6 | Ambivalensi

49.2K 5.4K 904
                                    

Bagaimana gadis itu bisa terlihat tenang mengotak-atik kameranya supaya terpasang pas di atas tripod? Bagaima ... hah! Setelah kejadian semalam tidak seharusnya gadis itu sesantai itu. Di saat teman-temannya yang lain masih tergucang.

Arlo memandangi pemandangan di depannya dengan napas yang sedikit tertahan. Dihembuskannya napasnya yang sedikit lebih berat karena udara dingin yang menusuk. Dipandangnya tajam gadis di depannya yang tampak menyedekapkan tangan dan memandang gugusan tajuk pepohonan di bawahnya dengan tenang. Seolah tak terganggu sama sekali dengan dingin yang menyengat.

Di samping kamera yang terpasang sempurna di atas tripod yang merekam rotasi matahari untuk menjemput pagi, gadis itu sesekali tersenyum dan tampak menarik dan membuang napas. Rileks sekali kelihatannya. Dan Arlo sudah dibuat lupa bagaimana cara menggerakkan reflek kedip matanya.

Aurora. Gadis itu memang sesuatu sekali. Kemarin, dia membuat heboh karena katahuan membawa rokok di dalam carrier-nya. Golok juga. Garam dapur banyak. Banget.

Yang akhirnya semua orang dibuat bungkam karena rokok kretek yang berisi cengeh dan tembakau itu ternyata digunakan olehnya untuk melepaskan lintah yang banyak menempel di kaki teman-temannya. Juga garam yang dia gunakan untuk mengobati kaki temannya yang kram.

Gila. Bahkan hal kecil macam itu tidak banyak diketahui oleh seniornya. Secara mereka yang seharusnya memberi pengetahuan kepada para juniornya.

Belum lagi kejadian semalam yang sempat membuat semua orang panik. Satu kelompok tersesat di hutan. Hujan yang tiba-tiba turun menyamarkan tanda dan petunjuk yang dipasang saat jelajah malam. Sinyal SOS dari senter juga tidak banyak berguna. Akhirnya semua senior dikerahkan untuk mencari kelima orang tersebut diiringi doa berjamaah dari semua orang supaya mereka baik-baik saja.

Bukan apa-apa, kawasan hutan yang mereka gunakan untuk kemah pra diklat ini, termasuk habitat macan tutul.

Setelah hampir dua jam mencari. Akhirnya kelompok itu ketemu. Dengan kondisi psikologis yang lumayan memrihatinkan. Satu orang pingsan. Dua orang lainnya menangis. Satu orang bersandar lemas pada batang pohon di belakangnya. Dan satu orang lagi yang tengah sibuk menenangkan kedua temannya yang terisak dan sesekali memastikan api di depannya tetap menyala. Hanya dia yang tampak waras dibanding ketiga lainnya.

Keenam senior laki-laki yang menemukan mereka sempat-sempatnya terpana sebentar. Bagaimana mereka melihat bivak yang kokoh berdiri dengan naungan jas hujan lebar dan beberapa dedaunan.

Lagi-lagi semuanya ulah Aurora.

Sempat senior-senior itu terdiam beberapa saat memerhatikan interaksi Aurora pada dua temannya dengan menyodorkan dua batang cokelat yang diterima keduanya dengan tangan gemetar.

Tak ada yang tak kagum pada Aurora malam itu. Tidak, sejak kemarin siang sebenarnya.

Tak terkecuali pagi ini. Bagi Arlo, matahari yang baru saja menyapa bumi. Terkalahkan keindahannya oleh makhluk Tuhan bernama Aurora.

***

"Mas, gantian." Ayah menggoyangkan kaki Antariksa yang sedang asyik baca buku.

Antariksa mengangkat bukunya dan memandang ayahnya dengan pandangan bingung. Gantian apa? Tanya Antariksa dengan isyarat.

Ayah menangkupkan dua tangannya di sisi kuping kiri, isyarat yang biasa digunakan untuk tidur. Lalu ayah menunjuk kepala Antariksa.

Yailah!

Antariksa nyengir lalu menyingkir. Lalu ayah gerak cepat menggantikan tempat Antariksa yang tadinya tiduran di paha bundanya sambil baca buku.

Lalu ayah meraih tangan bunda dan menaruh di atas kepalanya trus menggerakkannya perlahan. Minta dielus sama Bunda.

CompliantwinNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ