Hans hanya bisa tersenyum kecut lalu pergi meninggalkan Devany dan Dominick.

Devany menenggelamkan wajahnya di bantal, kembali menangis dalam diam.

Nick mendekat lalu duduk di tempat tidur. Devany yang menyadari kehadiran Nick langsung menghentikan tangisnya dan berpura-pura tidur.

"Kamu sebenarnya kenapa? Jangan buat aku bingung." Nick mengelus rambut Devany dengan lembut. Devany menggerutu dalam hati.

Aku sakit hati karena kamu sudah mempunyai calon istri. Jelas kamu bingung Om, kamu tidak peka dengan perasaanku.

"Padahal kamu belum makan tapi sudah tidur. Hah, mungkin kamu memang butuh waktu untuk sendiri." Nick mengecup puncak kepala Devany lalu merebahkan dirinya di sebelah Devany.

Menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua. Devany memiringkan tubuhnya membelakangi Nick dan Nick memeluk Devany dengan erat dari belakang.

Devany bergerak gelisah. Dia sama sekali tidak bisa tidur apa lagi dia kelaparan. Sama halnya dengan Nick, dia juga tidak bisa memejamkan matanya.

Devany duduk dan melepas tangan Nick yang masih betah lama-lama di pinggangnya.

Lalu dia menoleh pada orang di sampingnya yang menatapnya dengan mata yang menyatakan bahwa Nick bergairah.

Devany tersenyum pada Nick lalu mengecup bibir Nick dengan berani. Nick memejamkan matanya. Lalu dia juga ikut duduk.

"Tidak bisa tidur..." Rengeknya manja memeluk Nick tanpa memikirkan efek yang terjadi pada tubuh Nick.

Nick membalas pelukan Devany sambil mati-matian agar tidak menerkam gadis kecilnya ini.

"Lapar." Rajuknya sambil mengelus dada kiri Nick. Bagian favorit Devany adalah dada kiri Dominick. Dia suka dengan debaran jantung Dominick yang sangat tidak normal.

Sementara Nick memejamkan matanya menikmati sentuhan tangan halus Devany. Sesekali dia menarik nafasnya kuat-kuat menahan gejolak gairahnya. Sungguh, dia semakin tidak mengerti dengan sikap Devany yang begitu cepat berubah-ubah.

"Om, aku lapar!" Rajuk Devany lagi karena Nick tidak merespon.

Nick juga tidak merespons, tangannya sibuk mengelus rambut Devany dan mengecup puncak kepalanya sayang.

Merasa kesal karena Nick tidak mendengarnya, Devany melepas pelukannya dan meninggalkan Nick yang langsung berlari ke kamar mandi. Dia ingin mandi air dingin untuk meredakan gairahnya.

Devany membuka kulkas dengan cemberut. Lalu menutupnya lagi.

Dia kembali ke kamar dan tidak menemukan Nick.

Lalu dia memasuki walk in closet dan__

"Aaaaaaa..." Jeritnya kuat menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Dia baru saja melihat Nick telanjang.
Nick hanya menaikkan sebelah alisnya melihat tingkah Devany.

Dia memakai pakaiannya dengan santai tidak memperdulikan gerutuan kesal dari Devany.

"Sudah belum?!" Jeritnya.

"Sudah." Nick menarik kedua tangan yang menutupi wajah Devany. Lalu tertawa pelan.

"Lagian, kamu mau masuk nggak ketuk pintu dulu." Ucapnya mengecup kening Devany.

"Aku lapar. Di kulkas tidak ada makanan." Rajuknya mengerucutkan bibirnya.

"Ya sudah, kita cari makanan di luar ya." Devany menggeleng. Tapi karena dia merasakan tatapan tajam dan intens dari Nick, dia langsung mengangguk. Mereka pun keluar dari apartemen dan pergi mencari tempat makan.

Mereka berdua akhirnya sudah berada di sebuah restoran yang buka 24 jam, dekat dengan apartemen. Mereka duduk berdampingan.

Devany memakan makanan di depannya dengan lahap. Nick hanya terkekeh melihat gadis kecilnya yang makan seperti orang kelaparan. Devany memang kelaparan Nick!

"Pelan-pelan, Sayang. Nanti kamu tersendak."

Devany tak merespons, dia sibuk sendiri dengan makanannya.

Nick dengan sabar dan setia menunggunya sampai selesai makan.

"Kenyangnya...." ucapnya mengelus perutnya dan bersandar di bahu Nick.

"Kamu makan seperti tidak makan selama seminggu saja." Nick terkekeh dan mengusap peluh di dahi Devany menggunakan tangannya.

"Memangnya kenapa? Om tidak akan bangkrut kan?" Protesnya.

"Tentu saja tidak. Itu tidak seberapa, Sayang." Nick menarik tangan kiri Devany dan mengecup punggung tangannya
.
Dalam hati Devany tertawa karena senang dengan sikap Nick padanya.

Seandainya aku yang jadi calon istrimu, Om. Pasti aku sangat senang. Meskipun umur kita sangat berbeda jauh.

"Jadi apa kita sudah bisa pulang?" Devany mengangguk antusias.

Mereka pulang dengan berjalan kaki sambil Nick yang terus memeluknya. Tertawa bersama entah apa yang mereka tertawakan.

Sesampainya di apartemen, Devany langsung tertidur dengan nyenyaknya tanpa mempedulikan Nick yang terus mengganggunya.

Begitulah Devany, jika sudah tidur tidak bisa di ganggu.

Dengan jahilnya, Nick menciumi wajah dan bibir Devany. Devany tidak menggubris.

Nick sama sekali tidak bisa tidur meskipun sudah lewat tengah malam.

Lalu Nick menciumi cekung leher Devany, menghisapnya lama sehingga meninggalkan tanda bewarna merah. Devany hanya menggeliat geli sebentar lalu kembali tidur.

Nick benar-benar lupa diri. Bahkan tangannya kini sudah menyelusup ke dalam baju tidur Devany.

Devany mengganti posisi tidurnya menjadi membelakangi Nick membuatnya menggerutu kesal.

Dia lalu menarik tubuh Devany hingga terlentang dan kembali menciumi wajah, bibir, dan juga leher Devany.

"Uhhh..." racau Devany.

"Hei, bangun tukang tidur," Bisik Nick tepat di telinga Devany lalu mengecup cuping telinganya.

Tidak ada respons dari Devany, Nick kembali mencumbu leher Devany, sampai__

"Hans..." Racau Devany pelan tapi memberi efek yang luar biasa bagi Nick.

Tubuhnya menegang dan membeku.
Lalu ia mengangkat wajahnya, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal kuat.

Lalu Nick turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi dengan hati yang campur aduk.

Pikirannya tidak tenang. Wajahnya menyiratkan ketakutan. Entah apa yang di takutkannya.

Nick mandi air dingin dengan cepat. Setelah selesai mandi dan memakai pakaiannya, dia memperbaiki selimut Devany sampai sebatas leher.
Lalu keluar dari kamar menuju pantry. Di sana, dia duduk termenung.

"Hans." Lirihnya pelan sambil mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak suka mendengar nama itu. Sampai di titik ini pun, Nick belum menyadari perasaannya.

***

My Little GirlWhere stories live. Discover now