Bagian Empatbelas : Perih

Mulai dari awal
                                    

Adam mendesah pasrah, "Baiklah. Kau masih hutang satu cerita padaku." Dan kemudian pria itu mengambil kunci mobil serta berjalan mendahului Ristaya.

**

"Sudah sampai. Turunlah." Adam membuka seat belt yang melilit pada tubuh Ristaya.

Ristaya tersenyum membalas ucapan Adam. "Terima kasih, kau memang temanku yang terbaik." Dan Adam hanya mencibir Ristaya. "Ah—aku akan turun sendiri, kau tidak usah mengantarku sampai dalam. Aku tidak ingin terjadi seperti dulu." Ingatkan Ristaya pada Adam tentang perkelahiannya dengan Leo.

"Siapa yang ingin mengantarmu sampai dalam? Percaya diri sekali." Kilah Adam walau sejujurnya dia ingin menemani Ristaya karena wanita itu terlihat sangat lemah.

Tetapi berbeda dengan Ristaya, wanita itu tertawa seolah-olah Adam sedang bercanda. "Baiklah, baiklah. Sampai jumpa besok Bapak Kepala Editor." Ucapnya dan kemudian keluar dari mobil Adam.

Langkah Ristaya terasa sangat berat. Keringat dingin mengalir dari tubuhnya, kepalanya juga terasa sangat berat. Ini adalah hal biasa jika dia terkena air hujan, sejak kecil tubuhnya memang menolak hujan. Ketika teman-temannya asik bermain diluar dengan hujan-hujanan maka Ristaya hanya bisa memandang iri di balik jendela rumahnya.

Akhirnya dia sampai pada pintu dimana Leo tinggal. Pandangannya ragu untuk masuk kedalam, apakah Leo mencarinya? Atau pria itu sedang bersama dengan Helena? Entahlah, yang jelas Ristaya enggan ingin masuk tetapi waktu menunjukan bahwa dia harus masuk.

Jari-jari lentiknya menekan-nekat security password, lalu terbuka. Ah—sial, kenapa aku harus terjebak dalam masalah ini? Pikir Ristaya dengan kesal.

Ketika pintu itu terbuka dan Ristaya masuk kedalamnya. Disana, tepatnya di depan kaca jendela, menampilkan siluet seorang pria yang tengah berdiri tegap. Matanya yang tajam mengintimidasi Ristaya tetapi wanita itu tidak sadar karena lampu disini tidak dinyalakan.

"Darimana saja kau?" pertanyaan itu terasa sangat dingin di telinga Ristaya.

Ristaya tidak memperdulikannya dan berjalan dengan penerangan seadaanya dari luar kaca jendela untuk menuju ke dalam kamarnya.

Belum sempat Ristaya masuk kedalam kamarnya, tangan kekar itu mencekal lengan Ristaya dan membuat Ristaya sedikit mundur hingga berdekatan dengan Leo.

"Aku sedang bertanya denganmu, Ristaya!" Nada tinggi Leo terdengar sangat menyakitkan. "Dari mana saja kau, hah!"

Ristaya membalas dengan pandangan yang juga tajam pada Leo, "Bukan urusanmu." Dia menghempaskan tangan Leo dari lengannya tetapi cengkraman pria itu lebih kuat darinya. "Bisa kau lepaskan? Aku ingin istirahat Leo." pintanya.

Leo tetap pada pendiriannya. Dia tidak melepaskan cengkramannya dari lengan Ristaya tetapi menambah erat lagi.

"Bisa kau jawab pertanyaanku, Ristaya Gunawan." Desisnya.

"Bisa kau melepaskanku?"

"Tidak, sebelum kau menjawab pertanyaanku. Darimana kau semalam? Kenapa kau tidak memberiku kabar? Dan kenapa ponselmu mati?"

Ristaya terlalu lelah hanya untuk menjawab pertanyaan Leo yang seakan membuatnya menjadi yang bersalah disini.

"Aku berada di tempat yang aman jika kau mau tau. Dan ponselku habis jadi itu alasannya."

Ristaya melepaskan pegangan tangan Leo dari lengannya dengan menggunakan sebelah tangannya. Dan berhasil, wanita itu lolos dari cengkraman tangan Leo dan berlalu memasuki kamarnya lalu mengunci pintu kamarnya.

Leo hanya berdiri di depan pintu kamar Ristaya dengan pandangan yang nanar, apa yang sudah dia lakukan hingga Ristaya berubah menjadi acuh terhadap dirinya?

The Crazy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang