park," pungkas Kyuhyun penuh penekanan lalu memutus sambungan telepon.

Sekretaris Park langsung bergerak gesit sebelum Kyuhyun benar-benar membuktikan ucapannya. "Kau dimana, Tuan Lee? Urusan cari mencari orang kan pekerjaanmu, bukan pekerjaanku," keluh sekretaris Park masih di kantor meski jam kerja sudah berakhir.

Ahra geleng-geleng kepala melihat sikap diktator Kyuhyun. "Kapan proyekmu dengan Ryeowook selesai?" tanya Ahra sambil menyesap kopinya perlahan.

"Masih tahap awal konstruksi, butuh waktu dua tahun sebelum berlayar," jelas Kyuhyun sambil membaca file yang baru dikirim sekretarisnya.

Ahra menghela napas. "Aku jadi ingin liburan."

"Kau tidak masalah kan sendirian?"

Ahra tertegun. "Eh?"

***

Hweji memasuki kafe yang berjarak tak terlalu jauh dari tempatnya tinggal. Tidak ramai dan tidak bising, itu yang membuat kafe itu jadi tempat favorit Hweji selama ia tinggal di apartemen baru. Hweji sering mampir untuk bersantai atau hanya beli cemilan seperti malam ini. Ia berencana menonton film fantasi keluaran terbaru.

Hweji memesan pizza dan vanilla latte pada seorang pelayan lalu mengambil duduk dekat jendela untuk menunggu. Tiba-tiba ponselnya berdering menampilkan nomor berkode internasional Jepang.

"Hweji, bagaimana kabarmu, sayang?" suara seorang wanita di ujung telepon.

Hweji tersenyum sumringah mengenali suaranya. "Ibu! Aku terkejut kau menghubungiku dengan nomor baru."

Byun Jaejeong tertawa kecil, "Kau hidup dengan baik, kan?"

"Tentu saja, Bu," jawab Hweji mengerucutkan bibir. "Siwon mengawasiku dengan baik," sambungnya diakhiri kekehan.

"Ah, dia sangat menjaga adiknya," kata Jaejeong senang. "Hweji―"

"Ya, Bu?" sahut Hweji antusias.

"Ada hal penting yang ku simpan bertahun-tahun tentangmu," ungkap Jaejeong serius. "Sekarang kau sudah dewasa, sudah waktunya kau tahu."

Mendengar itu senyum Hweji perlahan memudar. "Apa itu, Bu?"

Hening sejenak. Jaejeong berdehem sebelum melanjutkan. "Kau akan tahu segera. Bulan ini aku akan pulang ke Korea," katanya kembali ceria.

"Sungguh? Ah, aku merindukanmu!"

Jaejeong tersenyum di ujung telepon. "Putriku pasti kesepian, ya."

"Bu, kau membuatku penasaran sekarang."

Mengerti maksud Hweji, Jajeong berujar, "Ini bisa menyenangkan Hweji, tidak perlu khawatir."

"Baiklah, aku dan Siwon menantikanmu di sini. Ja―" kalimat Hweji menggantung saat netranya menangkap sosok pria yang tadi siang ia temui di kantor.

My Opiate [REVISI]Where stories live. Discover now