Bagian Empatbelas : Perih

37.7K 2K 72
                                    

Ristaya mengerjapkan matanya beberapa kali, dia seakan tidak percaya dengan pemandangan yang tersedia di hadapan matanya. Benarkah itu Leo? Kenapa pria itu bersama dengan Helena? Kenapa pria itu mengabikan pesannya? Bukankah pria itu berkata jika dia sibuk? Ristaya terasa sangat ditipu dengan keadaanya yang sekarang karena terlalu berharap pada pria itu.

Logikanya kembali ketika lampu sudah menyala hijau dan salah satu mobil menghadiahinya klakson karena menutupi jalannya. Dengan wajah yang ia tutupi dengan tangannya, Ristaya berjalan melewati mobil Leo dan tanpa pria itu sadari.

Ristaya berlari dalam hujan yang semakin lebat, pemikiran tentang berteduhpun leyap seketika. Tubuhnya sangat basah dan Ristaya tidak memperdulikkannya, kakinya terus berlari dan entah akan membawanya kemana.

Akhirnya, kaki kecil Ristaya berhenti, tepat di depan gedung apartermen milik seseorang yang tidak akan pernah meninggalkannya –untuk saat ini-. Tubuhnya sudah basah kuyup hingga sampai ke dalam pakaiannya, perutnya yang sejak siang belum terisi makananpun sudah meronta serta sekarang kepalanya terasa berat karena memang tubuh Ristaya sangat takut dengan air hujan.

Kini, dia sudah dihadapan pintu apartermen milik seseorang itu. Tangannya yang gemetar memencet bell dengan sekuat tenaga.

Tidak menunggu lama, pintu itu terbuka sosok dari pemilik apartermen itu terkejut mendapati Ristaya dengan keadaan basah kuyup berdiri di depannya dan tersenyum bodoh.

"Ristaya..." gumamnya.

Ristaya hanya tersenyum tipis hingga akhirnya dia tidak kuat dan pingsan dalam dekapan Adam. Untung saja Adam sigap hingga bisa menangkat badan Ristaya yang kini terasa sangat panas.

**

Sebuah teh jahe yang hangat dan juga sop ayam yang menggugah selera adalah makan malam Ristaya untuk kali ini. Dia bangun setelah dua jam pingsan dan berkata pada Adam dia lapar dan ingin makan. Adam yang hanya mempunyai sop kaleng membuatkan seadaanya dan Ristaya tetap melahapnya dengan nikmat.

"Makan pelan-pelan nanti tersedak." Ujar Adam ketika melihat nafsu makan Ristaya yang meningkat.

Adam duduk di hadapan Ristaya dengan mata yang memandang keluar jendela kaca. Hujan sudah mereda dan minggalkan butiran-butiran air yang menempel.

"Jadi, apa masalahmu kali ini?" tanya Adam.

Ristaya sibuk menguyah makanannya walau terasa pahit dilidah. Dia mencoba untuk tidak perduli pada pertanyaan yang baru saja Adam tanyakan padanya.

"Ristaya." geram Adam ketika pria itu tahu jika dia sedang diabaikan oleh Ristaya. Bagi Adam memanggil nama depan Ristaya jarang sekali dia lakukan ketika dalam mode normal, tetapi pada mode serius atau bahkan marah biasanya pria itu memanggil Ristaya dengan namanya.

"Apa?" Ristaya mengankat sebelah alisnya dan seolah-olah tidak mendengar pertanyaan Adam. "Aku sedang makan, tidak bisakah kau tidak mengganggu makanku?" Nyatanya sop itu kini hampir habis di telah oleh Ristaya.

Adam berdecak kesal. "Apa kau benar-benar tidak ingin bercerita denganku?"

Lagi. Ristaya tidak menjawab, wanita itu sibuk dengan kuah sop yang akan habis, dia mengangkat mangkuknya dan menyeruput langsung kuah sop itu hingga habis.

Setelah menyelesaikan makannya hingga tetes terakhir kuah sopnya, Ristaya melirik ke jam dinding yang berada di hadapannya. Ini sudah lewat dari tengah malam! Bagaimana jika Leo... Ah—tidak. Pria itu tidak akan pernah mencariku, pikir Ristaya.

Ristaya beranjak dari tempat duduknya tanpa membalas pertanyaan Adam dan pria itu hanya bisa mengela nafas kasar. Mungkin tidak untuk hari ini.

"Adam, bisa kau antar aku pulang?" tanyanya sambil menekan ponselnya yang ternyata mati.

The Crazy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang