8 | Mysophobia

50.5K 5.5K 693
                                    

"Lo masuk duluan aja, Sam. Tolong ajak si Shafira masuk ke dalem ya." Aurora berujar setelah turun dari mobil Amara.

"Lo mau ke mana?" tanya Amara.

"Mau jadi pawang setan bentar," jawab Aurora yang membuat Amara mengerutkan kening bingung.

Aurora kembali berjalan ke luar dari gerbang rumahnya. Sambil bersedekap dia menunggu sebuah mobil SUV yang sudah tampak mendekati dirinya. Aurora memasang wajah sinisnya saat melihat sang pemilik mobil turun dengan tampang yang hampir serupa dengannya.

Arlo menghampiri Aurora yang sudah pasti menunggu dirinya.

"Mana dia?"

"Ada di dalam," sahut Aurora ketus.

"Suruh dia keluar sekarang," gertak Arlo sambil mendongakkan kepala.

"Apa pangkat lo berani nyuruh-nyuruh gue?"

"Kenapa lo nyari perkara terus sama gue? Mau lo apa?" tanya Arlo. Rasanya dia sudah gemas sekali pada tingkah Aurora yang terang-terangan ingin melawan dirinya.

"Lo balik ke neraka, bisa?"

Arlo membelalak, tanduknya keluar sudah. "Brengsek, lo pikir gue setan?"

"Oh, belum pernah ada yang bilang ya? Seneng denger gue jadi yang pertama," sahut Aurora yang tak terlihat gentar sama sekali. 

"PANGGIL SHAFIRA SEKARANG JUGA!" Arlo sudah meledak. Tak pernah dia merasa sefrustrasi ini menghadapi seorang cewek. Cewek ini mirip sekali dengan dia, batin Arlo melihat Aurora yang justru memainkan kerikil dengan kakinya. Santai sekali mendengar bentakan Arlo.

"Mending lo pulang, Nyet. Makan pisang dulu biar pinter." Kalau soal membuat kesal, Aurora memang jagonya. Dia monyet-monyetkan saja orang di depannya yang memang mirip monyet  lagi laper. Berisik.

Arlo berdecak dan tersenyum sinis, "Gue panggil sendiri." Arlo lalu berjalan memasuki gerbang rumah Aurora.

Aurora panik lalu buru-buru menyusul Arlo. Tak menyangka reaksi Arlo akan begitu, pikirnya si Arlo ini bakal mengajak adu bacot sampai lebaran lalu mereka maaf-maafan.

Aurora menyentak tangan Arlo dengan kuat sampai sang empunya berbalik memandangnya dengan kaget. Mungkin kaget dengan tenaga Aurora yang bisa dikatakan terlalu kuat untuk seorang cewek. "Lo biarin Shafira di sini dulu. Nanti gue yang anterin dia balik," kata Aurora akhirnya dengan suara yang lebih kalem.

Arlo mengerutkan kening, sangsi dengan pernyataan Aurora. Lalu dia berdeham dan melepaskan tangannya dari cengkeraman Aurora, "Kenapa lo peduli sama dia setelah kelakuan lo ngga pernah balas pesan dia atau gue, hmm?"

Mati. Jawab apa gue?

"Gue nggak ...."

"Apa? Jangan berani bilang lo ngga tahu kalau itu dia yang kirim sms."

"Gue ngaku salah, oke? Makannya biar dia di sini dulu. Gue janji balikin dia sebelum Maghrib."

Arlo diam sebentar tampak menimang sesuatu. Sampai akhirnya dia pandang Aurora dengan katajaman serupa dengan ekspresinya di awal tadi. "Pegang kata-kata lo." Arlo lalu berbalik meninggalkan Aurora. Dia berjalan meninggalkan Aurora yang bengong sesaat melihat respon Arlo yang tak dia duga. Tadinya Aurora pikir dia harus adu bacot lagi mengingat betapa menyebalkannya Arlo kalau sudah urusan berdebat. Lagi, Arlo memukul telak prediksinya.

Semakin jauh langkah Arlo, Aurora tersadar dan menyadari sesuatu, "Lo kalau peduli kenapa harus pura-pura ngga peduli?"

Arlo mematung sebentar tanpa menoleh. Beberapa detik kemudian dia mengedikkan bahu dan berujar, "Bales sms gue kalau gue kirim pesan." Lalu Arlo masuk mobil dan berlalu meninggalkan Aurora yang mengacungkan jari tengahnya seiring kepergian mobil Arlo.

CompliantwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang