28-TERJEBAK

2.8K 312 77
                                    

     Bola hitam besar berpendar dan melayang. Dalam hitungan detik bola tersebut pecah dan menghilang, memuntahkan Haku dan Reia yang akhirnya mendarat dengan pantat mereka.

     "Auw!" rintih pelan Haku mengelus pantatnya. Sedetik kemudian, raut terkejut menghiasi wajahnya. "Kita di mana? Apa yang terjadi?" tanya Haku saat melihat sebuah rumah berlantai 2 yang sama sekali tidak terawat di depan mereka. Tumbuhan liar merambat memeluk dinding-dinding rumah. Gerbang besi yang terbuka lebar terlihat miring dan berkarat.

     "Apa ini Limbo?" tanya Haku lagi dan segera melihat langit. Warna biru yang mulai memudar akibat cahaya oranye gelap. Warna yang menandakan sebentar lagi akan petang. Melihat itu sudah menjawab pertanyaannya, bahwa mereka tidak berada di Limbo.

     Reia bangkit sembari menepuk-nepuk celananya untuk menghilangkan debu dengan masih merasa sedikit nyeri di bagian tubuh yang sama dengan Haku. Ia melihat sekelilingnya dan kembali menatap rumah di depan mereka. "Ayo masuk!"

     Saat akan berjalan, tangan Reia segera diraih oleh Haku yang kini mulai berdiri. "Ma-masuk? Apa kamu gila?!" Reia mencoba menahan rasa kesalnya mendengar perkataan Haku. Pemuda itu lalu menunjuk rumah di depan mereka. "Tempat itu adalah perangkap! Dilihat dari arah mana pun, rumah itu sudah mengatakan 'Ada Bahaya', atau 'Datanglah, maka kau akan mati!', dan juga 'Rumah Hantu'!"

     Haku melanjutkan dengan bersikeras, "Apa kamu enggak pernah menonton film horor?! Jika enggak mau ada masalah, jangan masuk ke dalam rumah yang terlihat seram. Itu pelajaran penting yang bisa kamu ambil dari film horor!"

     Reia menarik tangannya, melepaskan diri dari Haku dengan mengernyitkan wajah. "Tapi kalau tidak masuk, maka tidak akan ada cerita. Di mana letak keseruan dari film horor kalau begitu? Tentu saja harus masuk untuk memulai cerita. Itu letak hiburan dari film horor!"

     Reia segera terdiam dan akhirnya menggelengkan kepalanya dengan cepat untuk sebentar karena tersadar bahwa percakapan mereka tidak berguna. Gadis itu mendesah malas. "Mau ke mana lagi? Lihat!" Reia menunjuk seluruh jalur keluar.

     "Seluruh area ditutupi sihir kegelapan yang bila disentuh dapat melemparmu dengan keras atau menghanguskan tubuhmu. Satu-satunya jalan, ya, ke rumah itu," jelas Reia. "Ayo!" Reia melangkahkan kaki memasuki halaman depan rumah dan dengan berat hati, Haku mengekorinya.

     Langkah mereka hampir sampai di depan pintu rumah tersebut. "Pfft! Mungkin saat masuk akan ada hantu berambut panjang hitam meluncur menyambut kita," cetus Reia yang tersenyum sendiri dengan leluconnya.

     "Apa?" suara Haku meninggi yang membuat Reia segera menoleh ke arahnya.

     "Lebih baik disambut oleh hantu daripada iblis, kan?" Reia menggerakkan bahunya dengan terlihat begitu santai.

     Tangan Haku segera menyambar kedua bahu Reia dan membawa tubuh gadis itu mendekat kepadanya yang membuat Reia terkejut. Jarak mereka yang dianggap begitu dekat bagi Reia, membuat gadis itu memundurkan kepalanya.

     "Jangan bercanda soal itu! Apa kamu enggak tahu terkadang ucapan yang asal dapat menjadi kenyataan. Hantu juga sama berbahaya-nya dengan iblis! Mereka makhluk halus yang gak bisa disentuh dan dapat muncul KAPAN SAJA dan DIMANA SAJA!" Haku mengerak-gerakkan tubuh Reia dengan wajahnya yang terlihat begitu serius.

     "I-iya, iya. Aku tidak akan bercanda soal itu lagi." Reia menepuk-nepuk pelan tangan Haku yang membuat pemuda itu melepaskannya. "Apa kau begitu takut dengan hantu?"

     Sekali lagi tubuh Reia terbawa mendekat ke tubuh Haku karena pria itu kembali memegang bahunya dengan erat. Reia mengerjapkan mata berulang kali dengan cepat. Ia terkejut dengan tindakan Haku. Gadis itu dapat melihat bayangannya sendiri di bola mata biru langit milik Haku yang kini terlihat menggelap karena hari yang semakin gelap.

THE EXISTENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang