14-SAMPAI JUMPA

3.3K 341 21
                                    

     "Longwei!" panggil Reia yang langsung dimengerti oleh makhluk bertubuh kecil itu. Longwei segera mengeluarkan pentagram sihir berwarna hijau ke mayat Jomei untuk diambil, kemudian dengan segera ia memeriksa keadaan Kanata sementara Reia mendekati Haku yang tidak bergerak.

     Reia mendekati tubuh Haku yang tergeletak dengan posisi tengkurap. Gadis itu duduk bersimpuh di samping pria berambut putih dan membalikkan badan Haku agar dapat melihat wajahnya dengan jelas.

     Mata Haku tertutup dengan rapat. Beberapa goresan luka menghiasi wajah putih pria itu dengan tambahan memar. Bibirnya memerah karena darah yang telah dimuntahkannya saat perlawanannya dengan Jomei.

     "Pria ini tidak apa-apa," lapor Longwei yang telah selesai memeriksa Kanata dengan pentagram sihir berwarna putih yang kini menghilang. Ia lalu melihat Reia yang sama sekali tidak menggubrisnya dan hanya diam menatap Haku.

     Longwei terbang untuk mendekati tuannya dan kini ia juga melakukan hal yang sama—hanya terdiam menatap Haku. Saat itu, ruangan terasa sunyi sepi. Begitu sunyinya hingga suara angin yang sangat lembut terdengar berhembus.

     Suara Reia tetap terdengar tenang saat mengatakan, "Apa anak ini mati? Kurasa dia mati."

     "Tenang! Tenang! Kita harus memikirkan apa yang akan kita lakukan sekarang. Kematiannya tidak akan menjadi tanggung jawab kita." Longwei berusaha menenangkan dirinya, tapi tidak berhasil.

     "Tentu saja ini akan menjadi tanggung jawab kita! Apa yang kau pikirkan sehingga ikut campur dalam kejadian ini?! Saat dimensi kembali ke dunia normal, mayat anak ini akan ditemukan dan akan membuat keributan di Terra, lalu para Guardian Terra akan mulai menyelidiki dan hal ini akan terdengar sampai Ayriauna, lalu...," lanjut Longwei memegangi kepalanya sendiri.

     Reia menggoyang-goyangkan tubuh Haku dengan pelan. Ia sama sekali tidak memperdulikan kepanikan Longwei. "Hei, kau tidak apa-apa? Sadarlah!"

     Reia berulangkali mengguncang tubuh Haku. Tak lama kemudian, terlihat jari telunjuk Haku bergerak walau hanya sekali yang menandakan dia mulai sadar, akan tetapi hal tersebut tidak disadari oleh Reia dan Longwei.

     Reia menampar keras pipi Haku dan memegang kedua bahu Haku untuk menggerak-gerakkan tubuh pemuda itu dengan paksa. "Sadarlah! Jangan menyebrangi jembatan menuju taman bunga itu!" seru Reia yang mengira Haku di alam mimpinya akan menyebrangi jembatan kematian.

     Wajah Haku mulai terlihat memucat. Tangan pria muda itu perlahan terangkat dan mencubit sangat pelan bahkan tidak bertenaga pipi Reia. Gadis itu lalu terhenti dan diam menatap Haku yang secara perlahan membuka kedua matanya. Kini mata mereka saling beradu.

     Dengan suara yang benar-benar lemah, Haku berkata, "Aku lebih memilih diberikan napas buatan daripada diguncang seperti ini."

     Reia segera melepaskan tangannya dari Haku yang membuat tubuh Haku terjatuh dan menyebabkan kepala pemuda itu membentur lantai dengan lumayan keras.

     "Apa yang kau lakukan? Apa kau mau benar-benar membunuhnya?!" bentak Longwei menendang kepala Reia dengan kedua kaki kecilnya.

     Reia mengelus kepalanya, sama halnya yang dilakukan Haku. Reia lalu menatap Longwei seakan memberitahukan isyarat yang langsung dimengerti oleh makhluk kecil itu.

     Longwei mengeluarkan sebutir pil bening yang memiliki butir-butir berkilauan di dalamnya dan menyerahkan pil itu kepada Reia.

     "Ini pil obat dari Dunia Ayriauna. Obat ini akan menyembuhkan seluruh lukamu," jelas Reia memasukkan pil ke dalam mulut Haku.

THE EXISTENCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang